Mohon tunggu...
Aminuddin Malewa
Aminuddin Malewa Mohon Tunggu... Freelancer - Penjelajah narası

Penikmat narasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hardiknas 2020 dan Omong Kosong di Tengah Pagebluk

4 Mei 2020   04:24 Diperbarui: 4 Mei 2020   04:24 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orang tua belajar membaca (dokpri)

Aneh tapi nyata!

Lulusan yang tidak cukup diakui kualitasnya oleh lembaganya sendiri, itulah gambaran lulusan pendidikan keguruan. Tidak lah mengherankan karenanya kalau banyak lulusan pendidikan yang terjun ke dunia kerja informal, dunia kerja yang tidak mensyaratkan kualitas ketat dan tinggi dan karenaya pelakunya juga rentan dengan perubahan kondisi lingkungan. 

Mungkin karena tidak adanya pengakuan itu juga yang membuat tenaga kerja asing cukup banyak membanjiri negeri ini bahkan untuk sekelas tenaga lapangan sekali pun.

Di tengah situasi pandemi sekarang, golongan pekerja informal itulah yang memberi sumbangan banyaknya lapisan masyarakat yang rentan miskin karena penerapan Pembatasan Sosisl Berskala Besar. 

Kemudahan teknologi tidak menjadi peluang bagi mereka untuk merespon kondisi. Golongan rentan miskin itulah yang mendominasi diftar sasaran bantuan sosial. 

Mereka rentan bukan karena tingkat pendidikan yang kurang tapi karena pendidikan yang mereka peroleh sebelumnya tidak cukup membekali mereka dengan kemampuan untuk bertahan hidup memanfaatkan bekal ilmu yang dimiliki. Pendidikan yang mereka telah lalui adalah dalam wajah formatif bukan sumatifnya.

Golongan rentan miskin inilah yang sebelum dan selama pandemi merebak menjadi ladang penyebarluasan berita bohong. Ilmu yang diperoleh tidak cukup menjadi kakas (tools) mereka memilih dan memilah informasi. 

Praktik belajar yang menjejali memori dengan hafalan informasi usang tidak cukup menyisakan ruang proses berdialektika sehingga ketika kemampuan melakukan verifikasi dan validasi dibutuhkan dalam banjir informasi dewasa ini, generasi bangsa hari ini tenggelam dalan kegagapan dan kegaduhan.

Kita tidak cukup mampu menilai kegugupan penguasa merespon pandemi. Penguasa pun, yang aparatnya juga produk dari pendidikan, tidak cukup punya kosa kata yang mampu membangkitkan kesadaran rakyat. Kemiskinan narasi penguasa yang bertemu dengan kelemahan literasi rakyat bertemu dan berbaur dalam anarki pemikiran. 

Anarki dalam kontek ini bukanlah anarki dalam arti kerusuhan atau kekacauan sebagaimana sering dijejalkan oleh para penguasa. Anarki sebagai satu bentuk filsafat adalah ketidakpercayaan kepada hirarki atau tatanan yang ada dalam struktur sosial dan politik yang berlaku. Ketidakpercayaan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat dalam cara menangani pandemi adalah salah satu bentuk simptomnya.

Dalam situasi kegagalan pendidikan mencerdaskan bangsa dewasa ini, anehnya para pelaku pendidikan masih berkutat dengan cara melakukan proses pembelajaran yang efektif dalam situasi pembatasan sosial. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun