Mohon tunggu...
Ali Wasi
Ali Wasi Mohon Tunggu... Lainnya - Aparatur Sipil Negara

Seorang ASN dari Tahun 2015 s.d. sekarang, yang semula gemar menulis cerita fiksi menjadi rutin menulis analisis informasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Menggenggam Dunia (7) Kelebihan Rahmat

2 Mei 2024   08:41 Diperbarui: 2 Mei 2024   08:56 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Semua buku sudah kamu baca dalam waktu semalam?" tanyaku dengan mimik heran.

Rahmat membalas pertanyaanku dengan senyuman polos dan anggukan kepala. Sungguh suatu hal yang nyata, walaupun sangat jarang aku temukan anak seperti Rahmat.

"Pak Rudi, makasih telah mengantarkan Rahmat pulang." Ucap Rahmat kepada Bapak berdasi yang bernama Pak Rudi.

"Sama-sama, Nak." Balas Pak Rudi tersenyum pada Rahmat.

"Lalu kapan Rahmat bisa mengikuti lomba tingkat Kota tersebut?" tanyaku pada Pak Rudi.

"Kemungkinan lomba itu diadakan tiga minggu lagi, jadi masih ada persiapan untuk Rahmat belajar sungguh-sungguh dan dapat tembus ke tingkat provinsi. Itu harapan kami." Jelas Pak Rudi.

"Semoga saja, Pak." Singkatku.

"Dan bila, Rahmat bisa menjuarai tingkat provinsi, ia akan diikut sertakan pada kejuaraan murid berprestasi tingkat SD se-Indonesia." Papar Pak Rudi bersemangat.

Ucapan Pak Rudi membuatku semakin bersemangat untuk memberi pendidikan yang terbaik pada Rahmat. Aku mengelus rambut Rahmat yang halus, dengan perasaan bangga padanya.

Dibandingkan saat aku berusia delapan tahun, aku adalah bocah ingusan yang masih manja pada kedua orangtua. Belajar dengan bimbingan orang tua. Tetapi apa yang dilakukan Rahmat, merupakan anugerah. Dia dapat belajar sendiri, tanpa didampingi oleh orang tua, apalagi kemarin ia belajar tanpa didampingi olehku.

Rahmat memang haus ilmu. Saat kesempatan untuk dapat bersekolah, ia gunakan sebaik mungkin untuk menimba ilmu. Berbeda sekali dengan anak-anak kota yang menyandang nama sebagai pelajar. Mereka malah memilih nongkrong untuk membolos dipinggir jalan. Sifat dan perilaku mereka layaknya preman yang tak menghargai hidup ini.  Padahal orang tua mereka telah membiayai sekolah, tetapi jasa itu dibalas dengan membolosnya dari sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun