Dilapangan, tidak sedikit mereka yang sudah meraih "gelar itu" atau peraih JJA tertinggi tersebut, acuh tak acuh, tidak peduli, tidak respek dengan permasalahan yang timbul dimasyarakat atau publik. Biarkan permasalahan tersebut berlalu, "anjing menggonggong kapilah berlalu". Apalagi kalau ada resiko atas kepedulian yang dilakukannya!
Bila disimak, terkadang ada hal yang menyedihkan lagi, bila mereka yang sudah meraih "gekar itu" atau peraih JJA tertinggi tersebut, berorintasi untuk mengejar jabatan pada PT tempat mereka bekerja, suatu fenomena yang bukan suatu barang baru. Fenomena yang akan mewarnai belantika dunia pendikan terutama PT.
Memang bisa dimaklumi, mengapa fenomena ini marak? Karena kita sering terjebak dengan persyaratan adminsitrasi "sedikit kaku" . Misalnya, untuk menduduki jabatan ini dan itu, seorang harus memenuhi syarat telah mencapai gelar "D", maaf, kita sudah tidak lagi mengedepankan "profesionalitas", kita sudah tidak lagi memunculkan pertanyaan "you bisa apa". Artinya walaupun you tida bisa apa-apa, asal you sudah menyandang gelar "D", maka you bisa saja diangkat atau ditempatkan pada jabatan ini dan itu. Â
Â
Nilai Akademik harus Dikedepankan.
Dalam rangka menjunjung tinggi etika akademik dan dalam rangka mempertahankan eksistensi PT di negeri ini, maka nilai akademik atau pengetahuan mumpuni tetap harus dikedepankan.
Artinya, bisa saja seorang yang belum menyandang gelar "D", tetapi ia mempunyai kepampuna akademik dan atau menjunjung tinggi nilai akademik, ia bisa ditempatkan pada suatu jabatan tertentu atau bisa saja ia dipercayakan untuk mengerjakan/ditugasi untuk mengerjakan suatu pekerjaan yang idealnya  mempersyaratkan seorang tersebut harus bergelar "D" tersrbut.
Sebagai informasi saja, pengalaman seroang penulis yang belum meraih dan atau belum berkesempatan meraih gelar "D", sebelum gelar "D" mewarnai belantika dunia PT di negeri ini, ia diminta memberikan seminar disana sini, ia diminta memerikan advis di sana sini, ia di minta untuk mengerjakan ini dan itu pada suatu instansi pemerintah dan swasta, namun, setelah sudah banyak insan akademik atau insan PT yang sudah bergelar "D", maka ia mulai tersisihkan, memberi seminar pun sudah jarang, karena mereka yang meminta sebagai pemateri mengutamakan mereka yang sudah bergelar "D" tersebut.
Hanya saja, ia masih bisa memberikan seminat di sana di sini atas permintaannya institusi tenpat ia sebagai tenaga ahli. Sehingga, pihak institusi sering menugaskannya karena ia dipandang mampu mewakili isntusi tersebut.
Padahal dari sisi keilmuan, ia sudah mumpuni, bahkan mungkin tidak kalah dengan mereka sudah memperoleh gelar "D" tersebut. Bahkan ada suatu peristiwa di hadapan audien, mereka yang belum memperoleh atau belum berkesempatan memperoleh gelar "D" tersebut, justru lebih "heboh" digelanggang atau di arena publik. Maaf ini hanya suatu pernyataan pengalanman lapangan saja!, walupun tidak berlaku secara umum.
Â