Mohon tunggu...
Ali Wasi
Ali Wasi Mohon Tunggu... Lainnya - Aparatur Sipil Negara

Seorang ASN dari Tahun 2015 s.d. sekarang, yang semula gemar menulis cerita fiksi menjadi rutin menulis analisis informasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Menggenggam Dunia (9) Semangat Rahmat

4 Mei 2024   07:00 Diperbarui: 4 Mei 2024   07:03 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sore yang melelahkan. Perjalanan jauh kutempuh hari ini. Setelah mencari di beberapa tempat, akhirnya kutemukan sebuah bola yang bagus dan membelinya dengan harga yang tak terlalu mahal. Aku meminta pada penjual untuk membungkus bola itu dengan kotak dan dilapisi kertas kado. Dengan harapan, semoga Rahmat senang menerima kado ini.

Usai dari toko, aku berjalan pulang menuju rumah. Jam tanganku menunjukan pukul lima sore, Rahmat pasti sudah pulang.

Berjalan di keramaian sore, terlihat banyak ibu-ibu yang berkumpul di pekarangan rumah. Mungkin mereka sedang bergosip ria. Ini merupakan kebiasaan ibu-ibu massa kini, aku memakluminya. Saat aku melewati mereka, ada seorang ibu yang menyapaku dan aku balas menegurnya.

Setiba di rumah, terlihat Rahmat yang sedang mengobrol akrab bersama Ratih. Rahmat melihat dan menyapaku.

“Itu, Kak Arkan.” Tunjuk Rahmat kepadaku dengan tingkah kanak-kanaknya.

Aku mendekatinya dengan membawa kado yang kumasukkan dalam plastik hitam. Kulihat mereka sangat akrab sekali. Aku tersenyum pada mereka.

“Mamet sudah lama nunggu Kakak, ya?” tanyaku.

“Iya Kak, Mbak Ratih datang temani Mamet. Mbak Ratih baik loh, Kak.” Ucap Rahmat yang mempunyai maksud tertentu.

“Habis belanja ya, Mas?” tanya Ratih.

“Oh, aku cuma beli sesuatu buat Rahmat.” Jawabku.

“Wah, apa itu Kak?” Rahmat mendekati barang yang kubawa. “Boleh Mamet buka?” pintanya.

“Ini buat Mamet, asalkan janji tidak akan sindir Kakak lagi ya?” tawaku.

“Insya Allah, deh.” Segera ngambil bungkusan.

“Eit. Janji?” aku meyakinkan kembali.

“Iya deh Kak, Mamet janji.” Jawab Rahmat.

Aku memberikan bungkusan itu, dan dengan lekas ia segera membukanya. Rahmat senang dengan pemberianku, Ratih tersenyum melihat tingkah Rahmat, sedangkan aku bahagia melihat Ratih tersenyum.

Loh? Sudahlah, jangan berpikiran macam-macam.

“Kakak melihat apa?” tanya Rahmat menyadari bahwa aku melihat Ratih.

Mulai lagi, bocah ini.

“Oh nggak, sepertnya langit gelap ya? Mungkin sebentar lagi hujan.” Jawabku pura-pura melihat langit.

“Ini bukan berarti mau hujan, Mas. Sebentar lagi Magrib, jadi pantas saja langit gelap.” Ucap Ratih.

Lagi-lagi aku salah tingkah, Rahmat menahan tawanya dengan berpura-pura batuk. Namanya juga tingkah anak-anak, aku harus memakluminya.

Ketika membuka isi kado itu, Rahmat terlihat sangat senang dengan pemberianku. Sebuah bola itu, ia peluk dengan erat.

“Makasih Kak Arkan, Mamet suka hadiahnya.” Ucap Rahmat gembira.

“Iya, sama-sama.” Jawabku tersenyum dan melupakan kekesalan tadi.

Ratih terlihat bahagia melihat senyum dan tawa dari Rahmat. Ya, hari ini merupakan hari yang menyenangkan. Selain melihat Rahmat bahagia, disisi lain aku melihat Ratih tersenyum lepas.

***

Pukul delapan malam, aku menyiapkan makanan untuk aku dan Rahmat. Menu makan malam hari ini, cukup dengan dua ekor ikan goreng dan nasi. Walaupun demikian, Rahmat tetap lahap makannya, kerena aku berpikir bahwa mengkonsumsi ikan sangat baik untuk kecerdasan otak usia anak-anak.

Setelah selesai makan malam, mencuci piring masing-masing, dan sikat gigi bersama, Rahmat dengan lekas membuka buku pelajaran. Ia belajar sambil memegang bola yang tadi kubeli. Cara belajar Rahmat, sangat tenang dan penuh konsentrasi. Lembaran demi lembaran ia buka, sesekali ia membuka buku lain yang membahas teori yang sama. Dia mencari sumber yang terkait hanya untuk memenuhi nafsu belajarnya.

Aku mendekatinya. Ternyata yang ia pelajari adalah buku Ilmu Pengetahuan Alam. Pelajaran dasar untuk seorang dokter.

“Mamet kalau kurang jelas dengan penjelasan di buku, nanti tanya pada Kakak, ya?” pintaku.

Rahmat mengangguk dan mengacungkan jempol tangan kanannya. Pandangannya tetap terfokus pada buku, sedangkan bola ia apit pada kedua kakinya. Memang sudah nampak tanda-tanda orang sukses pada dirinya.

Aku tak boleh kalah dengan semangat juang anak-anak. Aku mengambil buku kedokteran yang berada di dalam tas kerja. Membuka halaman mengenai berbagai macam penyakit disertai pengobatannya, dan asal dari penyakit tersebut. Dari awal mula, gejala, dan dampak dari penyakit itu dijelaskan, disertai dengan gambar ilustrasi.

Ternyata gambar yang paling menjijikan adalah penyakit dari akibat merokok. Gambar tersebut menampilkan contoh paru-paru yang kotor, karena asap nikotin yang selalu diserap.

Dalam sebuah penelitian disebutkan, berbagai penyakit yang diderita oleh usia lanjut antara lain kanker dan serangan jantung. Hal ini disebabkan kebiasaan para penderita yang merokok mulai dari massa remaja.

Memang ironis remaja saat ini. Mereka sudah mengetahui akibat dari merokok, yang akan menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin. Kalimat itu tertera pada setiap merk rokok. Tetapi tampaknya mereka telah buta, dengan peringatan itu.

Malam semakin larut, mataku bagaikan magnet yang ingin menutup. Terlihat disampingku, Rahmat yang masih semangat membaca buku. Aku lirik buku yang ia baca, kali ini ia membaca buku bahasa Inggris. Jam menunjukan pukul sebelas malam. Biasanya seumuran Rahmat, saat ini pasti sudah terlelap dalam tidurnya. Sedangkan Rahmat, masih haus akan mencari ilmu.

“Mamet, kalau sudah ngantuk lekas tidur ya. Hampir tengah malam, nih. Nanti besok kesiangan.” nasihatku.

“Iya. Kakak tidur diluan dulu, Mamet masih ingin belajar.” Jawabnya.

Aku tak menjawab perkataan Rahmat, mataku tak bisa dikompromikan lagi. Sebelum tidur, aku membaca doa. Perlahan mata tertutup, dan aku tertidur lelap.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun