Mohon tunggu...
S.DJumi
S.DJumi Mohon Tunggu... Lainnya - menulis apa adanya

Menulis apa adanya sebab hidup apa adanya Tidak mengada ada

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

September Itu

4 September 2024   19:58 Diperbarui: 4 September 2024   20:05 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

.

Kenang-Kenangan Bapak  dibulan September

Bapak memang istimewa buat kami sebab pernah berjasa pada tanah air tercinta ini.

Sebagai prajurit ABRI (sekarang TNI) Pernah bertugas di Irian Jaya (Papua) juga pernah di Timor timur sekarang Timor leste.

Tidak tahu namun bapak selalu menutup rapat lemari di kamar tidurnya serta dirahasiakannya kunci lemari tersebut sampai ajal menjemput.

Lemari kayu jati yang masih kokoh di sudut kamar adalah bukti kesetiaan bapak untuk tidak memberitahu isinya.

Dulu mendiang ibu selalu membersihkan lemari dan merapikan isinya kami anak-anaknya tidak pernah diberitahu apa yang ada didalamnya

Aku sebagai bungsu sudah meminta mbak Marni dan mas Gatot untuk bersihkan isi lemari tersebut.

"Aku tidak berani dik ini sumpah prajurit "kata mas Gatot yang kebetulan juga menjadi Prajurit.

Aku diam dalam gelisah ini sumpah bapak yang harus ditepati jadi ragu bila kami pulang di rumah tabon itu.

"Tidak usah gelisah aku tahu keinginanmu itu " kata Mbak Marni yang seorang psikolog itu.

Pernah bapak bercerita kepada kami tentang tugasnya membasmi orang-orang PKI tahun 1965.

Rasa bangga bisa tegakkan dan pertahankan Pancasila dari orang-orang kiri namun hentakan nafasnya seakan terhenti ketika kami bertanya kepada bapak jumlah yang di basmi.

"Nanti kamu sekalian akan tahu jumlah yang harus kami habisi bila sudah pada dewasa "jawaban bapak inilah yang membuat aku gelisah.

"Tunggu seribu hari ya dik besok setelah ini mba janji sama mas Gatot untuk membongkar lemari bapak itu" bujuk mba Marni kepadaku.

Bapak menyimpan rapat rahasia dalam dirinya selama hampir tiga puluh tahun kami paham sebab seorang mantan anggota militer menjaga sumpah prajurit adalah hal utama.

Bapak tidak mau tahu ketika aku main petak umpet langsung dijewer telingaku karena ketahuan bersembunyi di belakang lemari jati tua tersebut.

Bahkan ibu menasehati kami tidak boleh bermain di kamar tersebut kecuali kamar kepunyaan kami.

Rahasia yang terkuak

Waktu terasa cepat ketika WA dari mba Marni masuk Hpku.

"Dik datang kerumah tabon ya penting, sendiri jangan bersama anak istrimu, sendiri besok pagi aku tunggu"

"Nggih mba, matur suwun" jawabku singkat

Rasanya bapak baru kemarin meninggalkan kami ternyata sudah seribu hari kami ditinggalkan pergi menghadapNya.

Kamar itu masih rapi karena mba Mat dan mbok nem selalu menata dan membersihkannya.

"Kita akan tahu jawaban bapak di dalam almari itu dik" kata mba Marni kepadaku.

Aku diam mas Gatot tampak gelisah dan mondar-mandir seakan menunggu seseorang.

"Mas Gayot kenapa?"

"Aku menunggu tukang kunci dik"

Tukang kunci itu datang tergopoh masih muda, tetangga desa kami.

Almari itu terbuka sekali dua kali sentuh dan semua terbuka, bau kapur barus menyeruak di dalam ada baju tentara, lencana, penghargaan dan satu bayonet dan sebuah buku kumal di pojoknya.

Aku diam sementara mas Gatot memegang baju seragam bapak, lencana dan penghargaan.

Mbak Marni mengambil buku dan memperlihatkan foto kami waktu kecil.

Ada foto keluarga Pakde dan anak-anaknya yang sudah tidak bisa kami temui sampai saat ini.

"Tatap matamu mengiba kak namun kami harus melaksanakan tugas negara" tulis bapak di belakang foto tersebut.

Di Halaman lain buku "ada rasa sesal sampai aku pensiun anakmu tidak mau aku bantu sekolah, sekarang tidak tahu rimbanya"

Kami kaget ternyata buku itu menceritakan tugas bapak yang harus ambigu untuk sudahi sang kakak.

"Pakde ternyata simpatisan kiri" kata mas Gatot terbata.

"Aku tahu betapa tersiksanya bapak karena harus membunuh kakak kandungnya sendiri"sahutku lirih.

Semua sudah terjad...sebab Ken Arok harys menerima terbunuh oleh anaknya..

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun