Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Mencermati Survei BI: Uang Masyarakat Miskin Habis untuk Cicilan

11 September 2024   19:04 Diperbarui: 12 September 2024   13:20 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya sering mendengar keluhan seorang pekerja, pada saat ada rekan-nya yang lain mempertanyakan kepada diri-nya,  "kita sudah gajian apa belum?" karena pada saat ia bertanya tersebut adalah tanggal biasanya mereka menerima gaji (misalnya; tanggal 1 setiap bulan). 

Pekerja yang ditanya oleh rekannya tersebut, menjawab, saya tidak memperdulikan sudah gajian atau belum, karena  gaji saya hanya tersisa sedikit, habis untuk membayar cicilan. 

Lantas, saya bertanya kepada pekerja tersebut, lho, untuk Anda makan-minum bagaimana? Oh kalau itu, saya peroleh dari bekerja sampingan pada sore hari (baca: ngojek).

Inilah dinamika yang terjadi, inilah fenomena yang ada, inilah kondisi yang ada, sesama pekerja tidak berdaya menyaksikan fenomena tersebut, karena itu "rana" nya pimpinan tempat mereka bekerja. Kita, paling-paling bisa memberi pandangan atau nasehat keuangan. Itu pun kalau diterima. Kebanyakan dari mereka kurang menerima.

Mengapa Cicilan Menjadi Momok?

Hal mendasar yang menyebabkan para pekerja dan atau kelas menegah bawah harus mencicil tersebut, karena gaji yang mereka peroleh tidak memungkinkan atau tidak cukup untuk membeli secara tunai (cash).

Gaji yang mereka terima sebagian besar masih tergolong "kecil" atau "pas-pas-an", bahkan ada yang masih di bawah Upah Minumum Regional (UMR). Contoh di salah satu kota yang UMR nya sudah mencapai angka Rp 3.500.000,- an per bulan, kebanyakan pekerjanya masih menerima gaji hanya berkisar pada angka Rp. 2.000.000,- an per bulan, bahkan kurang.

Mengapa mereka mau menerima? Karena mereka memahami bahwa mencari kerja itu tidak mudah. Mengapa yang mempekerjakan mereka membayar di bawah UMR? Karena mereka mempunyai alasan, mereka belum mampu membayar standar UMR. Jika pekerja tidak menerima dibayar sebesar itu, mereka mempunyai anggapan orang lain banyak yang mau bekerja, penggangguran masih banyak. Memang, buah silmalakama!

Mereka mau menerima gaji sebesar itu, karena baru kesempatan itu yang mereka dapatkan, karena tidak ada peluang kerja lain bagi mereka. Apalagi jika mereka yang sedang mencari kerja tersebut belum mempunyai keahlian dan pengalaman.

Kemudian, para pekerja kebanyakan hanya mengandalkan gaji semata. Mereka tidak mempunyai "passive income" atau pendapatan pasif, yakni pendapatan yang diperoleh dari sumber keuangan pasif atau tanpa bekerja secara aktif. Misalnya, pendapatan pasif dari menyewakan rumah/toko/dll, atau pendapatan  pasif dari investasi atau lainnya.

Kemudian, tidak sedikit pula para pekerja yang "tidak kreatif", sehabis pulang kerja mereka langsung istirahat, tidak melakukan aktivitas lain yang mendatangkan cuan/rupiah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun