Semua itu harus kujalani, tentu sebisa dan semampuku.
Kuberaksi mulai pukul delapan malam. Tak ada yang kubawa selain sebatang rokok kretek dan korek api.Â
Mulanya maju mundur ketika tiba di halaman samping rumah tua itu. Kusulut rokok. Kuhisap nikmat. Asap pun mengepul.
Kudekati pintu samping, terkunci rapat. Mau kubuka pintu belakang tapi tak bisa.
Akhirnya kumasuk lewat pintu depan. Kuamati lekat ke sekitar ruangan. Gelap gulita.
Kututup pintu rumah dengan perlahan. Aku tarik nafas sejenak. Kuberjalan ke kanan mendekati kamar depan.Â
Kusibakkan hordeng. Kulihat ada cahaya kecil di dalamnya. Setelah kuamati cahaya itu ternyata berasal dari lampu teplok.
Anehnya, tak ada orang di kamar itu. Tapi jendela kamar terbuka. Kulihat suasana di luar. Sepi dan yang tampak hanya hutan.
Kututup jendela kecil itu. Kudekati lampu teplok. Kuamati lekat. Tiba-tiba angin bertiup. Makin lama ma kin kencang. Akhirnya padam.
Aku berdiri. Ketika kuhendak ke luar kamar, tubuhku terasa sempoyongan. Seperti ada yang mendorongku dari belakang.Â
Aku terus melangkah. Aku tersungkur dan kepalaku mengenai kaki meja. Sakit nian. Aku berhasil berdiri lagi sambil menahan rasa sakit.