Mohon tunggu...
Amalia Fatma
Amalia Fatma Mohon Tunggu... Pelajar

Mancing

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Segenggam Garam Memberi Beribu Pelajaran

13 Juli 2024   08:42 Diperbarui: 13 Juli 2024   08:58 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di belakang halaman, terdapat sebuah kolam yang cukup dalam. Beberapa ikan koi berenang di dalamnya. Nenek berjongkok di pinggiran kolam, ia mengulurkan tangannya untuk menyentuh air. Namun ketika ia mendekat, ikan-ikan itu berenang menjauh merespons kehadiran seseorang.

" Tuangkan sisa garam tadi kedalam kolam," perintah nenek sambil menyerahkan sisa garam dalam bungkusan. Tangan Aldo meraih bungkusan tak lama ia menuangkan semua garam nya kedalam kolam, tatapan nya melekat pada genangan di hadapannya.

"Apakah ada yang berubah?" Tanya nenek tiba tiba tiba membuat kefokusan Aldo pecah dan menoleh ke arahnya.

"Tidak ada yang terjadi airnya tetap jernih" ucap Aldo sambil memandang kedepan.

Nenek menoleh kearah kumpulan ikan yang menari di genangan air lalu berbicara "jadi apa kesimpulannya? "

Aldo diam sejenak lalu membuka mulut "ketika wadahnya semakin besar, maka garam yang ditaburkan tidak akan membuatnya keruh."

Nenek tersenyum  dan berkata " Sama seperti air yang melambangkan hati manusia, pengalaman sebagai wadah, dan masalah sebagai garam. Setiap individu memiliki perjalanan hidup yang unik, membentuk ukuran hati mereka sesuai dengan pengalaman yang mereka alami, respons terhadap masalah pun beragam. Seperti baskom dan gelas, setiap orang memiliki ukuran hati yang berbeda, sehingga cara mereka menanggapi masalah juga berbeda. Sebuah masalah yang sepele bagi satu orang, mungkin besar bagi yang lain. Oleh karena itu, bijaklah untuk tidak membandingkan permasalahan yang dihadapi orang lain dengan yang kita alami."

Aldo merenung dengan memandang ikan yang menari di depannya.

Nenek meletakan tangannya di bahu cucunya sambil tersenyum dan mengatakan "mari masuk dahulu,  jangan lupa minta maaf pada teman teman mu besok."

Aldo menengok ke arah neneknya, tatapan halusnya mengisyaratkan kekhawatiran yang dalam. Saat matahari terik diatas kepala, kaki mereka perlahan bangkit dan mulai melangkah maju dengan tangan yang terjalin kuat. Memasuki sebuah bangunan tua yang mereka sebut rumah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun