Mohon tunggu...
Ali Wasi
Ali Wasi Mohon Tunggu... Lainnya - Aparatur Sipil Negara

Seorang ASN dari Tahun 2015 s.d. sekarang, yang semula gemar menulis cerita fiksi menjadi rutin menulis analisis informasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Menggenggam Dunia (12) Wanita Berjilbab

15 Mei 2024   06:15 Diperbarui: 15 Mei 2024   06:36 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keesokan harinya, aku bersama dengan Rahmat berjalan mengelilingi pasar untuk mencari bahan kebutuhan sehari-hari dan sebuah kado untuk Ratih. Cuaca yang sangat panas, keadaan pasar yang penuh sesak, dan ramai dengan kegiatan tawar menawar antara penjual dan pembeli, bergabung menjadi satu wadah dalam sebuah pasar tradisional.

Mungkin beda ceritanya bila aku berada di kota. Tanpa berdesak-desakan, dengan air conditioner yang sejuk, dan bahan belanja yang tertata rapih, dengan mudah aku bisa mengunjungi pasar swalayan atau yang lebih dikenal dengan supermarket.

Belanja di pasar tradisional, membuat bajuku dibasahi oleh keringat. Tak heran perkiraan suhu di pasar telah mencapai tiga puluh enam derajat celcius, sama saja dengan suhu tubuh manusia. Suatu desa dengan cuaca sejuk di waktu pagi, panas di waktu siang, hangat di waktu sore, dan dingin di waktu malam. Bagaimana bila aku berada di timur tengah dengan suhu yang lebih menggila? Alamak.

Waktu telah menunjukan pukul sebelas siang. Kami baru membeli bahan makanan pokok. Rencananya kami akan membelikan kue ulang tahun untuk Ratih, walaupun telat membelikannya tetapi tidak apa. Ratih mungkin akan sangat senang dengan pemberian kue tersebut, itulah harapanku.

Tujuanku saat ini adalah toko kue yang tak jauh dari pasar ini. Perkiraan untuk menuju sana sekitar sepuluh menit dengan berjalan kaki. Terlihat Rahmat sudah nampak kelelahan, mungkin aku terlalu memaksakan kehendak untuk mengajaknya berjalan.

"Met, mau istirahat dulu?" tanyaku.

"Langsung saja, Kak. Nanti istirahat di rumah saja." Jawabnya dengan lemas.

"Benar tidak apa-apa?" tanyaku meyakinkan.

"Mungkin, hehe." Candanya walau terlihat memaksakan.

Walau sedikit tidak tega pada kondisi Rahmat, aku terus melanjutkan perjalan sembari memegangi tangan kiri Rahmat. Ketika hampir tiba di toko kue, tiba-tiba Rahmat menghentikan langkah. Terlihat ia seperti menahan rasa sakit. Dengan erat ia menahan dan memegangi tanganku. Aku melihatnya memasang raut muka yang terasa  kesakitan.

"Met, lebih baik kita istirahat dulu. Kita duduk dulu, ya?" tanyaku khawatir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun