"Terserah, itu kan bisa jadi cuan juga", jawabku ketus.Â
"Ooh.. jadi artinya gak boleh"..
"Iya lah gak boleh! , David di sana 5 tahun lalu juga ga tau ngapain aja sama Leiticia, sampai berkesan banget pulau itu", aku membuang wajahku.Â
"Jadi cemburu beneran nih..."
"Iya, kesel banget dengernya".. aku sedikit membentaknya. Kemudian aku berjalan menuju kursi kayu dan menjauh darinya.Â
"Baru kali ini liat cewek cantik David marah", ia terus terusan meledekku.Â
Tiba - tiba saja pipiku basah. Kesal. Iya kalau Manda kesel banget pasti nangis. Ingin pulang. Segera saja aku menarik nafas dalam-dalam untuk meredam emosi.Â
"Manda mau pulang aja", ujarku kesal.
 Apa yang aku dapat?. Di anggep di sini aja enggak. Insecure rasanya. Buat apa aku datang?. Fokus Leiticia mengundang David, bukan aku dan Dimas.Â
Aku bisa merasakan David menarik paksa lenganku dan meninggalkan sebuah kecupan yang tidak bisa ku prediksi gerak - geriknya. Ia satu - satu nya pria dalam hidup ku yang mengecup lipstik Dior Rouge merah ini. Sepersekian detik kami tidak berkata apa - apa. Yang aku rasakan hanya keheningan dan rintik air hujan yang menetes di atas rambutku. Dan wangi parfum nya yang menajublan.Â
Aku tidak berani menatap mata nya sedekat ini. Karena khawatir akan terjadi sesuatu di luar kontrol. Tapi, Leiticia sudah berani sentuh dia.Â