Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

70 Persen Kompasianer Kecewa dengan 100 Hari Jokowi-Maruf

2 Februari 2020   20:19 Diperbarui: 3 Februari 2020   10:54 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi dan Wapres Ma'ruf Amin

Hari ini 1 Februari 2020 dan empat hari yang lalu, 28 Januari 2020 genap 100 hari inaugrasi Kabinet Indonesia Maju, Jokowi-Ma'ruf Amin. Ini momen yang tepat untuk melakukan evaluasi mengingat seharusnya sudah ada langkah-langkah awal yang jelas dari mereka berdua untuk merealisasi janji kampanye. Selain itu, kegiatan evaluasi kinerja 100 hari pertama kabinet negara lazim dilakukan di negara-negara demokrasi.  

Kebiasaan ini dirunut oleh Kompasianer Daniel Mashudi pada artikel berjudul "Penilaian 100 Hari Kerja Presiden, dari Mana Asalnya?" Disini dikatakannya bahwa kebiasaan ini dimulai di tahun 1933 semasa Presiden Amerika Serikat Roosevelt.

Di Indonesia seperti kita maklumi bersama ini dipelopori oleh Presiden SBY dan diikuti oleh Jokowi semasa Kabinet Jokowi JK dan sekarang Jokowi tidak membuat target 100 hari kerja untuk Kabinet Jokowi Ma'ruf Amin.

Walaupun demikian, tidaklah terlarang untuk melakukan evaluasi kerja 100 hari termaksud. Selain itu, antusiasme publik yang cukup tinggi untuk itu perlu kita apresiasi. Misalnya, apresiasi perlu kita berikan pada beberapa Tv nasional yang tayang program talkshow 100 hari tersebut.

Apresiasi yang serupa perlu juga kita alamatkan pada banyak media online nasional yang turut berkontribusi atas hal termaksud. Last but not least, apresiasi perlu juga kita sampaikan pada Kompasiana yang kreatif dan sigap menyajikan topik pilihan 100 HARI JOKOWI MARUF. Disini penulis menemukan 35 artikel Kompasianer.

Agar dapat dianalisa dengan baik dan dapat memberikan insights, pemahaman yang jelas dan dalam, 35 artikel itu penulis kelompokan dalam tiga tone yaitu, tone kecewa, tone netral, dan tone puas.

Hasil identifikasi memperlihatkan bahwa hanya ada satu artikel atau kurang dari tiga persen artikel yang menyuarakan kepuasan atas kinerja 100 hari Kabinet Jokowi Maruf Amin. Selanjutnya, ada 10 artikel dengan tone netral.

Sebagian netral berimbang dan sebagian lagi netral tanpa opini. Selebihnya, 24 artikel (70%) menyuarakan kekecewaan atau ketidakpuasan atas kinerja 100 hari termaksud. 

Artikel yang mana dan masuk kelompok yang mana sebagian langsung dapat ditentukan dari judulnya. Misalnya, artikel dengan judul Yang Tua, Cacat, dan Miskin Terlupakan oleh Jokowi-Ma'ruf Amin yang ditulis oleh Hanto Sugiarto jelas masuk dalam kelompok tone kecewa atau tidak puas.

 Selanjutnya, artikel dengan judul 100 Hari Kabinet Kerja, Duet Prabowo-Sakti Tokcer yang ditulis oleh Aditya Dwiki jelas termasuk kelompok yang puas. Ini satu-satunya dari 35 artikel yg penulis temukan yang puas dengan 100 hari Jokowi-Ma'ruf.

Sedangkan sebagian judul artikel yang lain belum menggambarkan tone nya. Untuk itu artikel-artikel seperti ini perlu dibaca terlebih dahulu. Misalnya. artikel dengan judul 100 Hari Kerja Kabinet Przesiden Joko Widodo yang ditulis oleh Wahyu Barata termasuk dalam kelompok yang masih perlu dibaca terlebih dahulu. .

Satu dua artikel dari masing-masing kelompok akan di cari insights nya. Komen dan kritik para Kompasianer akan menciptakan suatu sintesa kembali.

PUAS DENGAN KINERJA 100 HARI JOKOWI - MA'RUF AMIN
Seperti disampaikan diatas hanya ada satu artikel atau kurang dari tiga persen artikel dengan tone Puas. Penulisnya adalah Dwiki Aditya dan artikel yang ditulisnya berjudul 100 Hari Kabinet Kerja, Duet Prabowo-Sakti Tokcer.

Di sini Mas Adit yang mendeskripsikan dirinya sebagai superman memaparkan keberhasilan Menhan dan Wakilnya, Sakti Wahyu Trenggono yang juga akrab dengan sapaan Raja Menara.

Keberhasilan Menhan Prabowo Subianto itu menurut Kompasianer kita ini terkait dengan kegiatan perjalanan dinas luar negeri dengan misi utama diplomasi pertahanan dan keamanan nasional. Tidak ada informasi tambahan kenapa Mantan Capres 2019 ini dianggap oleh penulis kita ini sebagai berhasil melakukan diplomasi termaksud.

Mas Adit selanjutnya menyatakan bahwa keberhasilan Wamen Trenggono itu terkait dengan revitalisasi industri pertahanan nasional. Contoh yang diangkatnya adalah keberhasilan Pindad menarik minat pembeli dari beberapa negara. Negara-negara tersebut perlu antri untuk memesan Alutsista dari Pindad, imbuh Aditya. Sama seperti hal nya untuk narasi=narasi keberhasilan Prabowo, disini Mas Adit juga tidak memberikan dukungan fakta dan data lebih lanjut. 

NETRAL DAN/ATAU TIDAK BEROPINI
Kompasianer Daniel Mashudi tayang artikel dengan judul Penilaian 100 Hari Kerja Presiden, dari Mana Asalnya? Disini dikatakannya bahwa Franklin Delano Roosevelt, presiden ke-32 Amerika Serikat adalah orang pertama yang mencanangkan Program 100 Hari itu.

Lebih lanjut, menurut mas Daniel, Roosevelt dilantik menjadi presiden AS pada 4 Maret 1933 yang saat itu perekonomian Amerika Serikat sedang berada di titik terendahnya yang dikenal sebagai the Great Depression. 

Mas Daniel selanjutnya mengatakan bahwa Program 100 Hari Roosevelt ini berhasil menyatukan dan membangun semangat masyarakat Amerika Serikat. FDR berhasil dan kemudian terpilih untuk kedua kalinya pada kontestasi Pilpres Amerika Serikat yang berikutnya, masih menurut artikel yang mendapat apresiasi HL dari Kompasiana ini.

Memang ada sedikit tone negatif di alenia terakhir dari artikel ini. Walaupun demikian, tone artikel ini secara umum cenderung netral. 

Beberapa artikel tanpa opini adalah artikel dengan judul "Sihir"100 Hari Kerja, Melulu Maido Jokowidodo yang ditulis oleh Muis Sunarya dan artikel dengan judul Sampai 100 Hari Saya Tidak Hafal Nama-nama Menteri Jokowi.

KECEWA dengan KINERJA 100 HARI JOKOWI - MA'RUF AMIN
Seperti disampaikan diatas, 70 persen artikel Kompasianer yang tayang dalam Topik Pilihan 100 Hari Jokowi Maruf bernuansa kecewa alias tidak puas dengan kinerja Kabinet Indonesia Maju. Beberapa abstraksi artikel dengan tone kecewa atau tidak puas termaksud disajikan berikut ini.

Kompasianer Himam Miladi tayang artikel dengan judul 100 Hari Jokowi-Ma'ruf Cuma Bikin Gaduh. Di sini disampaikannya bahwa susunan kabinet yang diharapkan bisa membawa perubahan fundamental bagi bangsa ini ternyata tidak mampu berbuat banyak di 100 hari kerja mereka.

Kompasianer dengan akreditasi Penjelajah ini menambahkan bahwa gebrakan yang dilakukan para menteri dan pembantu Jokowi belum menyentuh akar permasalahan yang dihadapi masyarakat.

Selanjutnya, artikel dengan apresiasi High Light menunjuk contoh empat kebijakan Mas Nadiem. Menurutnya, keempat kebijakan ini hanya menyentuh permukaan saja, tidak ada dampak signifikan dalam merubah wajah pendidikan Indonesia serta tidak merujuk ke cetak biru yang bisa dijadikan pondasi untuk masa depan pendidikan Indonesia. 

Dalam nuansa yang sama, Kompasianer Ozy V. Alandika mengkritik gerak langkah Mas Menteri ini dengan tajam. Di artikelnya yang berjudul 100 Hari Kerja Nadiem: Menanti Kejelasan Arah dan Transformasi Pendidikan Kita, Mas Ozy berpendapat rangkaian kebijakan yang dipublikasikan Mas Nadiem itu semuanya tidak jelas.

Jika hal ini terus berlanjut, menurut artikel dengan HL ini, maka harapan Presiden Jokowi untuk tercapainya lejitan kemajuan pendidikan nasional kita dibawah Mantan Bos GoJek ini, akan semakin tidak jelas. 

Kekecewaan dan nuansa skeptis dengan tokoh muda yang termasuk orang terkaya Indonesia ini juga disampaikan oleh Kompasianer Almizan. Dalam artikelnya yang berjudul Jauh Panggang dari Api, Wacana Kampus Merdeka Mas Nadiem, Mas Almi mengatakan bahwa unsur-unsur wacana Kampus Merdeka yang dilontarkan Beliau jauh dari revolusioner.

Dengan kata lain, artikel yang mendapat apresiasi high light ini menyatakan bahwa kandungan wacana judul kebijakan  Kampus Merdeka yang ngejreng ini sarat dengan nuansa kompromistis sehingga sangat sulit, jika tidak mustahil, untuk dapat mengejar ketertinggalan pendidikan Indonesia. 

Lebih seru lagi, Mas Almi berpendapat bahwa banyak hal sederhana tetapi sangat strategis yang terlewatkan oleh tokoh idola milenial dan Presiden Jokowi ini.  Itu sederhana karena dapat dilakukan cukup dengan tanda tangan mantan Bos GoJek ini saja. Itu strategis karena dapat dengan seketika meningkatkan efisiensi sistem pendidikan nasional kita secara significant.

Kebijakan Mas Nadiem menurut Mas Almi itu yang seharusnya dapat digulirkan dalam 100 hari ini mencakup kebijakan untuk memerdekakan silabi perguruan tinggi dari jeratan pemerintah. Merdekakan mereka untuk mengadopsi dan/atau mengembangkan silabi mereka masing-masing itu baru ngejreng Mas Nadiem.

Selanjutnya merdekakan mereka untuk buka tutup Prodi dan memerdekakan mereka saat ini juga pada kewajiban akreditasi. Ketentuan Prodi dan kewajiban akreditasi yang diciptakan oleh para pendahulu Mas Nadiem sangat memasung kemerdekaan dan efisiensi kampus.

Coba kita lihat juga tokoh ngejreng Jokowi yang lain yaitu Erick Thohir. Ada tiga Kompasianer tayang artikel yang terkait dengan BUMN dan tentunya dengan adik orang terkaya ke 17 Indonesia ini. Dua artikel dengan tone netral berimbang dan satu artikel dengan tone kecewa dan tidak puas. Disini merupakan bagian dari artikel Mas Almi yang diberi judul A Man Like Jokowi Tidak Cukup.

Mas Almi belum melihat ada klu yang kuat bahwa Mas Erick akan menuju jalur BUMN sebagai agent of development. Mas Erick gegap gempita rombak CEO berbagai BUMN tetapi tidak menjelaskan target spesifik dari perombakan itu. 

Lebih lanjut, disini Mas Almi menjelaskan bahwa kontribusi BUMN dalam bentuk dividen untuk negara yang hanya masing-masing 48 dan 49 triliun rupiah untuk tahun 2019 dan 2020 sangat keterlaluan kecilnya. Dengan aset Rp8.000 triliun kontribusi yang konservatif seharusnya sekitar Rp800 triliun per tahun dan bukan kurang dari Rp50 triliun tersebut.

Secara lebih umum, kekecewaan Kompasianer-Kompasianer yang lain terkait isu Jiwasraya, korupsi, hukum dan KPK, BPJS, dan lain sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun