Grazella bukan benci dengan sekolah,           tapi Grazella benci dengan orang-orangnya.Â
"Mereka bersikap kepada diriku, padahal aku juga memiliki perasaan. "---Grazella Ayunda Queen Margareth. "
                       (Hujan)Â
KE-ESOKAN HARINYA, pak alex selalu guru IPA menyuruh siswanya untuk bekerja kelompok membuat tugas yang akan di kumpulkan minggu depan. Semua orang sudah mendapatkan kelompok kecuali Grazella, ia masih diam karena tidak ada yang mengajaknya bergabung.Â
"Grazella mana kelompok kamu?" tanya pak alex-menatap Grazella yang sedang mencatat materi di buku tulis, cewek itu lalu mengangkat kepalanya.Â
"Saya mau mengerjakan sendiri pak," balas Grazella. Semua sorot mata tertuju padanya sambil berbisik-bisik.Â
"Kamu yakin bisa mengerjakan itu sendirian?" tanya pak alex, ia tahu Grazella pintar namun laki-laki paruh baya itu kasihan jika Grazella kelelahan mengerjakan tugas-tugas sendirian.Â
Grazella tersenyum, "iya pak, saya bisa."
Setiap ada kerja kelompok tidak ada yang mau sekelompok dengan Grazella, sekalinya dapat kelompok, Grazella selalu di manfaatkan bahkan ia selalu mengerjakan tugas itu sendiri, dan yang lainnya cuma menumpang nama.Â
"Yasudah kalau begitu bapak akhiri pelajaran hari ini, selamat siang."
"Siang Pak," seru mereka bersamaan
Grazella Ayunda Queen Margareth atau kerap dipanggil dengan sebutan  Grazella cewek yang baru saja menduduki bangku kelas 12. Grazella terlahir dari keluarga sederhana-bapak cewek itu bekerja sebagai tukang sapu jalan sedangkan sang ibu  berjualan sayur di pasar untuk bisa membeli makan sehari-hari.Â
Setiap pulang sekolah Grazella berjualan kue, ia tidak seperti anak-anak pada umumnya yang baru saja pulang sekolah langsung tidur bahkan nongkrong bersama teman-teman. Kadang juga perempuan itu menitipkan kue-kuenya di kantin.
Jika di tanya capek atau tidak? Pasti capek belum lagi tugas sekolah menumpuk, namun Grazella bersyukur sekali karena bisa membantu bapak dan ibu.Â
Kata orang masa SMA itu adalah masa terindah? Tapi tidak dengan Grazella. Cewek itu berasal dari keluarga miskin. Karena itu, ia sering menjadi sasaran bullying dari teman-temannya. Meskipun sering di-bully, dia tetap berusaha untuk menjadi siswa yang berprestasi.Â
Hari berganti hari, kehidupan Grazella tidak pernah berubah. Di dalam kelas perempuan itu hanya duduk diam di bangku sambil membaca buku, suasana kelas sangat ribut namun Grazella tidak peduli, ia asik dengan dirinya sendiri.Â
Grazella sekolah di sini karena mendapat beasiswa, dan ia juga siswa peringkat pertama di dalam kelas. Bahkan pernah mendapat memenangkan Olimpiade matematika, kimia, maupun fisika. Grazella tidak pandai bergaul. Dari dulu hingga sekarang, ia sangat kesulitan untuk bersosialisasi dilingkungan sekolah karena itu ia tidak memiliki teman satupun. Bel istirahat sekolah berbunyi sedangkan cewek itu masih berkutik dengan buku pelajaran.Â
"Eh cupu beliin gue es dong di kantin," suruh lexa dirgantara---anak kepala sekolah di SMA GALAKSI berdiri di hadapan Grazella. Perempuan dengan rambut yang di urai, memakai perhiasan yang banyak untuk menunjukkan kekayaannya serta memakai make up yang agak berlebihan.Â
"lo punya kuping Nggak?! Selain pengelihatan lo bermasalah jangan-jangan lo tuli?" tawa lexa diikuti semua orang yang berada di dalam kelas.
"lo diam aja kaya bisu." Ucap viona
"Semua penyakit di embat sama si Grazella." Yoona memukul kepala Grazella---di sisi lain Grazella mengepal kuat-kuat tangannya.Â
Grazella sudah terbiasa dengan situasi seperti ini. Semua orang memperlakukannya seolah-olah ia tak memiliki perasaan, seolah-olah Grazella tak punya hati. Namun, cewek itu tak bisa menyembunyikan rasa sakit yang ia rasakan saat ini.Â
"lo punya kaki kan? Beli sendiri, gue bukan babu lo!" Grazella sudah muak diperintah padahal dia bukan babu. Jujur saja saat mengatakan itu Grazella takut sekali dengan Alexa, karena cewek itu pernah memukulinya hingga mengalami patah tulang di bagian tangan. Namun, pihak sekolah mengatakan bahwa lexa hanya bercanda sesama teman.Â
"Udah berani ngelawan rupanya! Mau gue suruh ayah gue ngeluarin lo dari sekolah ini?" Ancam lexa lalu menendang kursi milik Grazella hingga ia terjatuh di atas lantai.Â
"ARGH,"
"Aduh kasihan, sakit ya?" Tanya lexa lalu menendang betis Grazella.Â
"Miskin banyak gaya."
"Makan aja lo susah Grazella,"
Semua orang yang berada di kelas hanya tertawa terbahak-bahak, mereka juga merekam kejadian dimana lexa membullying dirinya tanpa membantu. Bagi mereka ini mungkin lelucon tapi tidak dengan Grazella yang merasa terluka dan tersakiti dengan kata-kata lexa. Air mata Grazella pun mengalir di pipinya, ia merasa tak berdaya dan tak berarti di hadapan semua orang.Â
Manusia itu mengerikan.Â
Catat:pemilik sekolah itu adalah ayah varo, namun yang mengelolanya adalah marvel---ayah Alexa orang kepercayaan sekaligus sahabat ayah varo dari kecil hingga saat ini. Karena sangat sibuk Ayah varo pun menyerahkannya kepada Marvel.Â
Kemudian Alexa berjongkok di hadapan Grazella, tangan mulusnya menjambak rambut Grazella hingga dia meringis kesakitan, "Anak miskin kayak lo nggak cocok sekolah disini. Gue denger bapak lo penyakitan terus pulang sekolah lo harus kerja? Kasihan banget, Siapa suruh miskin?"
Mendengar nama sang ayah di bawa-bawa membuat Grazella emosi, "Tutup mulut lo! Jangan pernah bawa-bawa Ayah gue di mulut lo yang kotor itu." Teriak Grazella di depan wajah Alexa hingga urat-urat dilehernya tercetak jelas.Â
"Lihat. Kalian bisa lihat an***ng peliharaan gue udah mulai ngelawan jelas-jelas bapak lo itu penyakit---" belum selesai lexa melanjutkan kalimat nya Grazella sudah melayangkan bogem ke arah pipi cewek itu.Â
Bugh!Â
Cewek itu memegangi bibirnya yang sedikit berdarah akibat pu**lan Grazella, tangan Grazella bergetar hebat setelah me**kul wajah Alexa.Â
"BA**SAT WAJAH GUE!" Teriaknya histeris dengan mata yang menakutkan.Â
Ia menatap tajam ke arah kedua temannya. "Tahan dia," ujar cewek itu dengan suara yang menyeramkan. Viona dan yoona pun mengeratkan pegangan mereka hingga Grazella tak bisa bergerak lagi.Â
"Terima balasan gue karna lo udah bikin wajah gue cacat!" Alexa me***ul habis-habisan tubuh Grazella hingga perempuan itu kehilangan kesadarannya. Semua orang di dalam kelas berteriak histeris menyaksikan betapa brutalnya Alexa, mereka semua hanya melihat tanpa membantu ada juga yang ingin membantu namun takut karena Alexa adalah anak dari kepala sekolah.Â
"Sakit. Jangan pukul lagi." Mohon Grazella.Â
Bukannya berhenti lexa malah semakin menjadi-jadi.Â
"Argh." Grazella meringis karena kaki lexa berasa di kepalanya.Â
Tuhan, takdir Grazella kenapa kaya gini? Sakit, tubuh Grazella sakit. Kaca mata yang di pakai Grazella di ambil paksa.Â
"J-jangan." Lirih Grazella namun yoona--- teman lexa malah menginjak kaca mata tersebut sehingga patah. "Kaca mata jelek dan murah kaya gini ditangisi? Aneh lo sumpah."
"Hahaha lihat tuh mukaknya jelek banget waktu nangis," ledek viona tertawa begitu keras.Â
Meskipun bagi orang lain kaca mata hanyalah sebuah barang biasa, namun bagi Grazella, kaca mata itu adalah sebuah hadiah berharga yang tak ternilai. Sebab, kaca mata itu adalah hasil dari kerja keras bapak yang bekerja dari pagi hingga malam.Â
"Ini bapak beliin Grazella kaca mata biar di sekolah anak bapak fokus belajarnya,"
Cewek itu memandang kotak berwarna biru yang diberikan oleh bapak, ia tersenyum. "Kaca mata ini pasti mahal pak, maaf Grazella hanya bisanya cuman nyusahin bapak."
Adipati---menepuk pundak putrinya, "Grazella sama sekali nggak pernah nyusahin bapak, jangan pernah ucapkan kata-kata itu lagi."
Ia menangis lalu memeluk tubuh bapak erat, "Terima kasih pak, Grazella bakalan jaga kaca mata ini baik-baik." Ucap Grazella karena perempuan itu tahu betapa susahnya bapak membelikan kaca mata untuk dirinya hingga bekerja pagi hingga malam.Â
Grazella selalu melihat bapak memasukkan uang ke dalam celengan selama tiga bulan, dan berbicara. "Semoga yang ini cepat terisi untuk membelikan Grazella kaca mata,"
Pak, maaf. Maaf nggak bisa menjaga kaca mata yang bapak belikan untuk Grazella.Â
Setelah puas me***ul tubuh Grazella, lexa pun pergi begitu saja dengan langkah yang cepat, diikuti oleh segerombolan teman-teman yang berteriak-teriak dari belakang. Mereka belari mengejar lexa. "Puas banget gue lihat dia di hajar." Ujar salah satu cewek itu kepada temannya.Â
"Dasar cupu sok-sok'an ngelawan ujung-ujungnya juga mampus." Bisik salah satu teman kelas Grazella.Â
"Mending lo itu belajar yang giat supaya jadi kaya jangan miskin mulu."
"Gak guna pintar kalau miskin!"
Di tengah-tengah kesadarannya Grazella mengambil kaca mata yang sudah rusak itu lalu memeluknya erat-erat, tanpa memperdulikan ucapan dari teman sekelasnya.Â
Terkadang Grazella berpikir, kenapa orang-orang yang jahat terhadap dirinya hidup sebahagia itu? Sedangkan ia harus hidup berdampingan dengan trauma yang mereka buat. Apa boleh Grazella dendam dengan orang yang sudah menghancurkan hidupnya? Jujur ia lelah, bagaimana bisa ia melupakan trauma yang sudah mereka berikan di hidupnya.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI