Mohon tunggu...
Aluzar Azhar
Aluzar Azhar Mohon Tunggu... Freelancer - Penyuluh Agama Honorer

Berbuat baik kok malu, jadi weh ...

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Esai | Belajar Mengeja "Cinta"

14 Desember 2017   14:37 Diperbarui: 16 Desember 2017   10:52 643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Mengapa Nabi (Muhammad SAW)? Hanya mampu saya jawab dengan pertanyaan: "Mengapa Nabi Muhammad SAW menjadi kekasih Allah SWT?" Saya pun meyakini, jika kita (umatnya) rela mati #karena Beliau, karena mencintai Beliau, tentu Beliau 'meradang' (masygul). Beliau sangat anti syirik. Hidup-matilah karena Allah! (lihat soal 'gegana' Nabi diesai: kompasiana.com).

Jelas sangat berbeda dengan Romeo yang 'rela' mati untuk Juliet. Ada nafsu, ada frustasi, bukan cinta, bukan pengorbanan cinta! Justru 'pengorbanan' itu al-qurbatu  (usaha mendekati), bukan menjauhi/menumbalkan Cinta (Tuhan alias Tuhan 'kalah' oleh selain Tuhan), maka selagi hidup harus punya moto: "Berani hidup, bukan berani mati!" karena kitalah yang diutus ke bumi di antara berjuta sel zigot saudara kita di rahim Ibu.

Hm, romantika kehidupan: ada gembira, ada sedih; ada hujan, ada kemarau; ada kaya, ada miskin; ada berani, ada takut; ada benar, ada salah; ada sabar, ada nafsu; ada malaikat, ada setan; ada rindu, ada muak; ada cinta, ada benci; ... dan hasbunal-Laah wa ni'mal-Wakiil (cukuplah Allah [menjadi Penolong] bagi kami dan Dia sebaik-baik Pelindung, Q.s. Aali 'Imraan/3: 173, Terjemah Al-Qur'an, Kemenag, 2012).

Masalah hidup adalah ciri makhluk hidup. Konon, yang pede, orang hebat, itu ialah yang cari masalah sekaligus menyelesaikannya. Seiring bertambahnya usia alias berkurangnya jatah hidup, kita semakin tahu; seharusnya seperti padi menguning alias harus semakin tahu diri; semakin merunduk; tapi bukan pula 'merunduk' seperti seluruh generasi kiwari (zaman now), yang semuanya fokus ke hape  itu, bahwa di balik masalah, selalu ada hikmah.

Di usia bayi, sakit apa atau ada apa-apa disebut sebagai pertanda bahwa bayi akan bisa atau akan nambah  anu. Kata 'bertambah' mengandung makna 'semakin' atau 'lebih'. Bertambah usia berarti usia kita lebih tua dari tahun kemarin. Bertambah usia anak kita berarti semakin tipis dompet kita. Bertambah jumlah penduduk bermakna jalanan semakin macet sekaligus kompetisi hidup semakin meningkat. #Adendum: kota identik macet; macet pemicu stres; orang kota itu orang stres.

Preman bilang: "Lelaki dibesarkan jalanan!" (baca: dibesarkan 'masalah' dan tanpa buku harian, tetapi urat-oret  jejak embara, vandal di gerbang, rolling door, tembok, ... sepanjang jalan, hehe). Agamawan bilang: "Masalah hidup adalah ujian keimanan" atau "Sakit itu tanda Tuhan sayang ke kita." Menurut ekonom, masalah itu jika rugi; menurut politikus, jika kagak kepilih  lagi. Penyair bilang: "Terima kasih, cinta, sakiti aku terus, puisiku beranak-pinak!" Eh, penyanyi ber-tralala-trilili: "Nyanyikan tangis, marah, dan cinta," dia olangan weh  yang untung (?).

Ya, selalu ada hikmah. Biasanya, kita lelet  paham, padahal masalah itu rahmat yang tersamar (blessing in disguise).

Jalani hidup

Tenang tenang tenanglah seperti karang

Sebab persoalan bagai gelombang

Tenanglah tenang, tenanglah, Sayang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun