Mohon tunggu...
Aminuddin Malewa
Aminuddin Malewa Mohon Tunggu... Freelancer - Penjelajah narası

Penikmat narasi

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Pilkada dan Isu Lingkungan Hidup

5 Januari 2020   00:14 Diperbarui: 5 Januari 2020   17:47 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petani di Desa Poto Kabupaten Sumbawa (dokpri)

"Dari daerah yang akan melakukan Pemilukada 2020, kita dijanjikan akan berubah dengan wajah masa depannya masing-masing yang baru."

Dalam tahun 2020 ini pemilihan kepala daerah serentak (Pemilukada) akan dilaksanakan di 224 kabupaten, 37 kota dan 9 provinsi. 

Artinya, tahun ini akan terjadi pergantian kepemimpinan atau elit daerah di 270 wilayah atau hampir separuh dari keseluruhan 548 jumlah daerah otonom. Cukup beralasan untuk berharap bahwa separuh wajah negeri akan mengalami penyegaran di tahun 2020.

Harapan baru atau harapan palsu baru?

Untuk menjadi lebih baik dibutuhkan adanya perubahan meski perubahan tidak menjamin keadaan akan pasti lebih baik. 

Momentum Pemilukada adalah perubahan kepemimpinan dan perubahan strategi pembangunan lokal mengingat setiap calon kepala daerah akan mengusung visi misi yang dikontestasikan di ruant publik dan ditemukan di bilik suara. 

Sejalan dengan nafas otonomi, tawaran visi-misi calon artinya tawaran harapan masa depan yang akan diperjanjikan untuk dicapai di tingkat daerah. 

Dengan mengingat jumlah daerah yang akan melakukan Pemilukada 2020, separuh wilayah negeri ini dijanjikan akan berubah dengan wajah masa depannya masing-masing yang baru.

Thomas R. Dye dalam bukunya yang terkenal Understanding Public Policies ed. 14th (2012), pernah menyebut bahwa kebijakan publik adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pejabat publik. 

Pejabat publik dalam diskusi ini tentunya adalah bupati, walikota dan gubernur yang akan dipilih dalam Pemilukada serentak 2020 ini. 

Dengan melihat rekam jejak figus dan tawaran visi-misi, semestinya publik bisa meraba seperti apa sebenarnya wajah masa depan yang mereka tawarkan dan sejelas apa mereka menggambarkan langkah demi langkah yang dilalui.

Perhatikanlah sepanjang jalan atau ruang publik yang dipenuhi dengan baliho, spanduk atau poster mereka yang merasa pantas untuk menjadi penentu kebijakan publik 5 tahun mendatang. 

Bisakah kita menangkap dengan jelas apa yang mereka akan lakukan dan apa yang tidak akan dilakukan bilamana mereka nanti menjadi pejabat publik?

Visi merupakan gambaran harapan di masa depan sedangkan misi adalah tahapan mencapai misi. Ketentuan pemilukada mengharuskan para calon menyampaikan visi-misi dan ketika terpilih nanti visi-misi itu lah yang akan menjadi regulasi lokal.

Artinya pemenang dan rakyat pemilih akan diikat secara formal untuk bersama-sama meraih harapan masa depan. Membayangkan dan berharap tentang masa depan merupakan satu hal, tetapi melaksanakannya seringkali menjadi hal berbeda.

Kalau kita mengingat bahwa mekanisme pemilihan kepala daerah langsung sudah berlangsung sejak era reformasi, mestinya kita dewasa ini sudah berada dalam kondisi yang lebih baik, lebih sesuai dengan harapan setempat, atau paling tidak sudah mengarah dan mendekat ke kondisi tersebut.

Faktanya kualitas lingkungan hidup menunjukkan penurunan yang signifikan untuk menyebut satu aspek pembangunan. Pada sisi lain sedikit sekali daerah yang memiliki ketangguhan memadai menghadapi bencana yang semakin rajin menghampiri.

Tidak banyak daerah otonom yang mendasarkan rencana dan aktifitas pembangunannya pada kondisi dan ancaman bencana.

Kalau kita sempat memperhatikan janji politik dan dokumen yang kemudian tertuang, term "melestarikan lingkungan hidup" atau "pembangunan berkelanjutan" hampir tidak pernah absen dalam ritual 5 tahunan otonomi daerah tersebut.

Demikian pula janji kesejahteraan yang diukur dari prestasi ekonomi makro hampir pasti menjadi jualan utama.

Hampir tidak ada daerah yang berani menghitung pertumbuhan ekonomi, yang diukur dari pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dengan memasukkan variabel biaya lingkungan.

PDRB yang memperhitungkan biaya akibat kerusakan lingkungan dikenal sebagai PDRB Hijau dan sudah barang tentu akan menghasilkan angka yang lebih kecil dibanding PDRB yang selama ini dipakai.

