Mohon tunggu...
Aluzar Azhar
Aluzar Azhar Mohon Tunggu... Freelancer - Penyuluh Agama Honorer

Berbuat baik kok malu, jadi weh ...

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Esai | Belajar Mengeja "Cinta"

14 Desember 2017   14:37 Diperbarui: 16 Desember 2017   10:52 643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Saya ingin mengerti 'cinta'. Hingga usia 'jelita' (jelang lima puluh tahun) ini, saya belum mengerti apa itu 'cinta'. Bak Komentator Bola, bolehlah saya sedikit paham di 'atas kertas'; tetapi di 'lapangan', saya nol besar. Berarti cinta itu 'bola'?

Ya, menggelinding; bisa liar, bisa teratur. Tetapi, secara deduktif, sepertinya hanya Tuhan yang bisa men-dribble  cinta. Bagaimana dengan Rabiyatul Adawiyah, sufi wanita tokoh mahabbah; apakah teori dengan praktik cintanya itu sudah klop alias sinergis dalam kehidupannya dan sesuai kehendak Tuhan? Di Islam, kepada siapa kita meniru teori dan praktik dalam bercinta? Tentu kepada muslim pertama sekaligus utama, yakni Nabi Muhammad SAW. Namun sangat disayangkan, saya nol besar dalam mengetahui teori dan praktik cinta Beliau!

Mungkin, esai monolog ini sebuah upaya menyusun serpihan teori dan praktik 'cinta' yang pernah berinteraksi hingga usia jelita saya. Mudah-mudahan bisa sedikit meniru gaya bercinta Nabi SAW dan sesuai kehendak Tuhan (Allah SWT), amin yRa.

Wow, itu memang sebuah keinginan--padahal mohon dimaafkan--saya tidak berwenang tadi dan saya tidak langsung membuka referensi utama umat Islam (Quran dan Hadis), saya hanya catut-catat yang ada di surface  dan mosaic  per-saya-an.

Karena judulnya 'mengeja', mari bikin  keratabasa (Sunda: kirata) 'cinta':

C         C erita             C arilah            C oba               C iri

I          I ndah             I lmu                 I kuti                I man kepada

N        N an                 N anti               N abi                N abi itu

T         T iada             T erus               T entu             T aat kepada

A         A khir             A malkan         A man             A llah

'n so  pasti BroBray punya keratabasa 'cinta' sendiri.

Mengapa Nabi (Muhammad SAW)? Hanya mampu saya jawab dengan pertanyaan: "Mengapa Nabi Muhammad SAW menjadi kekasih Allah SWT?" Saya pun meyakini, jika kita (umatnya) rela mati #karena Beliau, karena mencintai Beliau, tentu Beliau 'meradang' (masygul). Beliau sangat anti syirik. Hidup-matilah karena Allah! (lihat soal 'gegana' Nabi diesai: kompasiana.com).

Jelas sangat berbeda dengan Romeo yang 'rela' mati untuk Juliet. Ada nafsu, ada frustasi, bukan cinta, bukan pengorbanan cinta! Justru 'pengorbanan' itu al-qurbatu  (usaha mendekati), bukan menjauhi/menumbalkan Cinta (Tuhan alias Tuhan 'kalah' oleh selain Tuhan), maka selagi hidup harus punya moto: "Berani hidup, bukan berani mati!" karena kitalah yang diutus ke bumi di antara berjuta sel zigot saudara kita di rahim Ibu.

Hm, romantika kehidupan: ada gembira, ada sedih; ada hujan, ada kemarau; ada kaya, ada miskin; ada berani, ada takut; ada benar, ada salah; ada sabar, ada nafsu; ada malaikat, ada setan; ada rindu, ada muak; ada cinta, ada benci; ... dan hasbunal-Laah wa ni'mal-Wakiil (cukuplah Allah [menjadi Penolong] bagi kami dan Dia sebaik-baik Pelindung, Q.s. Aali 'Imraan/3: 173, Terjemah Al-Qur'an, Kemenag, 2012).

Masalah hidup adalah ciri makhluk hidup. Konon, yang pede, orang hebat, itu ialah yang cari masalah sekaligus menyelesaikannya. Seiring bertambahnya usia alias berkurangnya jatah hidup, kita semakin tahu; seharusnya seperti padi menguning alias harus semakin tahu diri; semakin merunduk; tapi bukan pula 'merunduk' seperti seluruh generasi kiwari (zaman now), yang semuanya fokus ke hape  itu, bahwa di balik masalah, selalu ada hikmah.

Di usia bayi, sakit apa atau ada apa-apa disebut sebagai pertanda bahwa bayi akan bisa atau akan nambah  anu. Kata 'bertambah' mengandung makna 'semakin' atau 'lebih'. Bertambah usia berarti usia kita lebih tua dari tahun kemarin. Bertambah usia anak kita berarti semakin tipis dompet kita. Bertambah jumlah penduduk bermakna jalanan semakin macet sekaligus kompetisi hidup semakin meningkat. #Adendum: kota identik macet; macet pemicu stres; orang kota itu orang stres.

Preman bilang: "Lelaki dibesarkan jalanan!" (baca: dibesarkan 'masalah' dan tanpa buku harian, tetapi urat-oret  jejak embara, vandal di gerbang, rolling door, tembok, ... sepanjang jalan, hehe). Agamawan bilang: "Masalah hidup adalah ujian keimanan" atau "Sakit itu tanda Tuhan sayang ke kita." Menurut ekonom, masalah itu jika rugi; menurut politikus, jika kagak kepilih  lagi. Penyair bilang: "Terima kasih, cinta, sakiti aku terus, puisiku beranak-pinak!" Eh, penyanyi ber-tralala-trilili: "Nyanyikan tangis, marah, dan cinta," dia olangan weh  yang untung (?).

Ya, selalu ada hikmah. Biasanya, kita lelet  paham, padahal masalah itu rahmat yang tersamar (blessing in disguise).

Jalani hidup

Tenang tenang tenanglah seperti karang

Sebab persoalan bagai gelombang

Tenanglah tenang, tenanglah, Sayang

("Lagu Satu" Iwan Fals)

Kita seperti 'sepakat' bahwa orang beruntung itu orang sabar karena seperti karang. Cadas, Man!  Sederhana kok  rahasia hidupnya: "Rajin pangkal pintar, hemat pangkal kaya." Berarti, orang sabar itu pencinta sejati karena dia mencintai kehidupan (Keabadian, al-Baaqii, salah satu sifat Tuhan), bukan mencintai dunia yang jelas fana!

Hihi, KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) kasih contoh kata keratabasa itu 'benci' alias benar-benar cinta. "Biasanya untuk lelucon," katanya. Seperti 'jahat' (jatuh hati) atau 'sebel'  (senang betul). Kalau cius  (serius), tentu 'benci' itu antonim 'cinta'. Kita bisa rasakan sendiri kok; cinta atau benci itu dapat menjadi 'energi' (stimulan) kerja dan karya kita; bahkan kinerja kita--jika dinilai dengan nurani--akan bersuara jujur: beraura-berdampak positif atau negatif!

Jangan terlalu jauhlah. Yang menilai objektif, tentu orang lain; dan biar gak capek, tentu the final of  evaluasi itu (hanya) hak Tuhan.

Olala, jangan OMDO (omong doang), cinta itu bukti, BUKTIKAN!! Cinta itu memberi, bukan take and give  (ambil dan beri) karena #bukan sedang berbisnis. Inilah yang membuat saya 'gegana' insani: siapa yang rela mati karena/untuk saya? Heuheu, memang blunder; katanya: jangan syirik, kok  beri bad influence?!

Saya siap mati demi istri-anak! (ini syirik). Apakah istri-anak siap mati demi saya? (ini bisnis). Itulah, saya bukan Nabi. Itulah, mengapa Muhammad menjadi kekasih Allah; bahkan Allah (dan seluruh makhluk-Nya) bershalawat untuk Nabi, sebagai bukti cinta dengan mendoakan kebaikan bagi Nabi, sekaligus bukti bahwa Nabi Muhammad SAW sebagai makhluk yang paling dicintai di alam semesta.

Hm, sungguh hidup yang bermakna jika kita #dicintai ... Lakadalah, ada juga lho  yang pengen  #dihormati atau #ditakuti karena merasa terhormat atawa  adidaya! Cuciaaan dech  kamu ... Semoga lekas tahu diri, #Trump, eh!

Gimana sih  teori dan praktik cinta, gaya bercinta, atau cara Nabi mengeja 'cinta'? Pengen dong ... Ane  juga lagi ngeja, Non ... Selisik (googling) aja olangan, BroBray, jadi kita belajar bareng mengeja 'cinta'.

Cinta itu

Menurut KBBI, #cinta itu: (1) suka sekali; sayang benar; (2) kasih sekali; terpikat (antara laki-laki dan perempuan); (3) ingin sekali; berharap sekali; rindu; dan (4) susah hati (khawatir); risau; #cinta_bebas: hubungan antara pria dan wanita berdasarkan kemesraan, tanpa ikatan berdasarkan adat atau hukum yang berlaku; #cinta_monyet: (rasa) kasih antara laki-laki dan perempuan ketika masih kanak-kanak (mudah berubah).

Selanjutnya mohon maaf, saya baru sempat #membaca 'cinta' via "Al Quran Digital Versi 2.1", Website: http://www.alquran-digital.com, E-mail: info@alquran-digital.com. Klik search, ketik 'cinta', kemudian saya pilih lima ayat berikut:

Q.s. 3: 31, Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Q.s. 8: 61, Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Q.s. 9: 103, Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

[658]. Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda

[659]. Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.

Q.s. 49: 7, Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu 'cinta' kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus,

Q.s. 56: 37, Penuhcinta lagi sebaya umurnya.

(Dimohon bandingkan terjemah ayat-ayat tersebut dengan Muhammad Shohib dkk, Al-Qur'an dan Terjemahnya [Jakarta: Kemenag RI, 2012 atau terbitan terbaru]).

Kata kunci kelima ayat tersebut adalah (1) cinta Allah, ikuti rasul-Nya alias kekasih-Nya, berarti suka Yang Benar (Q.s. 3: 31); (2) condong damai berarti suka yang damai (Q.s.  8: 61); (3) bersih hati, suci jiwa terhadap harta berarti suka yang sederhana (Q.s. 9: 103); (4) cinta itu iman dan iman itu indah, antonimnya: benci itu kafir, fasik, dan durhaka, yang berarti fitrah manusia suka yang indah (Q.s. 49: 7); serta (5) sebaya atau sekufu berarti suka yang seimbang (Q.s. 56: 37).

Dengan demikian, #bacaan saya terhadap Quran, #cinta_itu adalah:

  1. Suka kebenaran (Q.s. 3: 31).
  2. Suka kedamaian (Q.s. 8: 61).
  3. Suka kesederhanaan (Q.s. 9: 103).
  4. Suka keindahan (Q.s. 49: 7).
  5. Suka keseimbangan (Q.s. 56: 37).

Alinea di atas, saya kirim juga kepada seorang kawan baru yang keukeuh nanya  via WA: cinta itu apa, bagaimana menurut Islam, dan mana dalilnya? Kemudian dia nanya  lagi: bagaimana cinta menurut Hadis?

'Cinta' menurut Hadis (Hadiits), belum saya selisik secara saksama. Alinea di bawah merupakan alinea 'terpaksa' dihadirkan karena kawan baru itu seperti ngebet  kawin saja. Saya jawab sebagai berikut (kata/frasa diapit tanda '*' menjadi huruf tebal di aplikasi WA):

Kalo *cinta versi Hadis* tentu lebih banyak, tinggal tanya ke *Ustadz Gugel* hehe; mungkin yang masyhur ( *redaksi Hadis* jadi tidak tepat dari saya, tolong cek sendiri ya) seperti: Pemuda-pemudi yang cinta dan benci karena Allah, dijamin akan dilindungi di Hari Kiamat. Orang ketiga dari sepasang kekasih yang sedang berpacaran ialah Setan. Menikahi perempuan karena (a) kekayaannya, (b) kecantikannya, (c) keturunannya, dan (d) agamanya. Pilihlah perempuan karena agamanya = inilah *cinta abadi*.

Siapa yang mencintai (baca: menyembah) Muhammad, Muhammad telah mati; tetapi siapa yang mencintai Allah, Dia hidup = *cinta benar* alias *tidak syirik* (ini *atsar*, jejak, Abu Bakar Siddiq r.a., bukan Hadis); apalagi *TAHTA* (cinta harta & wanita)--Dunia ini canda dan tipuan; atau dunia dan wanita adalah perhiasan, sebaik-baik perhiasan ialah wanita shalihah (bisa jadi ini Quran, bukan Hadis)--Berdoalah minta *pasangan hidup* dengan Q.s. 25: 74.

Bekerjalah seakan-akan kamu akan hidup selamanya, beribadahlah seakan-akan kamu akan mati besok = *cinta seimbang* (ini *atsar* 'Ali bin Abi Thalib r.a., bukan Hadis, kalo Quran-nya lihat Q.s. 28: 77). Jangan terlalu cinta, nanti benci; jangan terlalu benci, nanti cinta (boleh jadi ini *hikmah/kata mutiara*, bukan Hadis).

... 'met  ber-cinta karena Allah SWT, Bro.

Waduh, kalo udah chatting, jadi lupa waktu, kalo pesbukan juga ... #hajeuh!  Jadi teringat slogan di akun medsos sendiri dan semoga tidak ... jadi weh kabura maqtan  (Q.s. 61: 3), yakni 'sangatlah dibenci' Allah jika saya sekadar jago di atas kertas.

Berarti, #cinta_ideal (standar = sejati) itu, ya gaya bercinta Nabi Muhammad SAW karena telah teruji dan terpuji di lapangan, sehingga didokumentasi dalam Quran sebagai uswah hasanah  (teladan yang baik) di mana kick-off-nya adalah ibda' bi nafsi  (mulai dari diri-sendiri), lakukan dulu apa yang dikatakan; tidak akan menyuruh umat, apa yang tidak dilakukan Beliau.

Hayoh, siapa lagi yang jago meng-gocek (dribbling)  #bola_cinta dengan indah sesuai pakem (ketentuan) ilahiah? Padahal sudah ma'shum  (dijamin suci-dosa), tetep  ber-istighfar; sudah menjadi kekasih Tuhan, tetep  'gegana', bahkan hingga detik sakratulmaut-nya, Beliau masih memikirkan nasib orang lain, mencintai umatnya, bukan dirinya (shallaallaahu'alaamuhammad shallallaahu'alaihiiwasallam).

Yang muda, yang pernah muda, belajarlah sepanjang hayat, bersama mengeja Cinta. Kita mengerti pun belum, tapi woles  saja, ini prerogatif Tuhan. Kita mah  berproses terus (in fieri): belajar-praktik, belajar praktik, terus ... Cepat atawa  lambat, ada hukum kausalitas: cinta atau benci yang kita tanam?  Wa Allaah a'lam.

Ujungberung, 13 Desember 2017, 06.21.

c.q. 'Esai' ini di-share dulu ke blog dan status fb saya, lihat: https://ojegmangomo.blogspot.co.id/2017/12/belajar-mengeja-cinta.html

Terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun