“Ini buat Mamet, asalkan janji tidak akan sindir Kakak lagi ya?” tawaku.
“Insya Allah, deh.” Segera ngambil bungkusan.
“Eit. Janji?” aku meyakinkan kembali.
“Iya deh Kak, Mamet janji.” Jawab Rahmat.
Aku memberikan bungkusan itu, dan dengan lekas ia segera membukanya. Rahmat senang dengan pemberianku, Ratih tersenyum melihat tingkah Rahmat, sedangkan aku bahagia melihat Ratih tersenyum.
Loh? Sudahlah, jangan berpikiran macam-macam.
“Kakak melihat apa?” tanya Rahmat menyadari bahwa aku melihat Ratih.
Mulai lagi, bocah ini.
“Oh nggak, sepertnya langit gelap ya? Mungkin sebentar lagi hujan.” Jawabku pura-pura melihat langit.
“Ini bukan berarti mau hujan, Mas. Sebentar lagi Magrib, jadi pantas saja langit gelap.” Ucap Ratih.
Lagi-lagi aku salah tingkah, Rahmat menahan tawanya dengan berpura-pura batuk. Namanya juga tingkah anak-anak, aku harus memakluminya.