Dan Megawati Soekarnoputri adalah orang yang amat ramai disebut-sebut sebagai pihak yang paling harus bertanggung-jawab atas kasus SKL-BLBI tersebut. “Karena kasus BLBI ini negara dirugikan ratusan triliun rupiah selama bertahun-tahun. Mega harus bertanggung jawab,” tegas Rachmawati Soekarnoputri, adik kandung Megawati Soekarnoputri.
Sehingga itu Rachmawati juga mengaku sangat mendukung upaya KPK yang akan segera memanggil dan memeriksa mantan presiden RI tersebut terkait kasus SKL-BLBI. Menurut Rachmawati, siapapun bisa dipanggil dan diperiksa, termasuk Megawati.
“Jangan ada perlakuan khusus atau tebang pilih kasus megakorupsi yang merugikan keuangan negara ratusan triliun rupiah itu,” ujar Rachmawati, Minggu (13/7).
Rachmawati menegaskan, sudah sepatutnya Megawati bertanggung-jawab atas kebijakannya yang membuat negara rugi ratusan triliun rupiah sampai hari ini. Perlindungan yang diberikan Mega kepada sejumlah obligor BLBI ketika itu diduga keras berdasarkan pada kepentingan yang sempit.
Betapa SKL-BLBI adalah sebuah bukti dari “kelakuan gila” pemerintah dalam menolong kaum konglomerat. Sebab, setelah mengucurkan uang segar puluhan miliar hingga puluhan triliun rupiah, konglomerat itu malah diberi SKL di saat kewajibannya belum dilunasi. Bandingkan dengan rakyat yang hanya diberi BLT dengan jumlah yang tak sampai setengah juta itu kadang ada yang harus mempertaruhkan nyawa karena berebut dan saling dorong dalam barisan antrian. Sungguh miris memang negeri ini.
Dan inilah daftar sejumlah penerima BLBI (obligor) berdasarkan penandatangan Master of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA):
1. Liem Sioe Liong/Anthony Salim/Salim Grup (Bank Central Asia / BCA): Rp 52,727 triliun. Surat Keterangan Lunas (SKL) terbit Maret 2004.
2. Mohammad “Bob” Hasan (Bank Umum Nasional): Rp 5,34 triliun. Bos Grup Nusamba ini menyerahkan 31 aset dalam perusahaan, termasuk 14,5% saham di PT Tugu Pratama Indonesia.
3. Sjamsul Nursalim (Bank Dagang Nasional Indonesia/BDNI): Rp 27,4 triliun. Surat lunas terbit pada April 2004. Aset yang diserahkan, di antaranya PT Dipasena (laku Rp 2,3 triliun), GT Petrochem dan GT Tire (laku Rp 1,83 triliun). Pada 13 Juli 2004, Kejaksaan Agung menghadiahinya surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Belakangan, keputusan ini ditinjau kembali oleh Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh.
4. Sudwikatmono (Bank Surya): Rp 1,9 triliun, SKL terbit akhir 2003.
5. Ibrahim Risjad (Bank Risjad Salim Internasional): Rp 664 miliar, SKL terbit akhir 2003.
Di bawah ini penerima BLBI berdasar MSAA, namun dikabarkan telah melunasinya :
6. Bambang Trihatmodjo (Bank Alfa): 8 miliar.
7. Suryadi/Subandi Tanuwidjaja (Bank Sino): Rp 1 miliar.
8. Keluarga Ciputra (Bank Ciputra): Rp 5 miliar.
9. Aldo Brasali (Bank Orient): Rp 1 miliar.
10. Sofjan Wanandi (Bank Danahutama): Rp 1 miliar
Selain itu, ada nama-nama lain penerima dana BLBI. Seperti:
11. Agus Anwar (Bank Pelita);
12. Samadikun Hartono (Bank Modern);
13. Kaharuddin Ongko (Bank Umum Nasional);
14. Ulung Bursa (Bank Lautan Berlian);
15. Atang Latief (Bank Indonesia Raya);
16. Lidia Muchtar dan Omar Putihrai (Bank Tamara);
17. Adisaputra Januardy dan James Januardy (Bank Namura Yasonta);
18. Marimutu Sinivasan (Bank Putera Multikarsa);
19. Santosa Sumali (Bank Metropolitan dan Bank Bahari);
20. Fadel Muhammad (Bank Intan);
21. Baringin MH Panggabean dan Joseph Januardy (Bank Namura Internusa);
22. Trijono Gondokusumo (Bank Putera Surya Perkasa);
23. Hengky Wijaya dan Tony Tanjung (Bank Tata);
24. I Gde Dermawan dan Made Sudiarta (Bank Aken);
25. Tarunojo Nusa dan David Nusa Wijaya (Bank Umum Servitia).