Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Jangan Jadikan Momentum Ramadhon Untuk Mengelabui Konsumen yang Tak Berdaya!

12 Maret 2024   06:15 Diperbarui: 12 Maret 2024   06:38 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Entrepreneur. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcomp

oleh Amidi


 Saya mencermati, tidak sedikit di kalangan konsumen negeri ini dalam membeli suatu produk, "kecewa", karena  produk yang dibelinya, pada saat mau dikonsumsi ternyata tidak memuaskan. Berbagai indikasi yang mengemuka, ada konsumen yang membeli produk, terutama makanan/minuman,  ternyata  sudah kadaluarsa (expired), ada konsumen yang membeli suatu produk, terutama  makanan/minuman ternyata setelah dikonsumsi  "mengganggu" kesehatan, dan masih ada lagi kasus "kekecewaan" yang dialami konsumen.

 Berdasarkan pengalaman, di kalangan konsumen, apabila mereka menghadapi kasus tersebut, mereka tidak bisa berbuat banyak, paling-paling mereka  "menggerutu", atau  "mendiamkan saja kasus tersebut". Sepertinya mereka berada dalam posisi yang tidak  "berdaya".

Dalam momentum Ramadhon, biasanya kasus-kasus tersebut sering sekali dihadapi oleh konsumen. Kasus-kasus yang menerpa konsumen pada hari-hari biasa, biasanya  akan lebih banyak lagi terjadi pada momen dibulan Ramadhon ini,

            Kasus Penyimpangan/Pelanggaran.

Dalam melakoni unit bisnis-nya, tidak sedikit pelaku bisnis yang entah sengaja atau tidak, melakukan tindakan yang melanggar etika bisnis yang berlaku, baik pelanggaran terhadap produk yang mereka tawarkan/jual maupun pelanggaran terhadap hak-hak konsumen.

Produk, terutama makanan/minuman yang mereka tawarkan/jual  disinyalir sudah kadaluarsa (expired), apalagi pada kemasan makanan/minuman tersebut tidak tercantum atau tidak dicantumkan masa pakai atau tanggal kadaluarsa-nya.

 Kemudian, ada lagi tindakan,  mencampur produk yang baik dengan produk yang kadaluarsa dan atau produk yang rusak, bisanya  terdapat pada makanan/minuman yang dijual dalam bentuk kemasan "parcel" di momen bulan Ramadhon ini.

Begitu juga para pelaku bisnis skala kecil atau pedagang Kami Lima (K-5) yang menggelar barang dagangannya, seperti buah, di atas nya buah yang manis atau buah yang baik sementara pada bagian dalam buah yang masam atau yang rusak/jelek.

Produk makanan/minuman yang ditawarkan/dijual terindikasi menggunakan bahan pengawet dari bahan berbahaya atau adanya kandungan bahan kimia atau senyawa kimia pada kemasan atau pada produk yang ditawarkan/dijual, dan adanya indikasi mereka  menggunakan pewarna makanan/minuman dari bahan  pewarna kain, serta masih ada lagi indikasi tindakan yang dilakukan pelaku bisnis atas penyimpangan/pelanggaran etika bisnis, dalam atribut produk makanan/minuman  tersebut.

Indikasi adanya tindakan mencampur produk halal dengan produk yang tidak halal. Tidak jarang daging sapi yang ditawarkan/dijual tersebut, mereka campur dengan daging hewan yang diharamkan  dalam syariat agama orang yang sedang menjalankan ibadah puasa tersebut.

 Kemudian adanya indikasi tindakan yang dilakukan mereka agar makanan/minuman yang mereka tawarkan "sedap", mereka  menambahkan bahan atau bumbu penyedap yang berlebihan, sehingga akan menimbulkan efek buruk bagi kesehatan baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Tindakan menaikkan harga seenaknya atau semau-nya, bukan rahasia umum. Momen Ramadhon ini sudah menjadi kesempatan emas, para pelaku bisnis untuk menaikkan harga-harga barang atau jasa yang mereka produksi atau mereka jual. Seiring dengan meningkatnya permintaan, biasanya pelaku bisnis berlomba-lomba menaikkan harga barang/jasa yang mereka tawarkan tersebut.

Kenaikan harga tersebut, terkadang tidak rasional lagi, kenaikan harga sampai mencapai angka 20 sampai 40 persen dari harga normal pada hari-hari biasa. Kenaikan harga barang/jasa tersebut, memberatkan konsumen kelas menengah ke bawah.

 

            Hak Konsumen Terabaikankan. 

 

Berdasarkan pengalaman tahun-tahun lalu, selain pelaku bisnis berlomba-lomba melakukan tindakan penyimpangan/melanggar etika bisnis, mereka juga terkadang "mengangkangi" hak-hak konsumen. Seharusnya  konsumen memperoleh hak-hak nya dalam berbelanja atau dalam membeli suatu barang/jasa, namun hak-hak tersebut terkadang tidak diperlakukan sebagaimana mestinya.

Secara umum hak konsumen tersebut meliputi;

Didalam kompas.com,  29 April 2022, dipaparkan bahwa  hak-hak konsumen menurut Undang-undang Perlindungan Konsumen adalah;

* Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

* Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa  tersebut sesuai  dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

* Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

* Hak untuk didengar pendapat  dan keluhan atas  barang dan/atau jasa  yang digunakan;

* Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya  penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

* Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

* Hak untuk diperlakukan  atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

* Hak untuk mendapatkan  kompensasi, ganti rugi dan/atau pengggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

* Hak-hak yang diatur dalam ketentuan  peraturan perundang-undangan lainnya.

            Junjung Tinggi Etika Bisnis.

Baik dalam momen hari-hari biasa, maupun momen Ramadhon ini, idealnya konsumen harus diposisikan sebagai bagian integral unit bisnis para pelaku bisnis. Sadar atau tidak,  bahwa unit bisnis kita bisa maju dan berkembang, karena  tidak terlepas dari peran konsumen selaku pihak yang membeli produk yang kita tawarkan, tidak terlepas dari peran konsumen sebagai pihak yang menentukan bertahan atau tidaknya unit bisnis kita.

           

Dalam rangka mempererat hubungan harmonisasi antara pelaku bisnis dengan konsumen, maka tidak ada pilihan, pelaku bisnis harus menjalankan dan atau menjunjung tinggi etika bisnis yang berlaku.

Barang dan jasa yang kita produksi atau kita jual, sudah selayaknya adalah produk yang diprosuksi dengan menggunakan bahan baku yang baik agar produk yang kita hasilkan tersebut juga akan  baik, sehingga  tidak mengecewakan konsumen.

Apabila produk yang kita produksi tersebut sudah dilakukan dengan proses yang baik, selain produk tersebut akan baik, akan menyenangkan konsumen, akan memuaskan konsumen, juga akan memberi "keberkahan" bagi pelaku bisnis yang memproduksinya.


Dengan demikian, maka akan tercipta pula "kemesraan" antara pelaku bisnis dan konsumen. Konsumen tidak hanya dilayanai dengan baik, tetapi konsumen juga diposisikan pelaku bisnis sebagai "raja", yang memang perlu dipenuhi apa mau-nya konsumen, termasuklah memanjakan konsumen dalam berbelanja, sehingga kita semua akan merasa better-off, dan senantiasa merasa senang. Semoga!!!!!!!!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun