Sampai-sampai tidak berasa satu cerpen telah tuntas dibaca. O, tidak. Sebenarnya dua cerpen. Sebelum Papa Seno mengisi materi, kelas didahului dengan pembacaan cerpen oleh Mas Bamby. Dua cerpen berbeda, tetapi memiliki daya pikat yang kuat karena ditulis dengan kata-kata penuh irama. Dalam istilah Papa Seno, musikalitas kalimat.
Nah, itu dia resep kedua yang beliau beberkan ke hadapan peserta. Kalimat ditata dengan baik sehingga pembaca tidak bosan, sebut saja musikalitas kalimat. Cerpen yang beliau baca memang dipenuhi repetisi atau pengulangan. Baik pengulangan kata maupun pengulangan kalimat. Namun, tidak mencuat rasa jemu.Â
Resep musikalitas kalimat ternyata manjur untuk mengikat atensi pembaca. Menurut beliau, usahakan ada nada dan irama yang terjaga dan tertata rapi.
Lebih lanjut, beliau membabarkan bahwa nada dan irama itu tidak harus dengan bahasa yang berbunga-bunga atau berbusa-busa. Tidak apa-apa memakai bahasa sederhana yang sering dipakai sehari-hari, asalkan terjaga dan tertata.Â
Pada saat membaca ulang, kita merasakan semacam ketukan dalam kepala: trek tek-tek, trek tek-tek, trek tek-tek-tek. Begitu berulang-ulang.
Menulis kok mikirin teknik. Begitu tutur sastrawan yang masih enerjik itu. Menulis ya menulis, teknik tergali dari seberapa sering kita menulis.
Begitu jawaban penutup Papa Seno atas pertanyaaan peserta, Eka, tentang teknik beliau dalam menggunakan pengulangan pada kata atau kalimat tertentu. Eka mengajukan pertanyaan tersebut karena, katanya, sering mendengar kritik atas repetisi atau pengulangan.
Format belajar memang sengaja disusun dalam bentuk obrolan. Peserta bertanya dan Papa Seno menjawab. Sebenarnya saya juga punya beberapa pertanyaan yang sangat ingin saya ajukan kepada beliau. Satu di antaranya sudah saya ajukan saat membuka sesi Kelas Menulis Fiksi. Ceritakan kepadaku tentang ketakutan. Pertanyaan tersebut menganjur di benak saya saat menulis Penembak Misterius dan Seno Gumira Ajidarma.
Namun, selaku moderator, saya harus mendahulukan kepentingan peserta. Butuh beberapa jenak menunggu hingga Munir mengacungkan tangan. Munir menanyakan resep Papa Seno dalam menutup cerita, termasuk soal menyusupkan pesan ke dalam cerita.
Cerpenis yang menciptakan tokoh legendaris, Sukab, menjawab dengan lugas terkait pelesapan makna. Pertama, sampaikan secara langsung jika itu keinginan penulis. Kedua, sampaikan secara samar atau tersirat dan biarkan pembaca menemukan makna yang diinginkan. Ketiga, biarkan pembaca merdeka dalam memaknai cerita.