Mohon tunggu...
Aminuddin Malewa
Aminuddin Malewa Mohon Tunggu... Freelancer - Penjelajah narası

Penikmat narasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hardiknas 2020 dan Omong Kosong di Tengah Pagebluk

4 Mei 2020   04:24 Diperbarui: 4 Mei 2020   04:24 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orang tua belajar membaca (dokpri)

Tidakkah apa yang sedang dipersiapkan sekarang adalah sebatas menjawab keresahan guru yang menyaksikan pelan-pelan apa yang mereka atau kita anggap luhur penting hari ini nyatanya tidak cukup membangkitkan antusias generasi hari ini?

Sebagian kalangan menganggap bahwa proses pendidikan ibarat membangun perahu yang dikerjakan sambil berlayar. Waktu yang terus bergerak maju tidak memberi ruang untuk berhenti sejenak melakukan perencanaan yang komprehensif. 

Tambal sulam bangunan kapal itu dilakukan terkadang di tengah ketidakjelasan peta arah yang digunakan. Ketidak-(cukup)-jelasan arah menghadirkan semacam ketidakpercayaan.

Apa yang dapat dimaknai dari rasa tidak percaya orang tua kepada sekolah yang menarik biaya tambahan untuk proses belajar? Berlindung di balik pemahaman bahwa pendidikan adalah tugas negara untuk menyediakannya, dan karenanya tidak pantas sekolah menarik biaya tambahan lagi, maka setiap upaya dari sekolah untuk menginisiasi model belajar baru seringkali terhadang batasan sumberdaya.

Bisa jadi ketidakpercayaan ada pada penyelenggara pendidikan atau kepada aparat negara yang tidak cukup memberi janji dan bukti karena orang tua yang sama dengan senang hati mengeluarkan biaya tinggi untuk menyertakan anaknya pada janji lembaga bimbingan belajar. 

Orang tua tidak banyak yang percaya bahwa proses normal di sekolah akan cukup memampukan anak untuk lulus ujian dengan nilai optimal. Maraknya bimbingan belajar daring, baik berbayar ataupun gratis, secara tidak langsung membuktikan ketidakmampuan guru dan sekolah untuk memberi materi dengan tuntas kepada murid. 

Tambahkan lagi fakta bahwa orang tua yang memiliki kemampuan finansial lebih dengan senang hati membayar lebih dan tinggi kepada lembaga pendidikan alternatif yang menjanjikan plus plus dalam materi dan proses belajarnya. 

Orang tua tersebut tidak percaya bahwa sekolah normal akan mampu melakukan hal tersebut dan kalau sekolah menawarkan hal serupa dengan tambahan biaya dengan serta merta akan dianggap pungutan liar! Bahkan orang tua pun tidak percaya kepada proses pendidikan yang diselenggarakan oleh negara, kecuali orang tua yang pasrah karena keterbatasan finansial.

Masalah di atas terletak pada bagaimana pendidikan dilaksanakan dari hari ke hari. Bagaimana dengan kualitas lulusan yang sudah ada? Latihan prakerja yang diselenggarakan atau ditawarkan di tengah pandemi juga membuktikan hal tersebut. 

Lulusan pendidikan tidak cukup menarik pengguna kerja sehingga mereka masih harus melengkapi diri dengan beragam sertifikat untuk membuktikan kompetensinya. Pemerintah sendiri pun diam-diam mengakui hal tersebut. 

Lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah mensyaratkan para pengajar atau gurunya lulus atau mengantongi seritifikat profesi meski mereka sendiri sebenarnya merupakan keluaran lembaga pendidikan keguruan yang diselenggarakan oleh pemerintah sendiri! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun