Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi-JK Jangan Jadi Pemerintah Pemalas dan Culas!

21 November 2014   05:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:15 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SELAKU salah seorang presidium di MKRI (Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia) sekaligus aktivis penegak kedaulatan, saya pernah menyuarakan dan menyerukan kepada kawan-kawan seperjuangan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) MKRI tahun 2013. Bahwa kita saat ini sedang dipimpin oleh pemerintah yang pemalas dan culas. Kita harus bangkit dan melawan pemerintah seperti ini, yakni dengan berusaha mengembalikan UUD 1945 dan Pancasila yang murni lalu melaksanakannya secara konsekuen!!!

Pemerintah pemalas dan culas adalah tipe pemerintah yang di satu sisi hanya membuat rakyat miskin jadi makin lemas karena merasa telah tertipu dengan janji-janji manis pemerintah saat kampanye dulu, dan di sisi lain hanya membuat seluruh kelompok mafia (mafia migas, hukum, pajak, mafia proyek fisik, dsb) makin subur dan kaya raya. Sungguh, kondisi seperti itu membuat rakyat semakin terlunta-lunta bagai anak ayam yang kehilangan induk.

Tipe pemerintah yang pemalas dan culas kerjanya hanya pandai mengatur mimik muka, gesture, serta melakukan pencitraan dan sensasi. Pun cuma pandai mengutang (tak mampu mengelola sendiri kekayaan SDA), “berwisata” ke sana ke mari, menaikkan harga BBM dengan alasan APBN akan jebol, lalu rakyat hanya dibujuk dengan “permen” yang disebut BLT atau BLSM.

Model pemerintah (kepemimpinan) seperti ini dijuluki Rizal Ramli dengan nama kepemimpinan sensasi-isme. “Model kepemimpinan ‘sensasi-isme’ ternyata keropos, gelembung populeritas tanpa ideologi, tanpa keberpihakan, tanpa kompetensi,” tulis Rizal Ramli dalam akun twitternya.

Parahnya, model pemerintah pemalas dan culas ini justru merupakan produk pemilihan pemimpin yang untuk pertama kalinya dilakukan secara langsung oleh rakyat dan terjadi di era Reformasi, yakni ketika SBY-JK berhasil tampil sebagai pasangan presiden 2004 silam.

Rakyat sesungguhnya sadar betapa buruknya pemerintahan model seperti itu, dan ingin secepatnya mengakhirinya, namun rakyat tak bisa berbuat banyak selain hanya bisa bersabar dan menahan terpaan kesulitan dan beban ekonomi yang menghimpit selama 10 tahun.

Lalu muncullah sosok yang berhasil menang dalam pemilihan Gubernur Jakarta. Publik mengenalnya dengan sebutan Jokowi. Dari situ, dengan gerakan pencitraan yang ditunjang oleh berbagai “pihak”, membuat Jokowi pun berhasil tersohor ke mana-mana dan tiba-tiba “menjelma” bagai sosok setengah dewa. Rakyat pun larut dalam sebuah imajinasi, bahwa Jokowi adalah sosok yang diyakini bisa “memerdekan” rakyat dari cengkeraman rezim pemalas dan culas. Benarkah?

Sepertinya rakyat lupa Jokowi yang terpilih jadi presiden itu berpasangan dengan siapa? dan nampaknya rakyat juga lupa bahwa program BLT (Bantuan Langsung Tunai) itu dilaksanakan pada pemerintahan siapa?

Yaa... kini kita seakan harus mundur 10 tahun ke belakang, dan rasa-rasanya harus mengulang kembali perjalanan hidup sebagai rakyat di tahun 2004 di bawah pemerintahan yang sepertinya hanya beda-beda tipis persis dengan yang ada saat ini (2014).  Bedanya cuma presidennya, tapi wapresnya tetap Jusuf Kalla (JK).

Di saat itu (2004) rakyat juga sangat memuja dan mendewakan SBY sebagai sosok yang memiliki 1001 kelebihan dan kehebatan untuk membawa Indonesia lebih maju. Alhasil...??? Hutang Indonesia bertambah, negara-negara asing diberi keleluasaan menyedot hasil-hasil kekayaan alam kita, rakyat kita banyak jadi pembantu di negeri orang sebagai TKI/TKW, mafia-mafia dan kalangan borjuis seakan lebih dipelihara oleh negara dibanding fakir-miskin dan anak terlantar, dan satu lagi---perusahaan-perusahan bisnis JK tumbuh subur. Sungguh, SBY sebagai presiden ketika itu nampaknya tak berkutik, sebab ada JK yang cenderung lebih dominan sehingga publik menyebutnya: bahwa JK-lah yang presidennya. Atau bahasa kerennya: JK “The Real President”. Yaa... dari SBY-JK ke Jokowi-JK adalah formasi kepemimpinan yang berbeda tetapi serupa.

Kalau dulu harga BBM juga dinaikkan dan diikuti dengan kompensasinya, yakni dalam bentuk program yang disebut BLT, dan ketika itu *2004) yang ngotot ingin menaikan harga BBM sekaligus pencetus BLT itu adalah JK. Sekarang juga begitu, harga BBM dinaikkan, bedanya BLT cuma “ganti kulit” menjadi Kartu Keluarga Sejahtera dan dua kartu lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun