Seseorang di antara mereka kemudian menjelaskan, "Kami melihat dalam masalah KPK dan POLRI harus dirunut dari sejarah Golkar zaman ORBA di negeri ini."
Saya tergagu dan berdalih, "Tapi apa hubungannya?"
Di antara mereka dengan cepat menimpali, "Bukankah melihat sikap dan perilaku POLRI saat ini kita harus mengurut ke belakang dan melihat bagaimana kinerjanya di zaman era Golkar ORBA?"
Saya tidak pernah berpikir sejauh itu. Saya seorang guru SMA. Guru sejarah. Saya, dengan luluh, harus berani mengakui saya tidak lebih pintar dari murid murid saya. Saya harus menjadi guru yang juga mau belajar juga dari murid muridnya.
Jadi saya bertanya pada mereka, "Riset apa yang kalian lakukan sampai kalian bertanya soal kinerja POLRI di era pemerintahan Golkar ORBA dalam kasus KPK dan POLRI sekarang ini."
Bergantian mereka memberikan argumentasi kenapa hal itu mereka tanyakan pada saya. Saya menyimak.
Mereka murid murid SMA, murid murid saya, dengan semangat mereka aling melengkapi menyampaikan bahwa sebagai lembaga penegak hukum POLRI telah ada sejak Indonesia merdeka. POLRI masuk sebagai bagian dalam ABRI.
Mereka kembali menyentak saya dengan pertanyaan yang sama, "Bagaimana kinerja POLRI di zaman ORBA. Bukankah ORBA adalah zaman pemerintahan GOLKAR? Bagaimana kinerja POLRI di zaman pemerintahan GOLKAR?"
Saya mencoba memompa wibawa saya sebagai seorang guru dengan meminta mereka untuk menajamkan pemikiran mereka. MUngkin tahu saya agak kewalahan untuk menjawab mereka malah makin bersemangat mereka melanjutkan dengan pertanyaan  "Apa amanat REFORMASI pak?"
Saya memandang murid murid saya yang baru saya sadari mereka baru lahir atau berusia setahun ketika negeri ini memasuki Era Reformasi. Seseorang di antaranya menandaskan, "Bukankah amanat REFORMASI adalah pembubaran Golkar, memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme? Pemerintahan GOLKAR selama 32 tahun memang bubar dan GOLKAR berubah menjadi Partai Golkar. Apakah benar mental GOLKAR ORBA memang juga sudah berubah di Era Reformasi ini pak? Mereka berkuasa selama 32 tahun, menguasai semua lini, apakah mental mereka selama berkuasa memang telah berubah?"
Saya memandang mereka berlima di depan kelas dan menyapu kelas saya dengan pandangan seolah tidak percaya bahwa mereka masih bayi ketika Indonesia memasuki Era Reformasi. Rasanya baru kemarin saya ikut bersenda gurau dengan mereka untuk soal soal yang sepele. Sekarang mereka ada di hadapan saya dan menanyakan yang selama ini saya abaikan.