Mohon tunggu...
S.DJumi
S.DJumi Mohon Tunggu... Lainnya - menulis apa adanya

Menulis apa adanya sebab hidup apa adanya Tidak mengada ada

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Fitri yang Fitri

14 April 2024   15:50 Diperbarui: 14 April 2024   15:52 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gelisahnya kian menjadi di benahinya jilbab baru yang di pakainya, gelisah tiada arti sejak dari tadi bajunya seakan tidak rapi, baju kesayangan yanga entah sudah berapa kali di pakai dan warnya selalu sama kelabu.

"aku harap mba harus datang tepat waktu" permintaan di Hp kian membauatnya gelisah

'aku harus bagaiamana?' jawabnya kala itu

"pokoknya datang, ibu yang minta" jawab seseorang yang jadi lawan Wa di Hpnya

"aku bukan siapa-siapa lagi " jawabnya sederet tulisan yang di ketiknya dengan tangan yang tremor

"mba jangan begitu" jawabnya  lawanya dengan smile di hpnya

" ya" jawabnya

Bukan karena fitri ini dan bukan karena hari lebaran ini yang membuatnya gelisah, namun peristiwa lampau yang entah mengapa membuatnya semakin galau untuk di tapakinya, setahun yang lalu tidak bisa di lupakannya.

"aku harus bagaimana?'

"ibu yang mengundang"

deg hatinya dag dig dug dan semakin membuatnya tidak enak, bayangan setahun lalu membuatnya semakin menjadi debarnya, tentang seseorang yang di cintai, tentang rumah baru, tentang cucu yang di harapkan ibu.

"masakan mba enak,"

"jadi aku harus membantu ibu masak?'

"boleh...namaun harus datang, ibu yang meminta"


diam dan bertanya-tanya

ada apa

ada apa

hatinya galau

bertanya

adakaha yang salah lagu lagu dengan kelakuanku yang dulu atau apalah di kuatnya hatinya untuk sampaia melangkah di rumah ibu dan di kuatkan hatinya bertemu semua yang ada di rumah itu.

sengaja di panggilny ojek online, tidak memakai motor pribadi, hatinya tidak tega dan sreg memakai motor kesanyangan di rumah itu dan hatuny tiba-tiba sedih jadinya.

"aku harus kuat" katanya berseru dan membuat tukang ojek itu kaget di buatnya

"ada apa mba sakitkah?"

"maaf aku harus kuat hadapi semua ini pak"

"nggih, namun jangan berteriak ya mba"

"maaf pak"

Sesampai didepan rumah ibu

perlahan pintu gerbang abercat hitam itu di bukanya pelan, ada si mbaa yang etrsenyum sambil mengepel rumah, ada pak sopri ibu yang mengangguk sambil bertanya 

"mba Fitri datang"

semua  gemberia saat melihatku dan ibu juga menyambutku dengan pelukannya aku tidak bisa menahan tetesan air mata ini sejak setahun lalu aku tidak bisa berjumpa langsung dengan  ibu.

"mba, adik kemana bu?'

"lupa mereka baru belanja untuk besoka pagi"

"nggih bu.."

Ibu semakin cantik ruangan itu masih seperti dulu indah dan nyaman dan aku tahu semua ini adalah karena ibu yang mengatur keberihan dan keharuman rumah ini.

"aku harus masak apa bu?"

"siapa bilang kamu harus masak?"

"tadi dik andien.."

"sudahlah nanti kamu tahu.."

aku harus bagaiamana akulah satu-satunya mantu wanita dan akulah sekarang mantu yang tidak tahua diri, sebab aku sudah hampri setahun setiap lebaran tidak bisa mampu langkahkan kaki ini kerumah ibu.

Aku berkeliling dari ruang ke ruang, dan aku takjub ternyata kamar mas masih seperti dulu dan tertata lebih rapi

"masuk saja ke kamarmu sayang" ibu membuatku kaget sebab aku di suruh masuk kamar kepunyaan mas dulu

"aku.,harus...?" gagap rasanya hati ini masuk ke kamar pertama kami dan kamar peraduan kamu pertama kali

"bagus dan rapi" cetus ibu

"nggih bu" 

"maaf, kalau capek boleh tiduran kok"

"hm,,, buk aku ..kan sekarang..bukan"

"kamu tetap anak ibu"

kami berpelukan menangis bersama di kamar penuh kenangan itu

"maaf mba hari ini ulang tahun mas Ahmad"

teriak di belakangku semua berkata membuat aku kaget adanya sebab aku baru ingat lebaran ini bertepatan dengan ulang tahun mas Ahmad.

"kamu tetap anakku dan kamu tetap sebagian dari keluarga kami" kata ibu membuatku semakin tidak  bisa menahan tangis  lelehan air mata.

Sebab lebaran buat aku bertambah pilu inilah awal dan akhir kegembiraanku, mas Ahmad meninggal kecelakaan saat malam takbir  dan di bocenganada baju gamis yang ingin di berikannya kepadaku

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun