"Tidak apa apa bunda. Ini memang sudah menjadi tugas dan tanggung jawab saya."
Ia lalu menerima senampan makanan dari tangan mertuanya itu.
Dengan bergegas ia menaiki anak tangga menuju kamar pengantinnya. Tak ada lagi aroma melati yang tercium. tak ada lagi hiasan bunga-bunga yang menggoda. Dengan terteggun ia memandangi sesosok tubuh yang meringkuk di sudut kamar di sebelah ranjang pengantinnya. Sesosok wanita yang yang sedang kalut dalam ketakutan yang dalam, memeluk kedua kakinya dan membenamkan wajah diantara kedua lututnya. Dinyalakannya penerangan dikamar itu.... Wanita itu tak juga berkutik... Ia terdiam... Kaku...
Dengan langkah pelan, ia menghampiri dan menyentuhnya...
"Sayang... Makan yuk... Abang suapi." Bisiknya lembut.
Wanita itu menengadahkan wajahnya, memandang lelaki yang berada di depannya lama...
Lalu membuat sebuah anggukan tanda setuju.
Dengan perlahan dan penuh kasih ia suapkannya nasi itu ke mulut wanita itu... sesendok demi sesendok. Betapa miris hatinya memandang wanita yang dicintainya itu kini.
Dengan sabar ia memberikannya minum, sang istri terlalu patuh pada ajakannya, tak ada penolakan. Hal yang sama tidak akan terjadi selain dengan suaminya itu.
Diraihnya tubuh wanita itu dengan ringan, ia mendekap dan menggendongnya dengan perlahan ke atas tampat tidur mereka.
Dengan perlahan ia membelai rambut istrinya dengan penuh kasih, sambil mensenandungkan salawat dan doa-doa tidur. Hal yang biasa ia lakukan untuk istrinya itu.