Mohon tunggu...
Alpaprana
Alpaprana Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Jika arwah sang penyair, dan setumpuk kesedihan pecinta sastra mengalir di urat nadi, maka ijinkanlah aku mencumbui setiap mata yang membaca rangkaian kalam rahsa alpaprana (aksara biasa), sampai terbenamnya bahasa penaku di keabadian sulbi makhluk berkulit tanah, sebelum tiupan sangkakala memanggil, menyentuh udara kiamat, hingga membangunkan seisi jagad raya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Mimpi Sang Pujangga Malam

9 Juli 2016   23:11 Diperbarui: 10 Juli 2016   07:11 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Setumpuk kekata sunyi yang menempati gelap ;

Dari kaca jendela

serasa mimpi-- lebih sekedar imajinasi

dan masa keharuan menghampar luas

terlukis pada garis-garis napas makhluk bumi

 

Engkau, sang pujangga malam

wajahmu puisi

harapmu kasturi

wujudmu udara

hadirmu cahaya

 

Pada sentuhan mata langit

pada lirih jiwa yang berhembus di daun-daun

dalam sapaan rembulan

di serumpun bambu yang merdu bersenandung

senantiasa kau-simpan aroma rinduku

seperti jari-jari gerimis yang lembut berjatuhan

membelai kulit-kulit tanah

hingga segala kering, basah perlahan

 

Apakah-ku tlah meminjam arwah malam sebagai citra kesunyian?

 

Kaulah, sang pujangga malam

di kaca jendela yang berembun kini

nalarku menapaki kebekuan asa

lelahku menyertai rintihan elegi sukma

seutuh rindu merajam sendi-sendi indriya

tersenyum di karamnya kisah cinta

mimpi-mimpi puisipun dilupa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun