Korupsi yang ada di Indonesia sudah merajalela dan mengalami perkembangan dari massa ke massa. Bicara tentang korupsi seakan tidak akan abisnya, bagai jamur yang tumbuh di musim hujan. Itu terjadi karena kewenangan dan kekuatan yang besar tanpa tanggung jawab yang jelas. Untuk mendapatkan kekuasaan, para pejabat atau calon- calon pejabat banyak yang melakukan korupsi dan berlomba lomba menikmati harta negara dengan semaunya sendiri. Entah dari skala yang terkecil sampai skala yang terbesar. Lemahnya hukum di Indonesia yang kurang tegas menyebabkan para koruptor tak berhenti-hentinya melakukan tindakan korupsi.Â
Demi mendapatkan kekuatan yang diinginkan para pejabat itu rela menyuap. Belum tuntas kasus A, muncul kasus B, Â kasus C dan sebagainya. Penyelesaian kasus yang lama dapat menyita waktu, tenaga dan biaya korupsi seperti parasit dalam pemerintahan yang merusak moral para pejabat upaya pemberantasan tindak korupsi yang dilakukan oleh pemerintah sampai saat ini masih terus bergulir, walaupun berbagai strategi yang telah dilakukan, namun perbuatan korupsi di berbagai sektor.
- Faktor-faktor penyebab korupsi
Faktor internal penyebab korupsi
- Aspek perilaku individu
Sifat tamak/rakus manusia. Korupsi, bukan kejahatan kecil-kecilan mereka membutuhkan makan. Korupsi adalah kejahatan orang profesional yang rakus sudah berkecukupan, tapi serakah. Memiliki cerita besar untuk memperkaya diri. Yaitu sifat tamak dan rakus. Maka tindakan keras tanpa kompromi, wajib hukumnya.
Gaya hidup yang konsumtif. Kehidupan di kota-kota besar sering mendorong gaya hidup seseorang konsumtif. Perilaku yang konsumtif bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang mencukupi akan membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan untuk memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan itu adalah dengan korupsi.
- Aspek sosialÂ
Perilaku korupsi dapat terjadi karena dorongan keluarga. Kaum behavioris mengatakan bahwa mengatakan lingkungan keluarga lah yang secara kuat memberikan dorongan bagi orang untuk korupsi dan mengalah sifat baik seseorang yang sudah menjadi sifat-sifat pribadinya. Lingkungan dalam hal ini malah memberikan dorongan dan bukan memberikan hukuman pada orang ketika menyalahgunakan kekuatannya.
Faktor Eksternal penyebab korupsi
- Aspek sifat masyarakat terhadap masyarakat
Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi. Korupsi bisa ditimbulkan oleh budaya masyarakat. Misalnya, masyakarat menghargai seseorang karena kekayaan yang memiliki. Sikap ini sering kali membuat masyarakat tidak kritis pada kondisi, misalnya dari mana kekayaan itu di peroleh. Masyarakat kurang menyadari bahwa korban utama korupsi adalah masyarakat sendiri. Anggapan masyarakat umum terhadap peristiwa korupsi gambar yang pagar jahat negara padahal bila negara merugi, esensi yang pagar kerugian adalah masyarakat juga, karena prosesan Anggaran pembangunan bisa berkurang sebagai akibat dari perbuatan korupsi.
Setiap perbuatan korupsi pasti melibatkan anggota masyarakat. Selain itu sering kali masyarakat sudah terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi sehari-hari dengan cara-cara terbuka namun tidak disadari.
Â
- Aspek EkonomiÂ
Pendapatan tidak  mencukupi kebutuhan. Dalam rentang kehidupan kemungkinan seseorang terdesak dalam ekonomi. Terdesakan itu membuat luang bagi seseorang untuk mengambil jalan-jalan pintas dengan melakukan korupsi.
- Aspek politik
Menurut Raharjo (1983) bahwa kontro sosial dilakukan untuk mempengaruhi orang-orang bertingkah sesuai dengan harapan masyarakat. Kontrol sosial tersebut dijalakan dengan penggerak berbagai aktivitas yang melibatkan penggunaan kekuatan negara sebagai suatu lembaga yang di organisasikan secara politik, melalui lembaga-lembaga yang di bentuknya. Dengan demikian ketidakstabilan politik, kepentingan politik, meraih dan mempertahankan potensi penyabab perilaku korupsi.
- Aspek organisasi
Lemahnya pengawasan secara umum pengawasan terbagi menjadi 2 yaitu pengawasan inter, pengawasa fungsional dan pengawasan langsung oleh pemimpin dan pengawasan bersifat eksternal pengawasan dari hukum dan masyarakat pengawasan ini kurang bisa efektif karena beberapa faktor diantaranya puncak pengawasan distansi dan pengurangan profesional pengawas.
- Strategi Cara Pemberantasan Korupsi
1. Represif
A. Penanganan Laporan Pengaduan Masyarakat
Bagi KPK, pengaduan masyarakat merupakan salah satu sumber utama data. Sebagian besar kasus korupsi terlacak melalui gerutuan terbuka. Sebelum memutuskan apakah suatu pengaduan dapat masuk ke tahap pemeriksaan, KPK menyelesaikan proses konfirmasi dan survei.
B.Pemeriksaan
Tahapan tersebut salah satunya diatur dengan adanya kepastian seseorang sebagai tersangka. Dengan asumsi ada bidang-bidang kekuatan yang cukup untuk pembuktian pendahuluan, pemeriksa dapat berpegang pada hibah dari eksekutif pengadilan daerah.
KPK harus terlebih dahulu mendapatkan kewenangan untuk mengumpulkan pemikiran atau mengurung tersangka yang merupakan pejabat publik, sesuai aturan, tindakan polisi terhadap mereka harus dilakukan terlebih dahulu.
Untuk kepentingan pemeriksaan, tersangka wajib memberikan data kepada ahli tentang segala hartanya dan harta pasangannya, pemuda dan harta benda orang lain atau organisasi yang diketahui atau dicurigainya.
Terkait dengan perilaku buruk tersangka. KPK tidak memiliki posisi untuk mengeluarkan. permintaan untuk menghentikan pemeriksaan dan penuntutan perkara penghinaan. Artinya, setelah KPK menetapkan seseorang sebagai tersangka, interaksi harus terus berlanjut hingga penetapan tersangka.
C. Penuntutan
Sidang diselesaikan oleh pemeriksa publik setelah agen mendapatkan dokumen. Dalam 1 hari kerja setelah menerima dokumen, catatan harus diserahkan ke pengadilan setempat.
Untuk keadaan ini, Pemeriksa Publik KPK dapat menahan tersangka selama 20 hari dan dapat diperpanjang lagi dengan persetujuan pengadilan dengan batas waktu 30 hari. Penunjukan ke Debasement Court digabungkan dengan dokumen kasus dan dakwaan. Dengan menunjuknya ke pengadilan, ahli hukum pidana kurungan dipindahkan ke ajudikator yang menanganinya
E. Pelaksanaan Putusan Pengadilan
Penyelidik menyelesaikan eksekusi dengan kekuatan hukum yang sangat tahan lama. Akibatnya, perwakilan mengirimkan duplikat pilihan kepada penyidik.
2. Perbaikan Sistem
Tak bisa dipungkiri, banyak kerangka kerja di Indonesia yang justru mewariskan escape clause agar praktik kemerosotan bisa terjadi. Misalnya, metode kepegawaian menjadi lebih berbelit-belit, mengarah pada pembayaran, dan seterusnya.
Jelas, ada beberapa lagi. Terhubung dengan utilitas, namun juga terkait dengan lisensi, perolehan tenaga kerja dan produk, dan sebagainya. Jelas, perbaikan diperlukan. Karena kerangka kerja yang layak dapat membatasi kemerosotan. Misalnya, melalui administrasi publik berbasis web, kerangka kerja observasi yang terkoordinasi, dan sebagainya.
3. Edukasi dan Kampanye
Salah satu hal penting dalam memusnahkan kekotoran batin, adalah pemahaman yang wajar atas tindakan jahat dari kekotoran batin itu sendiri. Dengan kebijaksanaan serupa, membunuh kekotoran batin dapat diselesaikan dengan cara yang pas dan terkoordinasi. Sayangnya, tidak semua orang memiliki pemahaman seperti itu.
Model yang paling mudah adalah ucapan terima kasih kepada pegawai pemerintah yang dianggap biasa saja. Model lainnya adalah bahwa tidak setiap orang memiliki ketertarikan yang sama terhadap kekotoran batin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H