Mohon tunggu...
Ama Atiby
Ama Atiby Mohon Tunggu... karyawan swasta -

"Pencari ilmu yang takkan pernah berhenti menambah ilmu" http://lovewatergirl.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bukan Siti Nurbaya (Episode 12) - Tamat

14 Januari 2011   09:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:36 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

"Bunda... Kak Ama belakangan ini kok jadi muram dan pendiam? Kenapa dia ga turun-turun dari kamar?"

"Mungkin kak Ama lagi kangen sama bang Mun ." Ujar Firda sambil menghabiskan suapan terakhirnya.

"Iya kangen... tapi kan sebentar lagi bang Mun pulang, kak Ama apa ga ikut menjemput? Jam segini belum turun bisa telat ntar." Sela Farah.

"Biar bunda cek ke kamarnya." Wanita setengah baya itu bergegas menaiki anak tangga menuju kamar anak gadisnya itu.

"Kak... ayo makan nak... Kenapa kamu selalu mengurung dirimu dikamar?

"Kakak belum lapar, nanti kalau udah lapar kakak turun"

"Kamu sakit ya?" Tanya wanita itu sambil mengusap kening gadis itu.

"Astagfirullah... Kamu demam kak...!"

Entah sejak kapan air mata telah jatuh dari pelupuk mata gadis itu, Ditatapnya wajah ibundanya yang penuh kasih, Dihampiri dan dipeluknya erat... Cobaan itu terlalu berat untuknya.

"Bunda mengerti perasaanmu, bersabarlah nak, sebentar lagi juga Maimun pulang."

Kali ini dia pelototi mata ibundanya tajam.

"TIDAK BUNDA...!!!

"KAKAK TIDAK INGIN DIA PULANG... KAKAK MALU BUNDA.... KAKAK TAKUT...." Jeritnya gusar... Dipalingkan wajahnya dari tatapan ibundanya... Diusapnya air mata yang terus mengalir dari pipinya.

"Kamu bicara apa kak, kenapa malu dan takut dengan suamimu sendiri."

"TIDAK BUNDA...!!!"

"POKOKNYA... KAKAK TIDAK MAU DIA PULANG...!!!"

Jeritan gadis itu memenuhi setiap sudut kamar. Jerit kesedihan yang terdengar bagai lolongan keperihan yang dalam.

*****

"Ama dimana bunda?"

"Di atas, sepertinya tidak enak badan... Sudah beberapa hari ini bunda perhatiin dia muntah-muntah terus."

"Iya.. bang, kayaknya kak Ama lagi hamil. Wah... bentar lagi Farah punya ponaan nih."

"APA...?!" Teriaknya.

"Lho?!" Sang bundapun tak kalah kagetnya mendapati reaksi menantunya itu.

"Saya ingin menengoknya sekarang." Dengan bergegas ia bangkit dari tempatnya duduk.

Tak bisa disembunyikan amarah yang menggelora dibalik matanya. Berita itu bagaikan halilintar yang menyambarnya, menusuk perih sampai ke sumsum tulangnya.

PLAK....!!!

Satu tamparan itu belum cukup memuaskan hatinya.

"PEREMPUAN LAKNAT....!!! BINASALAH KAU DENGAN LELAKI ITU....!!!"

Tak ada lagi belas kasihnya melihat wanita yang dicintainya terkapar disudut kamar itu.

"SIAPA DIA...??!

Tak ada jawaban... Hanya terdengar isak yang tertahan keluar dari mulutnya. Dua tetes darah kental mengalir dari hidungnya.

Hilang sudah kesabaran lelaki itu mendapati istrinya yang diam terpekur... Diguncang kuat tubuh istrinya itu.. berharap ia akan membuka mulutnya.

"KATAKAN AMA, SIAPA LELAKI ITU....!!!" jeritnya.

Wanita itu hanya terdiam... Dipalingkan wajahnya dari tatapan nanar suaminya. Tak ada sedikitpun keberaniannya menatap lelaki yang kini berada dihadapannya itu.

"Bunuhlah aku sekarang...." Ujar wanita itu lirih... Air mata di pelupuk matanya serasa tak pernah berhenti mengalir.

"Kau berhak atas diriku, dan kau berhak untuk mengambil nyawaku..." Suara wanita itu terdengar begitu lirih dan parau. Raut kesedihan sudah tidak dapat disembunyikan lagi. Matanya terlihat begitu lembam... sudah berhari-hari air mata mengalir dari mata itu.

Seakan tiada daya dan upaya lagi, ia meringkuk dan memeluk dirinya. Dibenamkan wajahnya diantara kedua lututnya, di sudut kamar pengantinnya itulah tempatnya kini.

Dengan geram lelaki itu menghantamkan kepalan tangan kedinding kamarnya...  lalu bangkit meninggalkan istri yang paling dicintainya dikamar pengantinnya, sendirian... memeluk duka dalam kesedihan yang dalam.

*****

Bagaimana anak saya dok?

Kandungannya telah rusak. Anak ibu harus segera di kuret malam ini juga, kalau tidak ia akan mengalami pendarahan hebat yang akan membahayakan jiwanya.

Urus surat pernyataan sama perawat, dan minta suaminya untuk menandatangani surat itu.

"Biar saya yang menguruskan semua, ayah dan bunda disini saja menemani Ama. "Ujar menantunya.

"Kamu yang kuat ya nak..."

Ujar wanita paruh baya itu lirih... Ia tak kuasa memandangi puntrinya terbaring tak sadarkan diri dengan air mata yang terus meleleh dari mata yang tertutup itu.

"Silahkan menunggu diluar... Dokternya telah bersiap."

"Ini salah Firda... Bunda"

"Sudahlah... Jangan menyalahkan diri terus, ini sudah takdir Allah..." ujar sang bunda, kemudian menghampiri dan memeluk erat kedua putri tercintanya Firda dan Farah...

Dengan penuh penyesalan gadis itu kemudian menghampiri abang iparnya "Maafkan Firda... seandainya Firda tidak memaksa kak Ama keluar, dia mungkin tak akan jatuh dari tangga." Ia pandangai wajah abang iparnya yang tersenyum getir.

*****

Ruangan IGD menjadi begitu sibuk sesaat setelah sebuah ambulan terparkir di depan pintu masuk. Perawat dan staff rumah sakit terlihat panik. Sebuah tandu menggotong sesosok manusia yang berlumuran darah dan terbujur kaku keluar dari mobil itu.

Ada korban kecelakaan. Ujar salah seorang perawat.

Seolah tak percaya dengan apa yang mereka lihat. Firda dan Farah menjerit panik dalam pelukan ibu mereka.

"Ayah mau kesana dulu memastikan, bunda jaga anak-anak disini."

"Bunda... Kasihan sekali bang Satria, sampai seperti itu" Ujar Farah dalam kekalutannya.

Tak lama berselang dilihatnya sesosok pria yang sangat dikenalnya mendekat padanya.

Pria itu memperkenalkan diri sebagai teman Satria kepada ibundanya.

"Saya Ryan... teman Satria. Kebetulan saya lagi Koas di RS ini..." Ia melirik gadis yang berdiri disamping wanita itu sebentar.

"Satria kecelakaan di perempatan jalan Banda Aceh-Medan."

"Nyawanya tak bisa diselamatkan." Ujarnya menelan ludah.

"Innalillahiwainnailaihirajiu'n" Ucap ibu beranak itu serentak.

"Jangan bilang-bilang kak Ama tentang hal ini ya...!" Ujar wanita itu lirih  kepada kedua anak gadisnya.

Lelaki yang bernama Ryan itu lalu menghampiri pria yang tengah duduk menyendiri di ruang tunggu IGD. Dipandangi sebentar lelaki yang sedang kalut itu sebelum kemudian duduk disebelahnya.

"Saya tidak tahu kalau wanita yang dicintai Satria adalah kakak Farah"

"Hari itu... eum... saya begitu kaget kembali kerumah Satria... melihat Ama tak sadarkan diri... Saya tidak menyangka ia akan melalukan itu. Ia betul-betul kesetanan. Ia menjebak dan memanfaatkan kelemahan hati Ama."

Dengan nafas yang berat ia lalu melanjutkan.

"Saya yang mengantar Ama pulang... saya yakin Ama tak akan pernah sanggup menceritakan ini pada keluarga termasuk kepada abang..."

"Tadi pagi sebelum berangkat touring, Satria menitipkan surat ini untuk Ama."

"eum... saya tidak meminta abang untuk memaafkan Satria... Tapi saya yakin wanita yang baru saya kenal itu sesungguhnya adalah wanita yang hebat yang selama ini selalu menjaga harga diri dan kehormatannya." Ujarnya kemudian sebelum berlalu pergi.

Tinggalah kini lelaki yang sedang dirundung malang itu sendiri... Dengan nafasnya yang berat ia sembunyikan isaknya. Ia sobek amplop surat dengan paksa... dan mencari sedikit penerangan. Dengan perasaan kecewa yang tertahan ia membaca surat itu... Hingga tak kuasa lagi ia menahan air matanya untuk tumpah...

Ama kekasihku...

Aku sadar sebanyak apapun air yang ada di lautan takkan mampu menghapus dosaku

Aku yang telah merendahkan dan menghina dinakan diriku di hadapanmu

Aku manusia laknat yang telah menodai kesucian lahir dan batinmu

Aku melolong dalam keheningan malam memanggil namamu

Berharap kau memaafkanku...

Aku sadar kata maaf tak cukup untuk menyembuhkan lukamu

Aku manusia terkutuk yang telah merampas bahagiamu

Rasa cinta ini telah menggerogoti hati dan pikiranku

Sang takdir sekalipun tak memihak kepadaku

Aku yang terlanjur dibutakan oleh nafsu

Terkutuklah aku dan cintaku

Ampunilah aku...


"Maimun..."

Sebuah suara mengusiknya. Dengan cepat ia remukkan surat itu dalam genggamannya dan mengusap air matanya.

Dengan bergegas ia mengikuti ibu mertuanya masuk ke dalam kamar operasi.

*****

"Bu... Surat sponsor untuk keberangkatan ke Australia sudah keluar, rencana kami mau mengajak Ama untuk bersama-sama mengurus VISA di Medan."

"eum... Ibu sungguh sangat menyesal mengatakan ini... eum... Ama sudah berniat untuk mengundurkan diri dari beasiswa itu, dia ingin dirumah saja mengurus suami."

"Berangkat ke Australia memang sudah menjadi cita-citanya sejak dulu, eum.. yah, siapa yang tahu setelah menikah pemikiran juga jadi berubah, kan." Senyum wanita itu getir.

"Oh.. saya maklum buk... Sampaikan salam saya dan teman-teman untuk Ama." Ujar gadis itu ramah sambil berlalu pergi.

Tak terbayang betapa pilunya hati wanita itu melihat sahabat anak perempuan tertuanya itu berlalu pergi.

"Bunda... Kak Ama baik-baik aja kan?" Ujar Farah yang tak dapat lagi membendung air matanya.

"Iya Bunda... Firda juga takut, kak Ama kok jadi gitu bunda..."

Wanita itu kemudian menghampir kedua anak gadisnya dipeluknya erat...

"Berdoalah untuk kakak kalian... Bunda yakin suatu hari nanti dia akan kembali seperti dulu." Ujar sang bunda lirih.

*****

"Maaf ya nak, selalu merepotkan, padahal kamu baru saja pulang."

"Tidak apa apa bunda. Ini memang sudah menjadi tugas dan tanggung jawab saya."

Ia lalu menerima senampan makanan dari tangan mertuanya itu.

Dengan bergegas ia menaiki anak tangga menuju kamar pengantinnya. Tak ada lagi aroma melati yang tercium. tak ada lagi hiasan bunga-bunga yang menggoda. Dengan terteggun ia memandangi sesosok tubuh yang meringkuk di sudut kamar di sebelah ranjang pengantinnya. Sesosok wanita yang yang sedang kalut dalam ketakutan yang dalam, memeluk kedua kakinya dan membenamkan wajah diantara kedua lututnya. Dinyalakannya penerangan dikamar itu.... Wanita itu tak juga berkutik... Ia terdiam... Kaku...

Dengan langkah pelan, ia menghampiri dan menyentuhnya...

"Sayang... Makan yuk... Abang suapi." Bisiknya lembut.

Wanita itu menengadahkan wajahnya, memandang lelaki yang berada di depannya lama...

Lalu membuat sebuah anggukan tanda setuju.

Dengan perlahan dan penuh kasih ia suapkannya nasi itu ke mulut wanita itu... sesendok demi sesendok. Betapa miris hatinya memandang wanita yang dicintainya itu kini.

Dengan sabar ia memberikannya minum, sang istri terlalu patuh pada ajakannya, tak ada penolakan. Hal yang sama tidak akan terjadi selain dengan suaminya itu.

Diraihnya tubuh wanita itu dengan ringan, ia mendekap dan menggendongnya dengan perlahan ke atas tampat tidur mereka.

Dengan perlahan ia membelai rambut istrinya dengan penuh kasih, sambil mensenandungkan salawat dan doa-doa tidur. Hal yang biasa ia lakukan untuk istrinya itu.

"Kamu cantik sayang... Tiada wanita yang bisa menggantimu dihati abang." Kecupnya mesra dikening wanita itu.

"Abang yakin... Suatu hari nanti kamu akan kembali seperti dulu... Abang akan menanti saat itu tiba, karena abang yakin itu tidak lama lagi... Abang akan sabar menunggu suatu saat nanti kamu akan mengenakan baju tidur yang abang pajang itu dan menyambut abang dengan kasih dan cintamu..." Bisiknya parau.

"Kau adalah wanita yang hebat... sayang, setelah ini.. abang janji tak akan lagi kesedihan di matamu, tak aka nada lagi duka di hatimu... Bukankah dulu abang telah berjanji akan membahagiakanmu. Abang akan mengembalikan lagi seyuman di wajahmu... Abang janji sayang... Abang tidak akan meninggalmu lagi"

Dipandangi lagi wajah istrinya itu dengan penuh kasih, dengan lembut ia mengecup kening wanita yang telah kini telah terlelap dipelukannya dan menghapus butiran bening yang keluar dari pelupuk mata yang tertutup itu.

*****

Teruntuk suamiku tercinta....

Tiada kata yang dapat kurangkai untuk menunjukkan betapa aku begitu mengangumimu

Tiada puisi yang mampu menjabarkan bait-bait cintaku untukmu

Kehadiranmu telah memberikan nafas dalam kehidupanku

Pada hari itu aku telah menunaikan janjiku

Dan kini Tuhan pun telah menunaikan janjinya untukku

Ia menjabah doa-doaku

Dan doa-doa engkau, wahai suamiku

Tuhan yang pengasih, begitu mengasihiku

Ia kembali menitipkan cinta untukku

Sebuah cinta yang tak kenal malu

Suatu pemujaan tak bercela

Dan hastrat tak berdosa

Terkadang Allah tidak memberi apa yang kita inginkan, tapi yakinlah Ia memberikan yang kita butuhkan.

TAMAT

Terima Kasih kepada semua pembaca dan silent reader yang memotivasi saya sehingga cerita pendek ini bisa terselesaikan.

Nantikan petualangan liar Aeva  dalam mencari jati dirinya di cerita terbaru saya yang berjudul "WILD-Rahasia Aeva"

Segera tayang...!

Sebelumnya:

Bukan Siti Nurbaya (Episode 11)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun