Namun, untuk bantuan bibit dan pupuk ini, harus hari-hati. Bisa saja bantuan yang akan kita berikan kepada petani tersebut tidak tepat sasarannya. Misalnya bantuan bibit dan pupuk tersebut kita berikan sudah melewati musim atau tidak tetapt waktu dan sasaran.
Jika ini yang terjadi, maka bibit memang tetap diterima petani, namun tidak untuk ditanam, tetapi bibit mereka simpan atau bisa saja mereka jual. Misalnya bibit jagung, karena sudah melewati musim, maka bibit jagung tersebut mereka simpan saja atau bisa saja mereka jual.
BLT, sebenarnya masih bisa dilanjutkan asal efektif. Mulai dari proses penetapan siapa yang akan menerima bantuan, sampai pada bantuan akan diserahkan dan digunakan, semua harus berjalan sesuai dengan harapan, dan atau harus sesuai dengan tujuan yang sudah digariskan dalam program tersebut.
Bagi saudara kita yang kelebihan rezeki, sedapat mungkin kita dorong dan diharapkan dengan kesadaran mereka yang tinggi, untuk berbagi, melakukan kegiatan filantrofi, mereflesikan sifat kedermawanan-nya kepada masyarakat miskin tersebut.
Kemudian program CSR yang merupakan kewajiban bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan non BUMN yang merasa mampu memberikan bantuan, bisa dilanjutkan. Hanya perlu pembenahan disana sini saja, agar CSR berjalan dengan baik, merata dan tidak tumpang tindih.
Dalam agama Islam dan mungkin agama lainnya, bagi umat diwajibkan untuk berbagi, mengeluarkan sebagian rezeki, uang dan atau barang yang mereka miliki. Potensi berbagi ini luar biasa, dalam agama Islam potensi berbagi ini mencapai ratusan triliun rupiah, baru terealiasai hanya sekitar 10 persen saja. Suatu potensi yang luar bisa, bukan?
Bantuan sarana dan prasana serta modal kepada masyarakat miskin yang melakoni bisnis skala kecil-kecilan harus tetap dilakukan dan ditingkatkan. Jika kita mengandalkan persyaratan yang diminta lembaga keuangan (bank), dapat dipastikan mereka tidak dapat memenuhinya. Untuk itu harus ada penjamin, penjaminnya yang lebih memungkinkan adalah pemerintah.
Selanjutnya, dalam mengentaskan kemiskinan ini, bisa juga dilakukan bantuan akses pasar dan bantuan manajemen kepada masyarakat miskin yang melakoni bisnis skala kecil-kecilan, seperti warung mini, penjual sayur, pedagang Kaki Lima, pedagang asongan dan lainnya.
Mereka membutuhkan sentuhan tangan dan pemikiran serta kekuasaan kita, agar mereka dapat seluas-luasnya bisa mengakses pasar. Kita tahu saat ini mereka mulai tergerus oleh pelaku bisnis skala besar, ditambah lagi pelaku bisnis tersebut yang seakan-akan membatasi ruang gerak mereka.
Pelaku bisnis skala besar terkadang bebas membuka (jam buka-tutup) operasional unit bisnisnya, padahal untuk memberi kesempatan kepada pelaku bisnis skala kecil-kecilan tersebut dalam memburu konsumen, sebaiknya diberlakukan dengan ketat jam buka dan tutup pada waktu yang sudah ditetapkan.
Untuk itu tidak salah, jika kita kembali menertibkan jam buka-tutup pada mereka, agar pelaku bisnis skala kecil-kecilan yang dilakoni masyarakat yang tergolong miskin, yang menggelar barang dagangannya hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tersebut dapat bertahan.