Masyarakat tentu punya alasan lain untuk menyebarkan kasak-kusuk tidak sedap. Florentino dan Fermina sudah sama-sama tua. Sudah 80 tahun. Rasanya ganjil secara etika apabila keduanya kembali jatuh cinta dan berniat merajut kembali hati mereka yang terkoyak-koyak karena cinta masa remaja.
Situasi saat ini masih sama, belum berubah sama sekali. Etika masih menempati tangga tertinggi, masih di atas tangga yang didiami oleh cinta.
Melanggar etika, pada masa itu, berarti merusak tatanan norma yang beredar di tengah masyarakat. Hal serupa masih terjadi hingga kini. Tidak peduli seberapa cinta pun kamu, selama itu dianggap bertentangan dengan etika maka kamu, suka tidak suka, harus mengubur cintamu dalam-dalam.
Begitulah hidup, begitulah cinta.
Namun, kisah Florentino dan Fermina berbeda dengan kisah serupa yang ditulis oleh pengarang lain. Nizami Ganjavi, dalam Layla Majnun, menciptakan Qays dan Layla dengan akhir kematian Layla dan kegilaan Qays. William Shakespeare, dalam Romeo and Juliet, menghadirkan kematian pada akhir cinta Romeo dan Juliet.
Gaby berbeda. Florentino dan Fermina memang tidak menyatu sewaktu mereka saling mencintai pada saat remaja, namun cinta mereka kembali bersemi semasa mereka menjelang renta. Kendatipun akhir yang bahagia jadi penutup novel Cinta Sepanjang Derita Kolera, namun tetap menyisakan kegetiran, kepahitan, dan kesengsaraan.
Tekanan dari luar diri Florentino dan Fermina, berupa kecaman keluarga dan warga, datang bertubi-tubi. Tekanan dari dalam diri ternyata tidak kalah hebat. Baik Florentino maupun Fermina sudah melewati rupa-rupa pengalaman dan masa lalu itu menghadirkan ancaman terselubung atas cinta mereka.
Kisah yang dikarang oleh Gaby saat saya belum lahir ini ternyata masih releven dengan zaman sekarang. Bahkan pada keluarga yang terlihat sempurna, bahagia secara batiniah, kadang masih menyisakan kegetiran berupa kesengsaraan lahiriah.
Bagi saya, seharian bersama Gaby dalam Cinta Sepanjang Derita Kolera kembali menghadirkan perjalanan batin yang sangat menyenangkan. Novel setebal 672 halaman itu tetap memukau.Â
Terlepas dari beberapa pilihan kata yang keliru, saya masih menikmatinya.
Amel Widya