Mohon tunggu...
Disra Alldrick
Disra Alldrick Mohon Tunggu... Lainnya - Ahsan Muamalah

Seorang pekerja yang sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Geliat Madu Hutan Riau di Kala Pandemi

24 Juni 2020   20:29 Diperbarui: 26 Juni 2020   14:17 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

RIAU – Siapa yang tidak percaya dengan khasiat madu? Cairan manis alami dari nektar bunga ini memiliki keutamaan bagi daya tahan tubuh. Mengkonsumsi madu secara rutin dapat memperbaiki pencernaan dan pengganti enzim di kala tidur.

Namun, dalam memilih madu harus benar-benar diperhatikan. Sebab masih banyak madu-madu oplosan atau palsu dijual bebas di pasaran.

“Sekitar 12 tahun lalu, saya termasuk orang awalnya sangat khawatir mengkonsumsi madu, lantaran banyaknya madu palsu beredar,” ujar seorang teman, Eric.

Entah apa yang merasuki oknum tersebut sehingga tega mencampur madu dengan zat lain tak ramah tubuh itu.

“Lalu sejak tinggal di kota Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, saya pun mulai akrab dengan madu, khususnya madu hutan sialang,” imbuhnya.

Ia mengaku persediaan madu di dapur hampir tak pernah putus. Lantaran produsen madu langganannya berada tak jauh dari rumah.

“Meski kadang kerap terlupa meminumnya secara rutin, namun selama ada madu, setidaknya bisa menjadi pengingat untuk ditangkap oleh alarm-alarm tubuh,” tukasnya.

Tulisan ini akan mengajak pembaca untuk berkunjung ke salah satu tempat di Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, sebuah kota yang berjarak sekitar 65 kilometer dari Pekanbaru, Ibukota Provinsi Riau.

Bagi yang pernah datang ke Riau atau berdomisili di Pekanbaru, Pangkalan Kerinci bisa ditempuh melalui jalan darat sekira dua jam perjalanan. Kondisi jalannya bagus, sebagian diaspal hotmix sebagian lagi concrete. Kontur jalannya naik turun dan berbelok ibaratkan jalur Roller Coaster. Bagi mereka yang pertama kali lewat, kemungkinan bisa berakibat mual dan muntah di jalan. Terlebih sepanjang perjalanan, barisan pohon sawit menjadi pemandangan khas di kiri dan di kanan jalan.

Jika dari Pekanbaru melewati Jalan Lintas Timur, sebelah kanan kita akan melihat gerbang besar Kota Pangkalan Kerinci bercorak kehijauan. Lokasi ini lazim disebut dengan kilometer 55. Di sana terdapat rest area atau tempat beristirahat dan SPBU.

Tak jauh dari gerbang, sekitar 15 menit perjalanan lagi, kita sampai di Rumah Madu Andalan. Rumah madu ini berada di kawasan perumahan karyawan sebuah perusahaan penghasil kertas di Riau. Kami disambut oleh Eric, yang kebetulan bekerja di sana. Namun sayangnya, berkunjung di masa pandemi COVID-19 ini sangat terbatas. Sebab, perusahaan menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat demi memutus mata rantai penyebaran virus corona tersebut. Beruntung kami berada dalam satu kawasan dengan Eric.

Eric kemudian mengajak kami masuk ke kawasan Rumah Madu. Lokasinya asri, banyak pepohonan dan tanaman yang dibudidayakan untuk keperluan para petani binaan. Kawasan itu disebut juga dengan Balai Pelatihan dan Pengembangan Usaha Terpadu (BPPUT), yang dikelola program pemberdayaan masyarakat perusahaan.

Ketika berjalan ke Rumah Madu, kami melihat sosok pemuda berbadan tegap sedang memarkir mundur kendaraannya. Tampak jelas mobil kapasitas 5 penumpang itu tengah membawa beban yang cukup berat.

Selesai parkir, pemuda tersebut turun dari mobil. Ternyata ia adalah Tengku Indra alias Ujang. Putra asli Pelalawan yang juga sebagai Ketua Kelompok Tani Rumah Madu Andalan. Ujang rencananya akan memasok hasil perolehan madunya kemarin malam, Jumat (5/6) dari hutan di kelurahan Pelalawan.

Ujang menyapa dengan ramah sambil mempersiapkan tiga galon madu seberat 80 kilogram. Sebelum madunya dibawa masuk ke rumah madu, madu Ujang harus diperiksa dahulu kemurnian dan kadar airnya. Kadar airnya diperiksa dengan alat atau testkit, kemudian diperiksa juga asli atau tidaknya madu ini.

"Alhamdulillah selama ini madu yang kita pasok masih terjaga kemurniannya,” ujar Ujang.

Sekilas Rumah Madu Andalan
Kami diajak masuk ke Rumah Madu Andalan. Rumah ini juga dipergunakan untuk memajang hasil kerajinan para mitra bina, seperti Batik Bono Andalan yang sudah sangat mashyur di Kabupaten Pelalawan.

Bangunan seukuran rumah tipe 36 ini terbagi atas tiga ruang. Ruang depan untuk pengolahan dan pajangan hasil kerajinan. Ruang kedua untuk rumah batik andalan dan ruang ketiga untuk pengolahan madu.

Disain rumah madu ini terlihat rapih dan bersih. Semua perlengkapan disusun teratur dan diberi label. Di bagian atas dekat langit-langit ruangan madu diberi hiasan grafis sarang lebah berbentuk heksagonal. Ciri khas struktur canggih bikinan serangga yang namanya diabadikan dalam Al-Qur'an, yakni surat An-Nahl.

Di salah satu dindingnya juga dipajang infografis singkat khasiat dan karakter lebah hutan si penghasil madu.

Kami kemudian bertemu dengan salah satu pembina kelompok tani madu, Raden Adhe Pramono. Adhe menceritakan sejarah berdirinya Rumah Madu Andalan, yang semula bernama Rumah Madu.

“Program mitra bina madu ini sudah ada sejak tahun 2000, namun dulu hanya menjual madu murni tanpa diolah, kemudian di tahun 2006, Rumah Madu Andalan memberi nilai tambah bagi madu sialang dari mitra petani madu dengan melakukan pengemasan secara modern tanpa mengurangi kemudiannya,” jelas Adhe.

Madu olahan tersebut kemudian diberi ‘brand’ atau merek Madu Foresbi, berasal dari kata “Forest-Bee” yang berarti madu lebah asli dari hutan. Sejak itu, penjualan madu terus mengalami peningkatan.

Pengolahan madu dan dampak ekonominya
Kami melihat Ujang mengangkat galon berisikan madu ke timbangan. Kemudian madu murni tersebut dituangkan ke wadah lain, untuk dilakukan proses dehumidifier. Proses ini berlangsung selama kurang lebih 24 hingga 48 jam.

“Standar kadar air yang kita terima maksimal 25 persen, lalu kita saring lagi dengan mesin dehumidifier sampai 18 hingga 20 persen untuk dikemas ke botol,” jelas Adhe.

Pengolahan madu hutan ini bukan tanpa alasan. Selain kemasan dan kadar air, pengolahan madu hutan ini memiliki kelebihan, yakni membuat madu menjadi lebih kental, mengurangi kadar gas yang terkandung, dan menjaga kualitas madu.

“Jadi ketika madu diolah, kadar gasnya jadi berkurang sehingga aman dibawa dalam perjalanan jauh bahkan dengan menggunakan pesawat terbang,” imbuhnya.

Para petani memasok madu ke RMA sekitar 300 kg per bulan. Kelompok tani bisa memperoleh rata-rata pendapatan minimal sebesar Rp25 juta per bulan. Agar semua petani dapat berkontribusi untuk memenuhi kebutuhan madu, mereka mengatur jadwal pasokan, sehingga kelangsungan usaha para petani madu tetap terjaga.

Selesai madu ditimbang dan telah lolos uji, Ujang langsung dibayar sesuai harga yang telah disepakati. Ujang pun terlihat sumringah dan bahagia. Terlebih permintaan masyarakat terhadap madu sialang meningkat signifikan di tengah pandemi COVID-19. Omzet kelompok ini terus meningkat, bahkan pernah mencapai ratusan juta rupiah dalam sebulan.

"Lebih menguntungkan usaha madu ini, apalagi sejak COVID-19 kami sempat kewalahan menerima pesanan madu dari Jakarta sebanyak seribu botol atau sekitar 500 kilogram pada bulan April lalu," tutur Ujang yang juga berprofesi sebagai nelayan sungai di kampungnya.

Keunikan Madu Sialang
Rumah Madu Andalan masih tetap konsisten dengan madu sialang asli atau madu hutan Riau produksi lebah hutan. Hal ini karena madu sialang memiliki khasiat yang baik bagi kesehatan dan memiliki rasa yang bervariasi tergantung mood lebah.

“Madu hutan ini rasanya berubah-ubah, tergantung lebah dan kondisi alamnya. Jika musim hujan maka madu akan lebih encer, kemudian ketersediaan nektar bunga juga akan berpengaruh pada warna madu yang dihasilkan,” kata Adhe.

Lebah madu yang ada di Indonesia ada empat jenis, di antaranya Apis Dorsata, Apis Mellifera, Apis Cerana, dan Apis Trigona. Madu Foresbi berasal dari jenis lebah Apis Dorsata. Lebah ini memiliki sifat hidup yang liar, bersarang di tempat yang tinggi, sulit dibudidayakan, dan produk utamanya madu dan beeswax. Satu pohon tempat lebah ini terdapat sekitar 300 koloni dengan potensi madu sekitar 20 kilogram per koloni setiap panen.

“Jadi setiap pohon yang dihinggapi lebah hutan ini disebut pohon sialang, apapun jenis kayunya. Sawit pun juga ada, itu disebut madu bun-bun atau lebahnya dalam kondisi merajuk,” sambungnya sambil tertawa.

Keunggulan Madu Foresbi
RMA telah menjadi wadah bagi para petani yang menampung dan membantu memasarkan hasil panen madu mereka. Di sana kami melihat sebuah rak berisikan sejumlah botol kemasan madu Madu Foresbi. Kemasannya terlihat modern dan elegan. Ada botol plastik ukuran 350 gram dan botol kaca ukuran 330 gram. Harganya sama Rp65ribu per botol.

Selain diakui keasliannya, Madu Foresbi ini telah mengantongi ijin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI dan sertifikasi halal Majelis Ulama Indonesia (MUI). Madu Foresbi bahkan sudah dijual ke sejumlah gerai oleh-oleh di Pekanbaru termasuk di sejumlah marketplace daring.

“Kita belum pernah membandingkan (dengan madu lain di pasaran.red), karena kalau membeli madu ini sebenarnya keyakinan, apalagi Madu Foresbi ini sudah diakui kemurniannya dan sudah mendapat legalitas dari pihak berkompeten,” kata Adhe.

Mitos Seputar Madu Asli dan Palsu
Banyak sekali mitos terkait madu asli atau palsu (oplosan). Kami pun termasuk yang masih percaya dengan teori-teori praktis yang belum pernah kami lihat pembuktiannya. Ketika berkunjung ke RMA, kami diperlihatkan cara membedakan madu asli dan madu oplosan.

“Penyebaran madu palsu ini sekarang cukup mengkhawatirkan, jadi kita pastikan melalui testkit tadi, tapi ada teori yang menuangkan madu ke piring lalu diberi air dan digoyang-goyang sampai membentuk sarang heksagonal,” kata Adhe.

Ada juga persepsi yang menganggap keaslian madu dapat dilihat dari madu yang membeku ketika dimasukkan ke lemari pendingin. Namun, ditambahkan Adhe, hal itu tidak begitu valid.

“Madu asli pun juga bisa beku dan didatangi semut, selama kandungan glukosanya ada. Nah, kenapa madu murni tidak disemutin, itu karena kandungan gasnya masih tinggi, jadi semut tidak mau dekat,” jelasnya lagi.

Ada satu lagi yang paling efektif menguji keaslian madu. Ujang lantas mengambil sebotol madu oplosan dari dalam mobilnya. Lalu ia mengeluarkan botol kecil berwarna kuning berisikan cairan jenis obat merah untuk luka. Madu asli diambil dengan sendok, lalu diteteskan cairan obat merah.

"Kalau dia asli maka warnanya tidak berubah, meski kita aduk terus," ujar Ujang.

Sedangkan, madu oplosan, ketika terkena cairan obat luka tadi, warnanya akan berubah menjadi hitam pekat, seperti oli atau pelumas bekas.

Kearifan Lokal dan Tantangan Madu Sialang
Program RMA didasarkan atas kemitraan bersama masyarakat berbasis kearifan lokal. Bersama 7 orang anggotanya, Ujang menjalin kemitraan dengan masyarakat sekitar dan memiliki sedikitnya 48 pohon madu sialang yang tersebar di tiga kabupaten di Riau, yakni Pelalawan, Siak, dan Kuantan Singingi. Ia mengaku pada musim panen bisa mendapat 3-4 ton madu per bulan.

Ujang dan rekannya mendapat pembinaan dari program pemberdayaan masyarakat sebuah perusahaan HTI, PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Ia mengisahkan tertarik usaha madu hutan ini berawal dari keluarganya yang sering mengambil madu, namun hanya untuk konsumsi sehari-hari. Kemudian ia sempat berpikir untuk mengelola madu agar bisa dipanen dalam jumlah besar dan berkelanjutan.

"Dulu itu namanya panen kanibal, untuk mengambil madu semua sarang dibabat habis, anak-anaknya juga ikut mati, sarang dikorbankan," tutu Ujang.

Setelah itu, mereka baru bisa panen madu empat bulan ke depan. Itupun jika lebah bersarang kembali. Barulah sejak bergabung menjadi mitra bina RAPP di tahun 2014, Ujang mulai mengerti dengan sistem panen madu lestari. Sehingga panen dapat dilakukan setiap bulan.

Untuk mendapatkan madu hutan sialang, perlu kesabaran dan mengikuti adat istiadat serta budaya masyarakat setempat. Seperti di Kelurahan Pelalawan, Riau, Ujang dan rekan harus memanen madu pada malam hari. Tak jarang, unsur-unsur mistik pun menemani setiap perjuangan memperoleh madunya. Belum lagi resiko-resiko besar yang harus dihadapi ketika memanjat pohon.

“Tidak bisa sembarangan, bahkan bicara kita juga harus sopan, tidak takabur apalagi bicara kotor, bisa-bisa kita malah dapat bala,” tukasnya.

Jika waktu panen tiba, maka Ujang dan rekannya berangkat ke lokasi sekitar pukul 20.30 WIB. Melewati perjalanan darat dan sungai, ditambah jalan kaki menelusuri hutan sekitar 1-2 kilometer di malam hari, akhirnya Ujang sampai di pohon sialang sekitar pukul 22.00 WIB.

“Sampai di sana kita tidak langsung manjat, tapi kita bacakan dulu lagu syaratnya dan memukul pohon sialang, jika terdengar bunyi seperti mengaum, barulah kita naik,” jelas Ujang.

Namun, jika pohon tidak mengeluarkan bunyi saat dipukul hingga tiga kali, Ujang dan rekannya harus membatalkan rencana untuk memanjat. Sebab, jika dipaksakan maka akan beresiko bagi pemanjat, seperti terjadi angin kencang di atas hingga kemunculan ‘sang datuk’ (harimau) yang dipercaya sebagai penjaga wilayah di sana.

“Ketika mengambil madu, kita harus memberi jatah kepada ‘datuk’ berupa satu santang madu, yang dilempar dari atas oleh pemanjat,” tuturnya.

Memperkuat Ketangguhan Masyarakat
Usai berkunjung ke RMA, kami kemudian bertemu dengan Manajer CD RAPP, Binahidra Logiardi. Beni sapaan akrabnya menjelaskan program Rumah Madu Andalan ini dapat berkontribusi kepada tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) terutama pada nomor 1, 4, 8, dan 9.

“Jadi kita membantu pelatihan dan pendampingan masyarakat sehingga dapat memanfaatkan potensi lokal untuk meningkatkan pendapatan atau mata pencaharian yang berkelanjutan. Diharapkan jiwa kewirausahaan masyarakat tumbuh, serta tetap mampu bertahan dalam keadaan krisis, seperti kondisi COVID-19 saat ini.” pungkasnya.

SDGs 2030 memang sedang digalakkan oleh 193 negara di dunia. SDGs ini merupakan suatu rencana aksi global yang telah disepakati oleh para pemimpin dunia, termasuk Indonesia, guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan. SDGs berisi 17 Tujuan dan 169 Target yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2030.

Perusahaan di bawah APRIL Group ini, kami lihat sangat banyak menjalankan program yang dapat membantu pencapaian target SDGs. Bahkan, dengan adanya kerangka tujuan dari SDGs akan memudahkan APRIL atau PT RAPP menyelaraskan program-programnya yang sesuai dengan program pemerintah bahkan dunia internasional. Terlebih, SDGs tidak hanya bicara tentang program pemberdayaan masyarakat saja namun juga melingkupi seluruh aspek operasional kegiatan perusahaan.

Akhirnya, jam berkunjung kami pun selesai. Waktu pun sudah mulai mendekati senja. Kami pun pamit bersalaman dan tak lupa membeli beberapa botol madu foresbi sebagai oleh-oleh bagi orang di rumah.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun