Obrolan kami terjeda maghrib. Aku buru-buru mengambil waktu untuk sholat dan ingin cepat kembali dalam obrolan yang tak habis-habis dengan Rudi. Sementara Rudi? Jangan ditanyalah, ahahahaaa. Dia menungguku sembari menikmati cokelat dingin pesanannya.
***
Pukul tujuh lewat tiga puluh menit. Aku dan Rudi kompak merasa lapar, dan ia mengajakku makan di Sate Klathak. Tentu saja aku mau. Seumur hidupku di Jogja, aku belum pernah ke sana. Payah sekali aku ini. Kurang gaul sepertinya.
Kami berboncengan ke Jl. Imogiri, dan sampai di sana pukul delapan. Kami langsung memesan menu andalan, Sate Klathak dan teh tubruk gula batu. Oh, plus 1 tongseng balungan untuk dimakan bersama. Kami pun makan dengan lahap. Tak bersisa.
Sembari menikmati teh panas setelah makan, Rudi membuka obrolan serius denganku. Aku sudah tak enak melihat raut wajahnya. Mendadak jantungku berdegup kencang, firasat buruk menyerang. Lalu dia pun mengeluarkan kalimat pertamanya.
“Ras, kamu pikir selama bertahun-tahun ini aku sendiri aja kan? Aku punya pacar, Ras, sejak 1,5 tahun lalu.”
Aku langsung menyahut, “Waaaahh,, kok nggak cerita-cerita sihh.. Udah lama gituuu.. Siapa? Siapa??”
Aku menyambut berita itu dengan ceria. Namun aku sendiri tak yakin, kalau hanya untuk memberitahukan bahwa dia sudah berpacar, mengapa raut wajahnya harus seserius itu, dan berbicara dengan sangat hati-hati.
Lalu Rudi mengeluarkan handphone, dan membuka-buka folder di dalamnya. Kemudian disodorkannya padaku, sembari berkata, “Ini pacarku.”
Seketika aku terdiam. Senyum ceria langsung hilang dari bibirku. Aku membisu. Mataku menatap lekat pria yang ada di layar handphone itu. Perlahan aku mengangkat wajah, menatap mata Rudi.
“Iya, Ras.”