Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Fenomena Raffi Ahmad, antara Unsur Akademik dan Bisnis

5 Oktober 2024   08:28 Diperbarui: 7 Oktober 2024   06:56 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mahassiwa lulus dari Kampus Luar Negeri. (Sumber: iStockPhoto/LaylaBird via kompas.com)

Maka baik gelar yang diterima oleh penerima tersebut maupun PT yang mempekerjakan insan akademik yang menerima gelar tersebut, akan dipertanyakan atau  diragukan oleh publik. Kemudian, akan berpengaruh terhadap "kepercayaan" publik kepada PT itu sendiri.

Namun, jika gelar tersebut diberikan kepada anak negeri ini yang bukan insan akademik, lain lagi persoalannya. Penerima gelar saja yang akan menerima cemoohan publik. Bisa saja, dianggap "angin lalu"!

Siapa Salah Siapa Benar.

Bila mau dipertanyakan siapa salah dan siapa yang benar dalam persoalan ini, maka sebenarnya jawabannya sudah ada dalam "benak" kita masing-masing.

Dalam ilmu ekonomi sederhana, pasar atau interkasi atau transaksi ekonomi terjadi karena ada dua pelaku yang sama-sama melakukannya atau sama-sama mengehendakinya, yakni KONSUMEN DAN PRODUSEN ATAU PENJUAL.

Pihak yang memberikan gelar adalah pihak yang menjual atau produsen. Pihak yang menerima gelar adalah pihak yang membutuhkan gelar atau yang akan meminta gelar. Jika salah satu pihak tidak ada, atau jika salah satu pihak tidak menerima, maka pasar atau transaksi tersebut tidak terjadi. Inilah unsur bisnisnya.

Artinya, kita tidak boleh juga sepenuhnya menyalahkan lembaga yang memberikan gelar alias memproduksi gelar,             dan kita tidak boleh juga menyalahkan si penerima gelar. Mengapa?, karena penerima gelar, dilatari berbagai unsur yang dikatakan di atas. 

Bisa saja, karena mau mengangkat "gengsi atau prestise", bisa saja untuk memenuhi syarat "formalitas" di atas kertas yang harus mereka penuhi, karena kita sering terjebak dengan formalitas di atas kertas, bukan?. Tingkat ke-profesionalitas seseorang terkadang kita nomor sepuluhkan.

Maaf, maaf, maaf, hanya mempertegas saja. Contoh, salah satu daerah di negeri ini, mungkin saja di daerah lain juga, disinyalir ada tenaga pencerdas bangsa pada lembaga pendidikan tinggi  yang getol memburu gelar doktor karena orientasinya mau mengejar jabatan ini dan itu. 

Sehingga, terkesan, gelar yang diburunya  bukan untuk menambah ilmu dan penerapan ilmu pasca mereka sudah memperoleh gelar tersebut.

Untuk itu, dalam menyikapi persoalan atau fenomena atau  dinamika ini, kita harus bijak. Sedapat mungkin menseleksi lembaga atau PT yang akan kita buru untuk memperoleh gelar doktor dan lainnya tersebut, baik yang kita buru secara formal maupun kita buru untuk mendapatkan gelar doktor HC dan lainnya tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun