"Kadangkala aku ingin kabur saja. Ingin pergi menjauh dari kota terkutuk ini. Kau tahu, sebenarnya aku juga tak suka tinggal di sini. Orang-orangnya sangat tidak ramah." kata Ari. "Namun aku seperti kena kutukan. Tak peduli betapa besarnya keinginanku untuk pergi, ada saja hal yang membuatku untuk bertahan kembali di sini."
Kali ini Ari menendang batu yang berukuran lebih besar lagi. Ia meluapkan emosi yang selalu terpendam dalam hatinya. Melani masih terdiam melihat tingkah Ari.
"Kau punya hidup yang juga sulit... Lebih seringlah berdoa kepada Tuhan. Ia pasti akan membukakan jalan dan damai dalam hidupmu." kata Melani.
Seketika Ari tersenyum meremehkan. "Aku tak pernah lagi berdoa setelah kematian orang tuaku. Aku pun kini meragukan keberadaannya. Kalau ia benar ada, mengapa ia membiarkan orang tuaku meninggal? Mengapa ia membiarkan orang-orang kota ini jauh dari sifat toleransi?"
Melani menghela nafas. "Aku tak tahu. Mungkin Ia ingin kita mencari tahu jawabannya. Aku percaya, setiap apapun yang terjadi dalam hidup kita, pasti ada tujuannya." kata Melani.
"Kau benar. Sampai sekarang aku tak tahu tujuannya mengapa orang tuaku meninggal."
Melani melirik Ari sekali lagi. Kepalanya tertunduk lemas. Ia terlihat murung. Melani pun meraih lalu menggenggam tangan Ari. Ari langsung menoleh ke arah Melani karena terkejut tangannya dipegang.
"Mulai saat ini, kita harus saling menguatkan satu sama lain. Kalau kau punya masalah, aku akan membantumu menyelesaikannya. Begitu juga sebaliknya." ucap Melani sambil tersenyum manis.
Senyum di bibir Melani sedikit banyak membuat hati Ari menjadi lebih teduh. Setelah dilanda gunda gulana tak menentu akibat nasibnya yang tak jelas, Ari menemukan secercah harapan pada Melani. Entah mengapa wanita satu ini berhasil membuka pintu hati Ari yang kaku.
Ari senang bisa bertemu dengan Melani. Ia merasa wanita ini telah dapat memberi warna baru dalam hidupnya. Sikapnya yang periang. Tingkahnya yang terkadang dinilai Ari terlalu kekanakan dibanding wanita yang terlihat seusianya. Semua membuat Ari nyaman perlahan-lahan.
Keduanya berjalan masing-masing di sisi luar kereta sambil terus berpegangan tangan. Terlihat matahari semakin menghilang. Hingga akhirnya cahayanya hilang sama sekali dan tergantikan gelapnya sang malam.