Karena laju pertumbuhan ekonomi diukur secara runut waktu (time series) maka penerapan PDRB Hijau akan memberi informasi penurunan prestasi ekonomi rezim kepala daerah apalagi kalau kepala daerah sebelumnya masih menerapkan PDRB Cokelat atau bahkan PDRB Hitam.

Data tidak pernah berbicara sendiri, dia membutuhkan orang dan cara untuk menerjemahkannya sehingga mampu berbicara. Menyajikan data pertumbuhan ekonomi yang menurun karena menerapkan PDRB Hijau akan diterjemahkan oleh lawan sebagai kemunduran, apapun konsep perhitungan yang digunakan.

Pilihannya adalah tidak melakukan sesuatu, alias sebagaimana Thomas R Dye sebutkan dalam bukunya, atau biarkan saja tetap menggunakan PDRB Hitam atau Cokelat asal tetap terlihat meningkat dalam publikasi statistik.

Nicolo Machiavelli (1469-1527) pernah mengatakan bahwa penguasa tidak penting hebat, tapi penting untuk dianggap hebat. Momen kampanye pemilukada yang segera kita jelang dapat digunakan untuk membuktikan apakah kalimat Machiavelli berlaku dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia?

Terhadap petahana yang akan bertarung kembali dapat kita telusuri seperti apa rekam jejak kebijakan hebatnya terkait lingkungan hidup yang pernah disuarakan secara langsung.

Deskripsi langsung penutur penting karena seringkali jujur menggambarkan apa yang ada dalam benak, dibanding dokumen tertulis yang sudah banyak melalui editor.

Kehebatan seorang Soekarno diakui salah satunya karena terdapat korelasi kuat antara kedalaman pemikirannya yang kemudian dia tulis dan didukung kualitas pengujarannya yang mempesona. Soekarno adalah tokoh penting dan sekaligus hebat.

Terhadap penantang baru dapat kita lihat seberapa hebat dia mendeskripsikan permasalahan lingkungan hidup dan kemudian seberapa masuk akal tawaran preskripsi yang ditawarkan. 

Semakin detil dia mampu mengurai masalah, membedakan mana akar-batang-dahan-ranting dari isu publik tertentu semakin dapat kita berharap bahwa solusinya juga akan detail sesuai tingkatan permasalahan.

"Setan bersembunyi di detail", BJ Habibie (1936-2019) sering mengucapkan kalimat ini. Dengan kalimat ini kita dapat berharap memperoleh penilaian tentang kemampuan calon pejabat publik memutus lingkaran setan antara mengejar pertumbuhan ekonomi dan menjaga kualitas lingkungan hidup.

Kita juga berharap memperoleh gambaran pandangan atau perspektif calon kepala daerah tentang isu lingkungan hidup, apakah mengikuti pandangan bahwa lingkungan hidup harus dipertahankan kelestariannya dengan menyesuaikan aktifitas ekonomi yang boleh dan bersesuaian atau sebaliknya pertumbuhan ekonomi jauh lebih penting dengan melakukan langkah meminimalkan dampak lingkungannya.

Sepintas kedua kalimat itu sama namun sebenarnya menunjukkan kecenderung prioritas apa yang akan dilakukan terlebih dahulu dan juga yang tidak akan dilakukan nanti. Salah satu lanjutan kalimat dari Thomas R. Dye adalah kebijakan publik sesungguhnya tentang siapa mendapat apa, seberapa besar dan dengan cara apa.

Dalam kontek pembangunan daerah kalimat itu dapat diganti dengan apakah mendapatkan prestasi ekonomi dengan mengorbankan lingkungan hidup atau menjaga lingkungan hidup dan memilih manfaat jangka panjang dengan tidak mendapat prestasi ekonomi sesaat?

Upaya untuk menggabungkan keduanya dalam satu kalimat, misalnya pertumbuhan ekonoi berkualitas dengan menjaga kualitas lingkungan hidup lestari adalah contoh kalimat utopis belaka. Namun bagi calon yang faham cara berfikir Machiavelli, kalimat semacam ini dapat dibungkus sehingga kelihatan atau dianggap hebat.

Pilihan kembali kepada kita calon pemilih yang bisa saja tidak peduli dengan isu lingkungan hidup. Terdapat banyak variabel lain yang mungkin jadi pertimbangan pragmatis kita, misalnya janji posisi penting, calon yang maju adalah keluarga dekat, balas budi patron-klien dan sejenisnya.

Kita pun karenanya dapat menjadi pejabat publik sesaat karena kita memilih siapa yang kita dukung melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.

Dampak jangka panjang serahkan saja kepada generasi berikut, karena mereka pasti akan memiliki cara dan teknologi sendiri untuk menjawab permasalahan mereka nanti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun