Mohon tunggu...
Alma Zahra Tanjung
Alma Zahra Tanjung Mohon Tunggu... Editor - Universitas Muhammadiyah Jakarta

Saya Seorang Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Problematika Revisi UU Penyiaran Indonesia

4 Juli 2024   01:17 Diperbarui: 4 Juli 2024   10:14 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Kedua, pelarangan penayangan konten siaran dan konten yang menggambarkan perilaku lesbian, gay, biseksual, dan transgender merupakan bentuk diskriminasi terhadap kelompok LGBTQ+ dan semakin membatasi peluang mereka untuk berekspresi serta dapat melanggengkan karya jurnalisme budaya yang tidak inklusif

 Ketiga, pemerintah melakukan penyalahgunaan kekuasaan secara berlebihan melalui pasal-pasal yang menekan demokrasi berkedok perlindungan dari penghinaan dan pencemaran nama baik, yang semakin dibenarkan dalam UU Penyiaran.

 Alih-alih mempersempit ruang lingkup kriminalisasi bagi jurnalis dan masyarakat pada umumnya, keberadaan pemberitaan yang fleksibel ini justru memperluas cakupannya.

 Keempat, pemerintah berupaya membatasi independensi Dewan Pers dan berfungsinya UU Pers.

 Pasal 8A(q), serta ayat 42(1) dan (2) rancangan revisi UU Penyiaran, menimbulkan tumpang tindih kewenangan antara KPI dan Dewan Pers. Pasal ini juga menghilangkan Kode Etik Jurnalis dan UU Pers sebagai acuan dalam menilai siaran produk jurnalistik serta mengalihkan penilaian pada penggunaan P3 dan SIS. Hal ini dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dalam mekanisme penyelesaian sengketa media. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta meminta Presiden Jokowi dan DPR RI untuk: Pertimbangkan kembali urgensi perubahan UU Penyiaran. Menghapus pasal-pasal bermasalah yang dapat melanggar hak kebebasan pers dan hak masyarakat atas informasi. melibatkan Dewan Pers dan organisasi masyarakat sipil, dengan memberikan perhatian khusus pada isu-isu yang tumpang tindih.

Problematika revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran di Indonesia telah menimbulkan kontroversi dan kekhawatiran terkait dengan kebebasan pers dan independensi jurnalistik. Berikut adalah beberapa isu yang menjadi perhatian:

Pelanggaran Hak Asasi Manusia: Revisi UU Penyiaran dapat mengancam hak asasi manusia, terutama dalam penyelesaian sengketa jurnalistik. Jika RUU Penyiaran berlaku dan UU Pers masih dipertahankan, maka terjadi tumpang tindih kewenangan yang dapat mengganggu independensi Dewan Pers

Pengabaian Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan: Revisi UU Penyiaran tidak memenuhi standar teknik penyusunan peraturan perundang-undangan yang disebutkan dalam Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Hal ini dapat mengganggu kestabilan hukum dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap proses pembentukan undang-undang

Perluasan Kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI): Perluasan kewenangan KPI dapat mengancam independensi jurnalistik. KPI dipilih oleh lembaga politik, sedangkan Dewan Pers adalah lembaga independen yang memiliki komposisi anggota yang seimbang antara organisasi jurnalis, perusahaan media, dan masyarakat

Larangan Jurnalisme Investigasi: Pasal 50B ayat 2 dalam RUU Penyiaran melarang penayangan konten eksklusif investigasi, yang dinilai bertentangan dengan Pasal 4 Ayat 2 UU Pers yang melindungi pers nasional dari penyensoran, pemberedelan, atau pelarangan penyiaran. Larangan ini dapat membungkam kemerdekaan pers dan mengganggu kebebasan berekspresi

Dampak pada User-Generated Content: Perluasan definisi penyiaran yang mencakup dunia maya dapat mengancam kebebasan berekspresi di platform digital, termasuk konten yang dibuat oleh pengguna, seperti User-Generated Content yang dapat menghambat kebebasan berekspresi publik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun