“maaf membuat mas patah hati ya?”
“aku baru tahu sedihnya sampai ..”
“ditulis dalam novelmu?”
“aku tahu biru…”
“ya besok habis kerja yam as”
“mengapa?”
“sekolahan kami baru ujian kenaikan kelas mas”
“aku baru tahu juga”
aku diam dan menyudahi telepon ini, janji di warung burjo depan kampus dulu kami.
Siang yang membuat aku merasa bersalah kepada kedua anakku dan terutama pada Yun, aku berpura-pura tidak mengenal mas ganteng tepan di depan hidungnya karena kau malau pada Yun yang kenyataannya aku dan dia sudah pernah bersama lebih hampir dua tahun pacaran, “yang-yangan” kata orang Jogja, walau akhirnya aku yang dulu mencintainya terpaksa “menerima” mas harun karena”sayembara”aku yang kelewat dan inilah takdir aku sekarang.
Aku menunggu di warung burjo yang dulu menjadi saksi bisa cinta berdua kami dan aku tahu dua belas tahun hampir berlalu sekarang adalah nyata suda berganti anaknya sangbapak ternyata sudah meninggal setahun yang lalu.