Menurut tradisi Melayu Riau, panjang kain songket yang dikenakan oleh pria berbeda antara yang sudah menikah dan yang belum menikah. Pria Belum Menikah, kain songket dikenakan dengan panjang di atas lutut. Hal ini menandakan bahwa pemakainya masih lajang atau belum menikah. Pria Sudah Menikah, kain songket dikenakan dengan panjang hingga bawah lutut. Ini menunjukkan bahwa pemakainya telah menikah.
   Selain panjang kain, cara melipat kain songket juga memiliki makna tersendiri terkait status keluarga:Â
Lipatan Dua Sisi: Menunjukkan bahwa pria tersebut belum memiliki anak.Â
Lipatan Satu Sisi: Menandakan bahwa pria tersebut sudah memiliki anak.Â
   Aturan ini berlaku umum dalam budaya Melayu, termasuk di wilayah Riau dan Sumatera Barat. Dengan demikian, cara pemakaian kain songket tidak hanya berfungsi sebagai busana, tetapi juga sebagai penanda status sosial dan keluarga dalam masyarakat Melayu. Penerapan aturan ini penting untuk menjaga nilai-nilai budaya dan tradisi yang telah diwariskan secara turun temurun.
 Proses Pembuatan Kain Songket
    Proses pembuatan kain songket memerlukan tingkat keterampilan yang tinggi serta kesabaran yang luar biasa. Para pengrajin yang terlibat umumnya adalah perempuan yang mewarisi keterampilan ini secara turun-temurun.
   1.Pemilihan Bahan
Proses ini dimulai dengan pemilihan benang berkualitas tinggi, seperti benang katun atau sutra. Benang emas atau perak digunakan untuk menciptakan kilauan khas yang menjadi ciri khas kain songket.
   2. Pewarnaan
 Benang dasar diwarnai menggunakan pewarna alami maupun sintetis, tergantung pada preferensi pengrajin. Pewarna alami, seperti daun mangga atau kulit kayu, sering dipilih untuk menghasilkan warna yang lebih tahan lama dan ramah lingkungan.