Pasca pandemi, pelaku usaha mulai bergairah menjalankan unit usahanya, baik unit usaha yang sudah berjalan maupun unit usaha yang baru didirikan/dibuka.Â
Unit usaha yang baru tersebut didominasi oleh unit usaha bidang kuliner, baik yang berada di Kota Palembang sendiri tempat penulis bermukim maupun di kota-kota lain yang tersebar di negeri ini.
Bila kita simak, memang unit usaha dibidang kuliner tersebut tidak signifikan pengaruhnya walaupun negeri ini dilanda pandemi beberapa waktu yang lalu, di masa pandemi pun ada unit usaha dibidang kuliner tetap eksis, hanya intensitasnya yang sedikit menurun.
Namun, begitu pandemi sudah berakhir unit usaha dibidang kuliner ini kembali marak. Hal ini, sangat memungkinkan, karena ada atau tidak ada pandemi, dengan kata lain kapan saja, dimana saja, anak negeri ini tetap saja mau makan/minum, sehingga unit usaha dibidang kuliner tetap saja bergairah.
Dalam perkembangnya, tidak hanya unit usaha bidang kuliner yang tetap bertahan dan terus berkembang, tetapi unit usaha bidang lain pun demikian.Â
Misalnya, unit usaha dibidang perdagangan ritel, unit usaha dibidang hotel dan pariwisata, unit usaha dibidang kesehatan, unit usaha dibidang pendidikan dan unit usaha lainnya.
Unit usaha yang ada tersebut, selain eksis dan bertahan ditengah persaingan yang semakin "tajam/ketat", ada juga yang "viral".Â
Dengan adanya kemudahan menggunakan dan atau mengakses media sosial yang ada, maka dengan mudah pula pelaku unit usaha tersebut mem "viral" kan produk atau barang dan jasa yang ditawarkannya/dijualnya.
Bila dicermati, tidak hanya pelaku usaha besar dan pelaku usaha modern saja yang dapat mem-"viral"-kan produk-nya, tetapi pelaku usaha kecil dan pelaku usaha tradisional pun dapat juga melakukan hal yang sama.Â
Misalnya dikawasan kampus tempat saya mengabdi, ratusan konsumen rela meng-antri untuk membeli es jagung yang sudah "viral" tersebut (disebut es viral), sehingga tidak heran kalau dikawasan tersebut setiap hari kita disuguhi pemandangan konsumen antri untuk membeli es jagung tersebut.
Pendatang Baru akan Hadir
Bila ditilik dari pelaku usaha dibidang kuliner es jagung tersebut, ia merupakan pelaku usaha baru (pendatang baru) dibelantika unit usaha tradisonal (kaki lima-K5).Â
Memang sebelumnya sudah ada bahkan sudah banyak yang menjual es jagung tersebut. Namun, karena es jagung yang "viral" tersebut berbeda dari sisi ramuan dengan es jagung yang sudah ada, dan karena ia terlanjur "viral",.
Maka ia tergolong pendatang baru yang digandrungi, wajar kalau konsumen ingin tahu dan atau ingin merasakan citra rasa-nya, sehingga mereka berbondong-bondong mendatangai gerai mini es jagung tersebut, tak ayal lagi terjadi antrian panjang.
Ini baru satu contoh pendatang baru selaku pelaku usaha tradisonal yang mampu menyingkirkan lawan atau pesaingnya yang sudah eksis sebelumnya.Â
Tidak hanya itu, masih ada lagi pelaku usaha baru sekelas pelaku usaha tradional lainnya, juga dapat melakukan hal yang demikian.
Kemudian pelaku usaha besar dan atau pelaku usaha modern pun ikut menjadi pendatang baru, membuka usahanya, memperluas usahanya dikota atau ditempat lainnya. Misalnya di Solo akan hadir pendatang baru yakni pelaku usaha dibidang perdagangan ritel modern.
Berdasarkan informasi bahwa akan hadir di Sola unit usaha ritel terbesar di Asia yakni LULU HIPERMARKET, dengan kisaran investasinya sebesar Rp. 58 miliar yang konon pemiliknya berasal dari Uni Emirat Arab (UEA) dan lokasinya direncanakan di Kecamatan Jebres. (joglosemamews.com, 2022)
Begitu juga dengan unt usaha dibidang kesehatan, seperti di Palembang saja, tidak lama lagi akan hadir pelaku usaha selaku pendatang baru dibidang kesehatan yakni akan didirikannya Rumah Sakit (RS) bertaraf internasional dikawasan yang sangat startegis bahkan dekat dengan bandara Internasional di Palembang.
Unit usaha dibidang pendidikan pun tidak mau kalah, pelaku usaha-nya mulai merancang pengembangan atau ekspansi ke kota-kota lain dinegeri ini bahkan unit usaha dibidang pendidikan yang ada diluar negeri pun sudah mulai melirik pangsa pasar yang ada di negeri ini.Â
Dengan demikian, berarti tidak lama lagi akan hadir pelaku usaha sebagai pendatang baru yang akan mendirikan unit usaha dibidang pendidikan (Perguruan Tinggi-PT) yang bergengsi yang pemiliknya nota bene dari luar negeri.
Sebelumnya, sudah saya kemukakan bahwa saat ini pelaku unit usaha modern berlomba-lomba melakoni bidang pelaku usaha tradisional (lihat Amidi dalam kompasiana.com, 06 Agustus 2023).Â
Sebenarnya mereka ini merupakan pendatang baru selaku usaha modern dibidang perdagangan ritel (sayur, buah, cat, bahan bangunan dan lainnya). Dalam hal ini jelas yang merasa disaingi adalah pelaku usaha tradional (buah, sayur, cat, bahan bangunan dan lainnya).
Nah, tunggu sebentar lagi pelaku usaha modern tersebut pun akan disaingi kembali oleh pelaku usaha (pendatang baru) yang sejenis yang kapasitasnya lebih besar lagi dari mereka.
Bagitu juga dengan pendatang baru yang sebentar lagi akan hadir, misalnya pelaku usaha dibidang kesehatan (alat-alat kesehatan) dan pendidikan yang lain yang lebih spesifik.Â
Singkat kata, pelaku usaha dibidang-bidang tersebut yang sudah eksis saat ini, sebentar lagi akan tersisi, bila tidak bisa bertahan ditengah gempuran persaingan pelaku usaha pendatang baru yang nanti-nya akan hadir.
Apa yang harus dilakukan?
Jika kita cermati secara seksama, pelaku usaha yang sudah ada pun sudah terlihat saling "mengancam", apalagi nanti hadir pendatang baru, seperti usaha dibidang perdagangan ritel, kesehatan dan pendidikan.Â
Beberapa tahun terakhir ini antar mereka sudah berlomba-lomba saling memburu konsumen. Misalnya antar perdagngan ritel modern sendiri dan dengan perdagangan ritel tradisional. Misalnya dibidang kesehatan, RS yang pemodal kuat mengalahkan RS pemodal lemah.Â
Misalnya dibidang pendidikan, PT Negeri sudah membuka kelas sore yang menyebabkan jumlah mahasiswa masuk ke PT swasta terkoreksi alias turun.
Dalam menyikapi fenomena ini, setidaknya harus ada langkah antisipasi agar pelaku usaha besar tidak mematikan pelaku usaha menengah/sedang dan pelaku usaha menengah/sedang tidak mematikan pelaku usaha kecil (UMKM)
Pertama. Pelaku usaha yang sedang eksis dan viral sekarang harus mempersiapkan diri dari segala aspek termasuk aspek visioner yang harus terpatri dalam jajaran manajemen, sebelum pelaku usaha selaku pendatang baru tersebut benar-benar hadir di negeri ini atau di daerah ini.
Kedua. Pihak yang berkompeten harus sigap membaca fenomena baru ini, pelaku usaha selaku pendatang baru yang akan hadir nanti.
Apakah tidak sebaiknya mulai saat ini sudah disiapkan regulasi khusus atau peraturan-peraturan tertentu yang menggiring semua pelaku usaha yang sudah ada dan pelaku usaha selaku pendatang baru tersebut tetap dapat hidup berdampingan, satu sama lain saling mendukung dan saling melengkapi.
Ketiga. Bila kita menolak pelaku usaha selaku pendatang baru tersebut, rasanya sulit, bila kita berkaca dengan kondisi negeri ini saat ini, apalagi kalau kita mencermati hadirnya unit usaha dinegeri ini selama ini.
Apalagi bila mereka sudah dapat memenuhi semua persyaratan (perizinan dan non persiizinan) yang kita berlakukan dan apalagi mengingat memang negeri ini masih membutuhkan investasi agar terus masuk.Â
Untuk itu paling tidak ada semacam kontrol yang kuat, bila ada sinyal membahayakan terhadap pelaku usaha yang sudah ada, segera melakukan tindakan pencegahan.
Terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah jauh sebelumnya, sebelum memberi izin (persizinan dan non perizinan) kepada unit usaha yang sudah hadir/berdiri dan akan hadir/berdiri selaku pendatang baru, benar-benar harus mempertimbangkan kemungkinan dampak negatif yang akan timbul selain dampak positif yang dapat kita petik.Â
Saya yakin kita tidak ingin anak negeri ini usaha-nya tersisi dinegerinya sendiri. Saya yakin kita tidak tega jika investasi yang masuk mengorbankan pemodal kecil.Â
Saya yakin kita tidak bahagia jika kita hanya mengandalkan kontribusi dari pelaku usaha besar yang sudah dan akan hadir nanti, sementara akan mengorbankan pelaku UMKM yang dilakoni anak negeri ini. Selamat Berjuang!!!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H