Bila disimak, mengapa kasus plagiat ini terus berkembang dan mengapa justru yang melakukannya adalah seorang pencedas bangsa pada Perguruan Tinggi (PT) yang akan memburu JJA tertinggi?
Jawabnya, ada hubungan erat dengan cuan yang akan mereka terima bila mereka sudah dapat mencapai JJA tertinggi tersebut, terlepas dari apakah mereka ingin mengembangkan keilmuannya atau akan meningkatkan "pengabdiannya", yang jelas aspek cuan-cuan-cuan sepertinya kental mewarnai fenomena ini.
Betapa tidak, konon jika kita telah mencaai JJA tertinggi tersebut, kita akan memperoleh konpensasi sebagai tunjangan jabatan tersebut, minimal sebesar tiga (3) kali gaji pokok, luar biasa besar bukan?. Jika gaji pokok kita katakanlah sebesar Rp. 5 juta per bukan, setidaknya kita akan memperoleh tunjangan sebesar Rp. 15 juta tiap bulan, menggoda bukan?
Â
Nilai Akademik Terabaikan!
Bila dicermati, fenomena ini sepertinya tidak akan berhenti dan atau terus akan terjadi, bila orientasi kita hanya mengejar cuan-cuan-cuan semata. Cuan memang dibutuhkan dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan ternasuk kebutuhan dalam rangka untuk meningkatkan "eksisitensi diri" kita yang sudah dapat menempuh JJA tertinggi tersebut. Baik kebutuhan dalam rangka untuk membiayai kebutuhan pengembangan ilmu yang akan kita lakukan, seperti peneltiian dan lainnya, dan juga kebutuahan dalam rangka eksisitensi diri dan atau aktualisasi diri.
Seorang yang sudah menyandang gelar "itu" atau memperoleh JJA tertinggi setidaknya performa dan penanpilan harus berbeda, terutama penampilan di mata publik. Tidak mungkin lagi seorang yang sudah bergelar "itu" dan atau telah meraih JJA tertinggi tersebut, harus "naik sepeda kumbang", meminjam lirik lagu iwani fals. Setidaknya sudah harus mengendarai kendaraan roda empat yang sedikit kelihatan "mewah" walaupun tidak bermerek "alphard".
Dengan orientasi demikian, sehingga terkadang nilai akademik dan atau nilai keilmuan yang harus dipertanggung jawabkan sang penyandang gelar atau sang peraih JJA tertinggi tersebut "terabaikan", yang ada nilai bisnis. Terkadang tugas akademik atau tanggung jawab akademik bisa saja ditempatkan pada nomor sekian, yang diutamakan adalah cuan-cuan-cuan.
Â
Hubungan JJA dengan Kontribusi!
Bila disimak, dilapangan (maaf) terkdang apa yang diharapkan publik terhadap seorang yang sudah menyandang "gelar itu" atau meraih JJA tertinggi tersebut menjadi "sirna". Publik mengharapkan permasalahan kemsyarakatan, permasalahan sosial, permasalahan lainnya yang mereka hadapi dapat dibantu penyelesaiannya dengan bekal ilmu yang ada pada penyandang "gelar itu" atau peraih JJA tertinggi tersebut, ternyata terkadang jauh panggang dari api.