Mohon tunggu...
AL Wijaya
AL Wijaya Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis "Target Pertama", "As You Know", "Kembali ke Awal"

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Batas (Bab 6)

4 Juni 2019   22:46 Diperbarui: 4 Juni 2019   22:59 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Maaf.." ujar Melani lirih.

"Tak apa. Mereka meninggal hampir 3 tahun yang lalu. Kecelakaan. Tertabrak kereta api." kata Ari.

"..." Melani menutup mulutnya dengan kedua tangan. Ia cukup syok mendengar cerita Ari.

Pandangan Ari tertuju pada lintasan rel kereta. Tempat dimana kedua orang tuanya meregang nyawa. Hati Ari terasa getir dan pilu bila harus mengingat hal itu.

"Aku turut berduka, Ari... Lalu sekarang kau tinggal dengan siapa?" tanya Melani.

"Aku tinggal dengan tante dan omku." Ari menarik nafas panjang. "Hampir 3 tahun setelah kejadian itu tapi aku masih tak dapat melupakannya. Aku seolah masih terjebak dalam kenangan masa lalu. Itu sebabnya aku selalu bermain piano di kafe seperti yang kau lihat waktu itu, itu satu-satunya cara agar aku dapat kembali merasakan kehadiran ibuku di dekatku. Ia yang mengajariku bermain piano."

Wajah Ari berusaha untuk tersenyum. Namun dalam hati ia hancur. Ia ingin menangis. Namun air matanya seolah kering. Hatinya seperti teriris sakit. Melani menatap Ari dengan penuh prihatin.

"Aku sadar, setelah mereka pergi hidupku menjadi berantakan. Sehari-hari aku hanya bermain piano di bar Yandi. Malam hari aku sering mabuk hingga tanteku selalu merasa kerepotan karena ulahku." Ari jeda sejenak. Ia nampak memikirkan sesuatu.

"Mengapa kau tidak mencoba untuk melanjutkan studimu saja?" tanya Melani.

"Tante dan omku, mereka telah mendaftarkanku di sekolah kedokteran agar aku dapat menjadi dokter seperti kedua orang tuaku. Namun bukan itu yang kumau. Aku ingin mengambil jurusan musik, namun mereka melarangku. Mereka mengatakan bahwa musik tidak akan membuatku menjadi orang berguna. Patokan mereka selalu ayah dan ibuku yang menjadi dokter terkenal di Artapuri. Semua orang menyanjung mereka. Tapi aku bukan kedua orang tuaku. Aku punya bakatku sendiri." Mimik wajah Ari berubah kecewa. Dalam hatinya ia menyimpan rasa kesal pada Rita dan Tomas, terutama Rita. "Mungkin itu sebabnya aku memberontak. Aku tidak bisa melakukan apa yang kumau sebab sesuai wasiat orang tuaku, tante dan omku masih akan menjadi waliku sampai aku berusia 20 tahun."

Melani seperti tidak bisa berkata-kata lagi. Hidup Ari ternyata juga rumit. Di usianya yang muda ia telah menanggung banyak beban di atas pundaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun