Mohon tunggu...
Amalia Naura Hanifah
Amalia Naura Hanifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Saya lahir di Surakarta, 23 oktober 2002. hobi saya membaca buku. semoga yang saya uploud didisini bisa menambah wawasan para pembaca dan jika ada kekurangan mohon kritik dan sarannya. Terimakasih

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sanksi Kebiri Kimia yang Menuai Pro dan Kontra di Berbagai Pihak

19 Februari 2022   07:25 Diperbarui: 19 Februari 2022   07:34 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penerapan  tindakan kebiri kimia yang ditambahkan  melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun Tentang Perlindungan Anak. 

Ada satu Keputusan Hakim tentang kebiri kimia yang dijatuhkan pada pelaku kekerasan seksual terhadap anak yang seajk tahun 2016 dan sampai saat ini yaitu  Putusan PN Mojokerto Nomor 69/pid.sus/2019/PN Mjk. Pada 2 mei 2019, pemerhati HAM memprotes keras putusan ini. Isu dalam jurnal ini adalah  Pro dan Kontra Sanksi  dari Kebiri Kimia menurut bergai kalangan ahli maupun pihak lainnya .

Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia , Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual diterbitkan pada 20 Desember 2021 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020. Pihak kontra menggunakan Konvensi PBB tentang Anti Penyiksaan atau Hukuman lain yang keam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia. 

Penerapan kebiri kimia tidak lebih merupakan  tindakan menambahkan perbuatan kejam ke perbuatan kejam lainnya , hal tersebut dinyatakan oleh Amnesty International Indonesia.  Sementara  pihak pro tertuju pada HAM anak.

 HAM anak terutama HAM anak yang berada  dalam kondisi khusus sebagai korban kejahatan  seksual dijamin oleh Negara melalui peraturan perundang-undangan. Penerapan kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual anak adalah perwujudan perlindungan HAM Anak Korban Kekerasan Seksual.

Kebiri kimia adalah suatu tindakan yang dapat diterapkan bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak dan ditambah pula dengan  pidana penjara dan dipana tambahn lainnya. Pelaksanaan kebiri kimia  dilakukan dengan penyuntikan zat kimia tertentu dengan tuuan menekan hastrat seksual yang berlebih. 

Selain itu juga terdapat  tindakan lain bagi pelaku kekeresan seksual terhadap anak yaitu tindakan pemasangan alat penderteksi elektronik dan tindakan rehabilitasi.

Peenerapan  kebiri kimia di Indinesia melalui Undang-Undang Nomor 17 tahun  2016 tentang Penerapan Pemerintah  Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang. 

Pelaku  tindak pidana kekerasan  seksual terhadap anak  akan dijerat hukuman yang lebih berat jika korbannya lebih dari satu orang yang mana perbuatan kekerasan seksual tersebut mengakibatkan luka berat, gangguan kejiwaan, mengakibatkan penyakit menular, mengakibatkan terganggu jiwanya, mengakibatkan hilangnya fungsi reprodusi, dan / atau mengakibatkan koban meninggal dunia maka pelaku dapat diterapkan pidana mati, pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkar 10 tahun. Sisi laiinya dari hukuman ini adalah juga mengatur tentang sanksi tambahan berupa tindakan kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.

Keberadaan peraturan perundang-undangan ini ada sejak terbit tahun 2016 hingga tahun 2021 Keputusan Pengadilan Negeri Mojokerto terhadap terpina kekerasan seksual pada sembilan korban. Keputusan tersebut ternyata mendapat kecaman dari Komnas HAM bahkan komnas HAM mendesak pemerintah agar segera mencabut peraturan perundang-undangan ini. (CNN Indonesia, 28/8/2019).  

Alasan Komnas HAM menyatakan pernyataan tersebut adalah Indonesia telah meratifikasi Konversasi PBB tentang anti ponyiksaan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, dan mengurangi martabat manusia yaitu Resolusi Majelis Umum 39// 46 tanggal 10 Desember 1984. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun