Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi-JK Jangan Jadi Pemerintah Pemalas dan Culas!

21 November 2014   05:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:15 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagaimana janjinya, pemerintah akan segera merancang pengalihan subsidi BBM untuk kegiatan produktif, seperti pembuatan infrastruktur misalnya jalan, jembatan, pembangkit listrik, dll. “Namun harus diingat bahwa pengalihan tersebut bukan bagi-bagi duit untuk rakyat, tapi bisa jadi hanya bagi duit kepada keluarga, konco, kolega dan sendiri. Selamat bagi-bagi duit, pak! Semoga kalian bertambah kaya raya di atas penderitaan rakyat Indonesia,” tutur Salamuddin Daeng.

Hal lain yang juga disesalkan oleh banyak pakar dan pengamat adalah terburu-burunya dan begitu bernafsunya JK sebagai seorang Wapres untuk segera menaikkan harga BBM dengan alasan yang kurang masuk akal, yakni subsidi BBM dinilai membebani APBN hingga berpotensi jebol dan juga karena tidak tepat sasaran.

Kalau cuma itu yang menjadi alasannya, mengapa jalan keluarnya hanya harus dengan cara menaikkan BBM (mencabut subsidinya)? Apakah pemerintah tidak punya cara lain yang lebih kreatif yang lebih melindungi rakyat bawah (miskin)?

Apakah pemerintah tidak tahu jika mengurangi subsidi (dengan menaikkan harganya Rp.2000/liter) itu masih bisa dipastikan tidak tepat sasaran, karena pemilik kendaraan mewah tentu masih lebih mampu membeli BBM jenis premium (Rp.8.500/liter) ketimbang rakyat miskin yang sudah pasti makin sangat kesulitan?!? Pertanyaan inilah yang sebetulnya harus dijawab oleh Jokowi-JK.

Padahal ada cara lain yang lebih cerdas dan mampu mengatasi dua alasan tersebut dari Rizal Ramli. Sayangnya, Jokowi-JK lebih memilih cara lama (menaikkan harga BBM). Dan publik pun menilai bahwa cuma ada dua alasan mengapa ide Rizal Ramli tidak terima. Pertama, kemungkinan pemerintah memang malas, dan kedua pemerintah boleh jadi ada maksud yang tersembunyi untuk dapat leluasa bermain culas dengan memanfaatkan masalah subsidi BBM tersebut.

Artinya, ide dan gagasan cemerlang Rizal Ramli tidak akan diterima oleh pemerintah baru karena diduga kuat JK sangat membenci orang seperti Rizal Ramli. Sebab, di mata JK, boleh jadi Rizal Ramli adalah sosok yang hanya akan mengganggu “lahan” usaha dan bisnisnya melalui persoalan BBM tersebut.

Ini gambaran ide Rizal Ramli. Bahwa, premium yang ada saat ini adalah beroktan 88. Oktan 88 ini bisa dikonsumsi oleh mesin kendaraan dari semua kalangan (dari si miskin hingga si kaya). "Premium (oktan 88) dihapuskan sama sekali, diganti dengan BBM Rakyat dengan oktan 83," ujar Rizal Ramli menyarankan.

Untuk kalangan menegah ke bawa, kata Rizal Ramli, pemerintah sebaiknya menyediakan BBM Rakyat, yakni premium dengan oktan 83. Sedangkan bagi orang kaya, pemerintah bisa menyediakan BBM Super, yakni Pertamax oktan 92 dan Pertamax plus beroktan 94.

Premium yang beroktan  83, kata Rizal, hanya aman buat rakyat kalangan menengah ke bawah (Yakni 86 juta orang yang naik sepeda motor, 3 juta angkot, 2 juta nelayan). Artinya, para pemilik kendaraan mewah bisa dipastikan untuk tidak menggunakan premium beroktan 83 ini karena akan membuat mesinnya jadi mudah rusak. Sehingga pilihan satu-satunya bagi kalangan kaya adalah harus membeli premium beroktan 92 atau 94 (Pertamax dan Pertamax plus).

Seperti yang sudah dikemukakan Rizal Ramli, bahwa masih ada cara lain yang lebih baik untuk ditempuh oleh pemerintah dalam mengatasi masalah BBM ini. Yaitu, pemerintah segera menyiapkan premium beroktan 83 (oktan premium sekarang 88).

Sayangnya, Pemerintah baru yang sudah jauh-jauh hari dipuja-puja itu nyatanya tak punya cara lain dalam mengatasi masalah BBM selain hanya dengan menaikkan harga BBM. Pemerintah baru yang mengusung “Revolusi Mental” itu nyatanya menutup pintu bagi pihak-pihak yang memberi ide untuk solusi dari masalah yang sedang dihadapi oleh bangsa (bukan hanya masalahnya Jokowi-JK loh). Lalu apa bedanya dengan pemerintahan sebelumnya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun