Cuci tangan dengan sabun, pola hidup bersih sehat dan gerakan masyarakat hidup sehat semua kampanye yang ternyata hanya mampu menggerakkan masyarakat ketika Corona turun tangan.Â
Kegagalan melakukan transformasi perilaku masyarakat selama ini hanya dibungkus dengan kalimat apologetik kesadaran masyarakat yang masih rendah.Â
Tidak pernah ada yang menggugat bahwa penguasa lah yang tidak sadar bahwa pendekatannya selama ini ternyata tidak cukup mampu membangkitkan kesadaran itu. Jelas ada masalah paedagogik yang akut di dalamnya yang celakanya dianggap hanya masalah di sektor kesehatan publik.
Rupanya kita mengidap amnesia sejarah bahwa pendidikan yang pertama dikembangkan oleh pemerintah (kolonial) dulu adalah sekolah kedokteran selain sekolah bagi calon birokrat. Bahwa sebagian tokoh pergerakan dulu adalah lulusan dari sekolah kedokteran tidak cukup menjadi bahan introspeksi bahwa masalah kesehatan rakyat berkelindan dengan upaya pencerdasan kehidupan bangsa.Â
Menjadi ironi karenanya ketika pandemi mendera bangsa dewasa ini tidak cukup kepedulian dari kalangan pendidikan bahwa rendahnya literasi kesehatan saat ini adalah juga kegagalan pendidikan.
Perjalanan politik bangsa ini suka tidak suka telah memberi beban berat yang tidak perlu kepada dunia pendidikan. Anak didik dan lembaga pendidikan dipandang sebagai wadah ideal bagi upaya indoktrinasi dan ideologisasi penguasa.Â
Keluar masuknya mata pelajaran yang sarat dengan kepentingan penguasa telah berperan menjauhkan pendidikan dari tujuan moralnya sendiri. Orientasi meneguhkan dominasi kekuasaan mengaburkan orientasi masa depan proses pendidikan.
Jadilah anak didik dijejali dengan kewajiban menghafal nilai luhur bangsa yang dalam keseharian justru tidak pernah dihadirkan oleh para elit. Karakter mulia yang disampaikan kepada anak didik tinggal cerita dalam kelas karena karakter itu tidak tersaji dengan nyata dalam keseharian di lingkungan. Patriotisme yang hendak ditumbuhkan tidak memiliki gaung dalam dunia nyata karena kepentingan nilai tambah ekonomi justru tidak mengenal batas negara
Perspektif menjaga warisan luhur nenek moyang membuat pendidikan gagap memberikan kemampuan yang memadai kepada generasi hari ini untuk merespon perkembangan jaman. Memilih menjaga keluhuran masa lalu atau menceburkan diri dalam derap jaman yang siap menggilas mereka yang tidak siap?
Tinggallah keluh kesah yang muncul bahwa generasi muda hari ini telah luntur penghargaannya kepada para guru dan orang tua. Sopan santun yang menjadi karakteristik bangsa telah hilang ditelan derasnya arus informasi global yang tidak peduli tatanan lokal.
Komisi Perlindungan Anak menyitir bahwa mayoritas dari 29 juta guru berkualitas rendah, baik PNS maupun honorer, sehingga membuat anak didik stres dalam belajar daring.Â
Dengan fakta itu maka suasana belajar apa yang diharapkan yang akan membuat anak mampu berkembang optimal bersiap menghadapi tantangan mereka sendiri di masa depan?Â