Mohon tunggu...
amir amirudin
amir amirudin Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tantangan Dakwah Era Civil Society 5.0

2 Februari 2022   07:25 Diperbarui: 2 Februari 2022   07:27 1330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tantangan Dakwah Al-Azhar di Era Civil Society 5.0 

Oleh: Amirudin, M.Pd.

Meniti Jalan Dakwah Era Pandemi

Beberapa pengajian di masa pandemi ini dilakukan dengan cara daring atau online. Salah seorang ustaz pun melakukannya. Pengurus DKM (Dewan Kemakmuran Masjid) menyampaikan bahwa jamaah menginginkan pengajian agar bisa dibuka kembali. Sudah lebih dari satu tahun pengajian ditiadakan, sejak corona merebak. Bahkan Ramadhan yang biasanya semarak dengan pengajian di mana-mana, tahun ini menjadi sepi pengajian. Jamaah merindukan pengajian agar bisa dimulai kembali. 

Namun pemerintah masih mengharuskan masyarakat untuk social distancing, menjaga jarak dan menghindari kerumunan. Maka, beberapa masjid besar berinisiatif membuka kembali pengajian dengan cara online atau daring. Mereka menyiapkan device dan perangkat lainnya yang dibutuhkan untuk mensupport pengajian jarak jauh ini. Salah seorang jamaah berseloroh, "Pak Ustaz, tidak hanya Pak Ustaz dan murid sekolah yang PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh), kita juga di masjid ini menyelenggarakan PJJ." 

Lalu ustaz itu bertanya, "Apa maksud PJJ di masjid ini?" Jamaah itu pun menjawab, "PJJ maksudnya Pengajian Jarak Jauh, Pak Ustaz." Ustaz pun tersenyum. Di masa pandemi ini semuanya serba daring, online. Tidak hanya di perkantoran, lembaga sekolah, dan layanan publik yang mengadakan WFH (Work From Home) secara shift, bahkan tukang pijat di tempat ustaz itu ikut-ikutan minta upah urutnya ditransfer saja, tidak cash, biar seperti ustaz juga di masa pandemi, bisyarahnya via rekening. Masya Allah. Tidak terbayang bagaimana jika menmijat atau jasa pijat urut juga dilakukan jarak jauh. Kita memaklumi, di masa pademi covid-19 ini, kita tergolong sebagai kaum rebahan, di sekitar kita pun tidak hanya terpapar virus corona, namun ekonomi rumah tangga kita pun terkapar karena virus ini.

Fenomena pengajian konvensional benar-benar dijungkirbalikkan dengan kenyataan keharusan menjaga jarak, social distancing, sehingga proses pengajian pun harus dilakukan dengan jarak jauh. Para ustaz membuka pengajian dari rumah, memandangi laptop sendirian, mulai bertutur menyampaikan petuah dan nasehat, berharap jamaah paham apa diajarkan.

Dengan diadakannya pengajian jarak jauh, maka keberadaan media menjadi senjata paling ampuh untuk membuat pengajian menjadi menarik. Materi pengajian untuk jamaah yang selama ini disampaikan secara lisan atau diketik menggunakan microsoft word, maka sejak pandemi ini merebak, para ustaz beralih menggunakan paparan microsoft powerpoint (ppt). Para ustaz merasakan tantangan yang berbeda dalam menyajikan pengajian online dibanding tatap muka dan berjumpa menyapa jamaah secara langsung. 

Tantangan yang dihadapi selain masalah koneksi jaringan, permasalahan lainnya adalah bagaimana cara agar kita tidak ditinggal tidur oleh jamaah nan jauh di sana, sementara kita tidak bisa melihat dengan jelas dan secara langsung kondisi jamaah tersebut untuk menegur dan mengingatkannya, tentu dengan cara yang layak, atau sambil bercanda. Hal ini sangat terasa berbeda ketika pengajian dengan cara tatap muka. Apalagi saat sesi tanya jawab yang semestinya interaktif, namun terkadang terkendala jaringan komunikasi terjeda yang membutuhkan waktu. Demikian pula untuk mengecek kembali pemahaman jamaah, dan mengonfirmasi jawaban kita, apakah sesuai atau belum dengan yang ditanyakan. Kendala-kendala saat sesi jawab ini tetap ada, meski terdapat fasilitas chat dan dibantu host sekali pun.

Beberapa ustaz sering membuat catatan-catatan untuk materi pengajian dan materi tersebut dibagikan kepada jamaah pengajian yang hadir. Mereka ingin memberikan nilai lebih kepada jamaah, berupa makalah atau tulisan yang bisa mereka bawa pulang untuk bahan referensi dan catatan saat dibutuhkan kembali. Metode pengajian di masyarakat yang selama ini berjalan turun temurun adalah ngaji kuping, atau dikenal dengan istilah jiping, yaitu penyampaian materi pengajian yang disampaikn guru ngaji, ustaz atau kiyai, sementara jamaah mendengarkan materi tersebut tanpa membawa kitab atau catatan lainnya. 

Dampak atau kelanjutan dari pengajian dengan metode seperti ini adalah jider, atau ngaji nyender, yaitu mengaji atau mendengarkan pengajian dengan cara duduk sambil bersandar di dinding masjid atau mushalla. Cara pengajian duduk bersandar di dinding inilah yang akhirnya melahirkan 'metode' pengajian lainnya yaitu yang kita sebut jiler, atau ngaji sambil ngiler, karena tanpa sadar dalam kondisi mengantuk dan tertidur pulas saat mendengarkan taushiyah seorang ustaz atau kiyai. Jadi, jika selama ini kita melihat jamaah pengajian bersimbah air mata saat mendengarkan muhasabah atau doa yang dilantunkan oleh seorang ustaz atau kiyai, maka yang terjadi dalam pengajian 'metode' jider dan jiler ini adalah jamaah bersimbah air liur saat mereka terbuai dalam mimpi indah mereka sendiri, entah apa yang disampaikan oleh sang ustaz atau kiyai mereka. Meskipun seorang ustaz rasa hal ini sah-sah saja bagi mereka untuk tertidur pulas. Toh, inilah mimpi indah rakyat kecil, menikmati hidup mereka, dengan cara menghadiri pengajian sambil melepas lelah penat bekerja seharian. Bukan seperti tidurnya para anggota dewan yang duduk di kursi parlemen sana. Mungkin mereka dahulu sebelum menjadi anggota dewan juga mengikuti pengajian, bahkan mereka hafal ayat kursi. Namun sekarang, mereka hanya hafal 'kursi' semata, sementara ayatnya mereka lupakan. Astaghfirullaahal 'azhiim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun