Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Mengapa Aktivitas Bisnis Melimpah tetapi Pertumbuhan Ekonomi Stagnan?

16 Agustus 2024   05:45 Diperbarui: 16 Agustus 2024   13:43 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Amidi

Pasca pandemi, aktivitas bisnis di negeri ini mulai menggeliat. Tidak hanya itu, pelaku bisnis pun terus bertambah. Kini di sudut-sudut kota dipenuhi oleh unit bisnis baru yang didirikan oleh pelaku bisnis, baik di bidang konsumsi, di bidang jasa maupun di bidang lainnya.

Unit Bisnis Tumbuh Subur.

Beberapa tahun terakhir ini, pelaku bisnis ritel modern terus menambah gerainya, dengan program 1.000 gerai. Hal ini di ikuti pula oleh pelaku bisnis minuman dan ice cream. 

Singkat kata program 1.000 gerai/toko/tenant ini, saat ini meramba ke beberapa bidang bisnis yang ada di negeri ini, tak terkecuali bisnis bidang kesehatan yang juga mempunyai program 1.000 klinik.

Begitu juga dengan pelaku bisnis di bidang keuangan. Kini mereka berlomba-lomba mengembangkan usahanya. Jika sebelumnya kita hanya mengenal bank konvensional, kini mereka juga memperluas unit bisnisnya dengan membuka bank syariah. Jika sebelumnya, kita hanya mengenal satu atau dua saja perusahaan asuransi dan leasing, kini perusahaan asuransi dan leasing menjamur.

Jika sebelumnya, kita hanya mengenal pelaku bisnis di bidang transportasi konvensional, kini pelaku bisnis bidang transportasi sudah merambah pada taxi online dan ojek online dan pelaku bisnis yang mengusahakannya pun terus bertambah.

Belum lagi maraknya bisnis digital yang dilakoni oleh beberapa pelaku bisnis yang menjual produk secara online atau bisnis startup. Ada Tokopedia, Bukalapak, Traveloka, Blibli, Ruangguru, Gojek, Halodoc, dan lainnya. 

Idealnya Mendongkrak Pertumbuhan.

Bila dicermati dengan banyaknya pelaku bisnis di negeri ini, paling tidak akan memperbesar penerimaan daerah melalui penerimaan retribusi, pajak, dan meningkatkan penerimaan berbagai sektor ekonomi di negeri ini.

Kemudian dengan adanya pelaku bisnis yang mengelola sumberdaya alam (SDA), akan menciptakan multiplier effect. Multiplier effect merupakan pengaruh yang meluas yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan ekonomi dimana peningkatan pengeluaran nasional mempengaruhi peningkatan pendapatan dari konsumsi. (djkn.kemenkeu.go.id)

Begitu juga dengan nilai tambah (value added) yang tercipta, dari adanya pengelolaan SDA dalam aktivitas bisnis. Dengan semakin tingginya nilai tambah yang tercipta, maka semakin besar pula tambahan nilai dari suatu SDA yang menjadi input dalam proses produksi yang dilakukan oleh pelaku bisnis. 

Mengapa Tidak Mendongkrak Pertumbuhan?

Dengan semakin banyaknya unit bisnis yang dilakoni pelaku bisnis tersebut, idealnya akan mendorong peningkatan pendapatan yang pada akhirnya akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Namun, kenyataannya tidak demikian, mengapa?

Bila dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya, negeri ini berhasil mencatat pertmbuhan ekonomi pada level yang cukup mengembirakan, pernah mencapai angka di atas 6 persen bahkan lebih.

Pada tahun 2007 lalu, negeri ini pernah mencapai prestasi yang menggembirakan yakni ekonomi nasional tumbuh 6,35 persen bahkan pernah mencapai angka di atas 7 persen. Sementara beberapa tahun terakhir ini pertumbuhan ekonomi hanya berkisar pada angka 4,8 sampai 5,3 persen (databoks.katadata.co.id)

Banyak faktor yang menyebabkannya, faktor dominan adalah "nyunsepnya" konsumsi rumah tangga, terlebih konsumsi kelas menengah bawah. Sehingga, walaupun unit bisnis yang dilakoni pelaku bisnis di negeri ini terus bertambah, namun tidak signifikan mendorong "melesatnya" pendapatan.

Jika dibandingkan dengan kondisi perekonomian yang bisa tumbuh di atas angka 7 persen tersebut, konsumsi rumah tangga dan atau konsumsi kelas menengah bawah memang sedang "moncer". Dari angka pertumbuhan tersebut hampir separuhnya disumbang oleh pertumbuhan konsumsi.

Kemudian turunnya daya beli atau konsumsi tersebut, ada hubungannya dengan investasi yang kita lakukan. Investasi memang terus meningkat, namun tidak secara signifikan mendongkrak konsumsi. Investasi lebih berorientasi pada pembangunan infratsruktur jalan, bandara dan infrastruktur yang menelan dana yang tidak kecil. Investasi yang berorientasi padat karya masih minim.

Belum lagi, bila dihubungkan dengan pembangunan infrastruktur yang dananya diperoleh dari utang, maka akan berdampak pada beban pengeluaran pemerintah untuk membayar utang menjadi lebih berat dan akan mempengaruhi akvitas ekonomi itu sendiri.

Jika investasi mengarah pada banyaknya tenaga kerja yang dapat diserap, maka akan mendorong masyarakat untuk meningkatkan konsumsi. Meningkatnya pertumbuhan konsumsi akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Belum lagi, adanya kasus pelarian dana ke luar negeri (capital flight). Pelarian dana ke luar negeri akan menggerus konsumsi dalam negeri, konsumsi akan lari ke luar negeri. Dengan demikian, perolehan pendapatan pelaku bisnis oleh pihak luar maupun pihak dalam negeri sendiri tidak banyak memberi dampak terhadap pertumbuhan ekonomi.

Selanjutnya, multiplier effect dan nilai tambah yang tercipta sampai saat ini dirasakan belum maksimal. Kebanyakan pelaku bisnis menjual produk jadi,dan kegiatan ekspor yang mereka lakukan kebanyakan produk primer atau berupa bahan baku bukan produk jadi. Sehingga, nilai jual dari suatu produk primer tersebut jauh lebih kecil dibandingkan bila kita melakukan ekspor produk jadi. Belum lagi, kendala daya saing yang terus menghantui pelaku bisnis negeri ini. 

Solusi. 

Langkah utama harus dilakukan adalah memperbaiki kesalahan manajemen dalam pengelolaan potensi SDA yang ada di negeri ini dan sedapat mungkin melakukan perubahan sistem ekonomi yang kita lakoni ke sistem ekonomi yang dapat mendorong optimalisai potensi yang dimiliki.

Perlu adanya pengaturan dunia bisnis yang sedang marak saat ini, tidak salah jika kita terus menelorkan regulasi dan atau kebijakan yang mendorong terciptanya iklim bisnis yang kondusif dan berdaya saing sehat. 

Sedapat mungkin, mengatur unit bisnis baru dan yang sudah ada di negeri ini, agar tidak mematikan unit bisnis yang sudah ada dan agar unit bisnis baru tetap eksis dan "bermesraan" satu sama lainnya.

Kemudian agar pertumbuhan ekonomi naik, maka tambahan investasi mutlak harus dilakukan. Ekonom dan Co-founder Creco Research Institute M. Chatib Basri mengatakan negeri ini perlu adanya tambahan capital (investasi) baru yang dibutuhkan untuk menambah pertumbuhan PDB. Ia mensitir angka Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia 6,8 persen, maka untuk mendorong pertumbuhan ekonomi mencapai 7 persen perlu tambahan investasi sebesar 47 persen dari PDB (kompas.com, 22 November 2023)

Memang buah simalakama, disatu sisi pertumbuhan ekonomi tinggi tersebut membutuhkan tambahan investasi yang tidak kecil, sementara sumber dana yang kita miliki terbatas. 

Untuk memperoleh dana dari sumber utang, utang negeri ini sudah melebihi ambang batas, sementara untuk mendorong invesatsi dari luar, negara penyandang dana sedang mengalami kontraksi ekonomi, belum lagi adanya kendala daya darik invesatsi untuk masuk ke negeri ini.

Untuk itu, dalam jangka pendek, sedapat mungkin kita mendorong konsumsi kembali "moncer" dan meningkatkan multiplier effect serta meningkatkan nilai tambah yang akan tercipta, sembari terus berbenah memperbaiki manajemen dan sistem ekonomi dan pengelolaan negeri ini. Selamat Berjuang!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun