Mata yang berkedip memandang tidak percaya lelaki disebelahnya yang hanya mengedikkan bahunya tidak peduli, saat itu dengan berani tangannya menggenggam erat tanganku.
Kami pergi meninggalkan ruang kelas yang akan memulai jam pembelajaran. Tidak tahu aku akan dibawa kemana, tapi yang jelas ini tempat yang jauh dari kelas.
"Kita mau kemana?"
"Ruang kelas kosong," sahutnya pendek
"Kenapa?"
"Karena disana enggak ada orang,"
Aku terdiam memandang lelaki yang memasuki ruang kelas kosong, sepertinya tempat ini menjadi tempat persembunyian kami. Tatapan mataku masih terpokus pada sepatu yang aku anggap nyentrik itu.
Mungkin OSIS dan guru memakluminya karena 'Dia anak baru' dan 'Dia masih enggak tahu aturan' kurang lebih begitu.
"Sepatu kamu nyentrik,"
"Keren, kan? Kenapa sekolah melarang siswa memakai sepatu yang bagus seperti ini? Aku tahu aturan tetapi siswa berhak mempunyai fashion dan ide kreatif sendiri. Aku tahu apa yang mereka bilang, hanya saja... menutup telinga dan berpura-pura tidak tahu itu jauh lebih baik kalau tidak mau tertekan. Tertekan dengan peraturan, ini hidup. Sudah banyak peraturan," penjelasannya memang menjengkelkan tetapi itu membuat aku terdiam tanpa kata.
Aku memperhatikannya dalam, matanya yang cokelat terang dan senyumnya. Tidak bisa aku lupa.