Mohon tunggu...
Ama Atiby
Ama Atiby Mohon Tunggu... karyawan swasta -

"Pencari ilmu yang takkan pernah berhenti menambah ilmu" http://lovewatergirl.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bukan Siti Nurbaya (Episode 10)

12 Januari 2011   08:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:40 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Abang tidak melarang, tapi paling tidak kabari abang kemanapun ade pergi, ade bukan hanya telah menyusahkan abang tapi bunda juga yang sedari makan malam tadi terus menanyakan keberadaanmu."

"Abang merasa tidak bisa berbuat apa-apa waktu itu, menelepon kamu pun tak bisa. Sepulang dari Masjid tadi abang mencari ade di kantor, tapi kantor ade sudah sepi dan lenggang, abang sudah hampir putus asa kemana lagi harus mencari kamu. Seandainya kamu tahu betapa khawatirnya abang waktu itu."

Kali ini kuberanikan mataku menatap suamiku.

"Sayang... cerita sama abang semua beban pikiranmu. Bukannya abang tidak tahu apa yang selama ini kamu pendam. Bukan berarti abang acuh, tak pernah menanyakan bagaimana perasaan kamu selama ini. Abang ingin mendengarkannya langsung dari kamu, tentang semua cerita masa lalumu, tentang keinginanmu. Tapi kenyataannya kamu semakin hanyut dengan perasaan dan pikiran kamu sendiri. Kamu sudah tidak sendiri lagi, sayang... Lihatlah abang yang ada di depanmu ini. Betapa celakanya abang membiarkan istri abang meratap dalam ketidakbahagiaannya hidup bersama abang."

Tangisku pecah...

Betapa aku tak kuasa mendengar perkataan suamiku ini. Mengapa selama ini aku dibutakan dari cinta dan kasih sayangnya. Mengapa aku selalu menyalahkan takdir dan meratapi nasib. Aku menyesal. Aku menyesal menjadi begitu egois, aku menyesal mengapa aku menjadi seperti ini. Mengapa hatiku sekarang sekeras batu.

Kurasakan kedua tangannya yang mengusap pipiku... menghapus air mataku, melenyapkan dukaku. Matanya yang teduh telah menentramkan batinku. Perkataannya itu mendamaikan jiwaku.

"Abang sangat mencintaimu, sayang... Kaulah wanita pertama yang sedari awal telah menawan dan memenjarakan hati abang. Apapun akan abang lalukan demi kebahagiaanmu. Abang ingin melihat seyumanmu... bukan lagi air mata kesedihan ini."

Ingin rasanya aku memeluknya. Aku ingin melepas semua kegundahan hatiku padanya. Tapi mengapa tubuh ini terasa berat untuk melakukannya. Aku tidak mengerti dengan diriku ini.

"Besok siang abang berangkat ke Jakarta. Beberapa waktu yang lalu nama abang telah di daftarkan dalam buku putih. Insya Allah awal tahun depan sudah dapat SK. Tapi abang diharuskan untuk ikut pelatihan dan training kepengurusan mesjid dan dayah selama sebulan disana"

"Eh... sebulan??"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun