"Kau cukup mengerti sejarah rupanya ya." kata Melani.
"Sedikit."
"Kalau yang itu?" tanya Melani sambil menunjuk sebuah bangunan tua yang sudah terlihat rusak akibat bekas terbakar.
Ari menoleh ke arah Melani. Ia tak yakin Melani ingin mendengar hal ini.
"Itu... Dulunya bangunan perkantoran orang-orang seperti dirimu." kata Ari. "Tahun 98, saat terjadi kerusuhan, massa membakar gedung tersebut sehingga orang-orang di dalamnya tewas terpanggang."
Melani terdiam sesaat.
"Maafkan aku." ucap Ari dengan nada menyesal.
"Kau tak perlu minta maaf. Itu bukan salahmu." kata Melani lalu tersenyum kecil.
Ari dan Melani pun kembali berjalan. Mereka menyusuri sebuah jalan yang agak ramai pejalan kaki. Ari nampak menundukkan wajahnya. Sepertinya ia masih belum ingin orang lain melihat dirinya sedang berjalan dengan wanita asing.
Orang-orang sekitar mulai melirik ke arah Melani. Mereka memandangi Melani dengan tatapan aneh. Namun entah mengapa Melani seolah tak peduli. Ia tetap berjalan dengan santai tanpa merasa terganggu sedikit pun.
Ari melirik Melani. Ia sungguh merasa heran dengan wanita satu itu. Sangat bermuka tebal. Tidak sadarkah ia sedang berada dimana sekarang?