Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Mari Kita Memerdekakan Pedagang Kaki Lima

18 Agustus 2023   15:14 Diperbarui: 25 Agustus 2023   08:16 862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penjual makanan pinggir jalan. (Sumber: SHUTTERSTOCK/JON CHICA) 

Pandemi yang melanda dunia dan negeri ini memberi imbas kepada terkoreksinya pertumbuhan ekonomi (pertumbuhan minus dan kini kembali plus namun belum normal), pelaku usaha tidak sedikit menutup usahanya alias colaps. 

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terjadi dibeberapa unit usaha dan terjadi dimana-mana bahkan sampai saat ini masih saja pelaku usaha melakukan PHK ("seenaknya dewek") , sehingga tidak heran kalau jumlah pengangguran terus bertambah.

Pengangguran tidak hanya terjadi dimasa dan pasca pandemi, namun jauh sebelumnya jumlah penagguran, memang sudah melanda negeri ini. 

Lapangan pekerjaan disektor formal belum mampu menampung/menyerap anak negeri ini yang menganggur tersebut, sehingga jalan pintas yang mereka bisa lakukan adalah mengisi atau bekerja di sektor informal, seperti menjadi pedagang kaki lima (pedagang K-5).

Tidak heran kalau pasca pandemi tidak sedikit anak negeri ini bergadang di K-5 tersebut, selain memang sektor informal (pedagang K-5) ini memang mudah untuk dimasuki/dilakoni.

Juga adanya kebebasan untuk pelakunya untuk masuk pasar (free entry) dan keluar pasar (free exit). Kini disudut-sudut kota, di tepian jalan, di terminal, di halte-halte, di sekitaran pasar,disekitaran kantor dan toko dipenuhi oleh pelaku usaha (pedagang K-5) tersebut.

Uniknya pedagang K-5 ini biasanya menggelar barang dagangannya di tempat-tempat keramaian atau kerumunan, di mana ada keramaian di sana mereka memburu lokasi tersebut, karena disana dipastikan akan ada calon konsumen-nya.

Misalnya di kawasan kampus terkadang sepanjang bibir jalan berderet memanjang lapak-lapak, tenda-tenda atau tenant sederhana digelar mereka, karena mereka tau disana tempat lalu lalang mahasiswa. 

Begitu juga dengan di depan atau isekitar halaman rumah sakit, di situ pula mereka berderet berjualan, karena mereka tahu keluarga pasien yang menunggu keluarganya sakit akan "berbelanja" makanan dan minuman. 

Bisa juga pada saat ada hajatan (acara wisuda di gedung, acara resepsi, dan lainnya), pegadang K-5 berlomba-lomba menggelar barang dagangannya disekitar lokasi tersebut.

Bulan-bulanan Pemerintah Daerah (Petugas)

Bila kita cermati pedagang K-5 tersebut ada yang menggelar barang dagangannya pada lokasi permanen (menetap) dan ada yang tidak menetap atau berpindah-pindah (mobile) dan lazimnya, baik mereka yang menetap maupun mereka yang tidak menetap tersebut, tidak mempunyai izin usaha dan izin lokasi. Mereka memilih lokasi "semaunya" saja.

Nah, akibat tempat usaha yang tidak resmi tersebut, tempat usaha yang menggunakan atau menyita fasilitas publik tersebut, sehingga mereka terkadang "menjadi bulan-bulanan" petugas ketertiban-pemerintah daerah. 

Pagi ini mereka "dirazia" bahkan terkadang barang dagangan mereka diangkut petugas, nanti tidak lama kemudian, apabila petugasnya sudah tidak ada di tempat, kembali mereka menempati tempat semula yang dilarang tersebut.

Kondisi ini terus berlangsung, terlebih apabila pemerintah daerah akan melakukan penertiban terhadap pedagang K-5 yang menggunakan atau menyita fasilitas publik tersebut. 

Misalnya pada saat pemerintah kota akan mempersipakan diri untuk dinilai tim pemberian pengharaan kota tertib dan bersih atau dalam rangka mendapatkan penghargaan "adipura".

Pada saat itu pemerintah kota mulai intensif melakukan penertiban yang dikenal dengan operasi yustisi atau apa pun namanya, agar pedagang K-5 tersebut tidak merusak pemandangan dan tidak membuat semerawut wajah kota.

Pada bagian lain, bisa juga mereka "digaruk" atau diangkut atau ditertibkan pada saat akan ada tamu kenegaraan atau pembesar lainnya yang akan berkunjung pada kota tersebut. Walaupun ini sifatnya musiman, namun membuat mereka "kalang kabut".

Langkah Memerdekan Mereka.

Dengan demikian, pedagang K-5 seakan-akan belum merdeka, tidak tenang, tidak nyaman, tidak bebas melakoni unit usahanya (terlepas memang ada tidaknya kontradiksi). 

Kondisi ini mereka akan rasakan terus menerus, sepanjang kita belum memposisikan mereka juga sebagai komponen pelaku ekonomi lainnya dan memposisikan mereka sebagai subjek pembangunan ekonomi negeri ini.

Untuk itu, di bulan Agustus sebagai bulan negeri ini memperingati atau merayakan hari kemerdekaannya yang ke 78 ini, sudah selayaklah kalau kita me-merdeka-kan mereka.

Dengan kata lain, selayaknyalah kita memosisikan mereka sebagai bagian dari penyumbang pendapatan negeri ini, alias selayaknyalah kita mempertahankan mereka dengan memberi solusi agar mereka bisa tetap berdagang.

Dari aspek ekonomi, mereka juga kita butuhkan, selain mereka dapat mengurangi jumlah pengangguran, mereka juga ikut andil dalam menggerakkan roda perekonomian di negeri ini dan lebih jauh lagi dari aspek sosial, mereka pun ternyata dapat menciptakan stabilitas yang memang kita butuhkan.

Dengan mereka malakoni unit usahanya, mereka tidak sempat berpikir "kotor dan negatif" yang ada mereka berkonsentrasi untuk berupaya agar barang dagangannya "laku" terjual sampai habis. Mereka setiap hari hanya terkonsentrasi memikirkan bagaimana mereka dapat memenuhi kebutuhan diri sendiri dan keluarganya.

Bagaimana Sebaiknya?

Jika selama ini pedagang K-5 tersebut menggunakan/menyita fasilitas publik, karena selain mereka memang harus memburu konsumen di lokasi-lokasi tersebut juga karena mereka memang tidak mampu/ tidak memiliki tempat permanen karena tidak mampu menyewa, alias karena keterbatasan modal yang mereka miliki.

Untuk memerdekakan mereka agar mereka tenang melakoni unit usahanya, agar mereka leluasa memburu konsumennya. 

Misalnya bagi mereka yang menggelar barang dagangannya alias berjualan di tepi/dibibir jalan, setidaknya harus ada pertolongan oleh institusi yang ada disekitar lokasi tersebut untuk mengajak mereka masuk dalam halaman institusi tersebut (Kantor/Sekolah/Perguruan Tingg/dan lain-lain).

Jadi, dengan memberi tempat atau space tanpa dipungut bayaran atau boleh mereka membayar berdasarkan kemampuannya alias ala kadarnya.

Pemerintah diharapkan dapat membantu dari sisi permodalan/peralatan (gerobak, tenant, lapak, tenda) atau penyediaan tempat berdagang yang beroreintasi pada pasar (dekat dengan keramaian).

Sedangkan pihak pelaku usaha besar dan BUMN, mari kucurkan terus menerus Corporate Social Responsility (CSR) dalam bentuk bantuan permodalan/peralatan dan fasilitas lainnya termasuk pembinaan manajemen yang melibatkan Perguruan Tinggi. 

Saya melihat baru pelaku usaha tertentu, seperti perusahaan "rokok"yang telah peduli membuatkan mereka grobak, itupun karena tak terlepas dari unsur "promosi" yang melekat pada grobak yang diberikan terssebut.

Ke depan ini, selain mewajibkan aspek kelayakan suatu bangunan, analisa dampak lingkungan, dampak lalu lintas dan lainnya, mungkin perlu juga diwajibkan ada semacam penyediaan tempat sektor informal (pedagang K-5) untuk berdagang di tempat tersebut dengan memungut sewa ala kadarnya.

Memang selama ini hal tersebut disediakan, namun lebih kental dengan unsur "bisnisnya", sehingga mereka terkadang tidak mampu membayar sewanya. 

Kalaupun mereka memaksakan untuk membayar sewa, karena dirasakan "mahal", biasanya tidak lama kemudian mereka "hengkang". 

Akhirnya mereka kembali berkeliaran disudut-sudut kota yang nota bene akan mengganggu ketertiban dan keindahan kota kembali.

Terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah, kita harus memahami bahwa pedagang K-5 ini memang dibutuhkan konsumen dengan kelompok/segmen konsumen tertentu.

Karena konsumen yang demikian yang menjadi "bidikan" pedagang K-5 tersebut, dan pedagang K-5 memang kita butuhkan untuk membantu keberlangsungan hidup mereka/keluarga-nya serta dalam melengkali pelaku pasar yang ada, agar pasar menjadi "semarak". Selamat Berjuang!!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun