Aku tertawa geli mendengar mereka. Aku jelaskan pada mereka tentang nama yang kumaksud dan memiliki kepintaran serta kecerdasan otak, diakhiri dengan tantangan pada anak-anak agar seperti mereka.
"Wah hebat sekali, Issac sama si Albert." Ungkap Saiful.
"Ya sudah kalian sekarang berangkat sekolah, nanti malah telat lalu dimarahin guru." Sahutku.
"Wah kalau Saiful sering banget dimarahin guru, soalnya dia sering banget ngentut di kelas. Hahaha." Timpal temannya yang berbadan gemuk.
"Yah Ento buka aib, ya sudah deh Kak Arkan. Kita berangkat dulu." Sahut Saiful.
"Assalamualaikum." Serempak anak-anak.
"Waalaikumsalam." Jawabku.
***
Dalam waktu sembilan hari tinggal di desa, aku menemukan pengalaman terindah yang tak akan pernah kulupakan. Perlahan tapi pasti, satu per satu aku mulai akrab dengan para tetangga di sekitar rumah sewaan ini. Rasanya ingin selamanya tinggal di sini.
Tetapi aku adalah seorang lulusan kedokteran. Tujuanku untuk berhijrah di desa hanya untuk menenangkan diri sementara waktu.
Keinginan untuk membiayai Rahmat hingga kuliah akan tetap kujalani, tetapi untuk tinggal bersama selamanya di desa ini merupakan sesuatu hal yang tidak mungkin, sebab pekerjaan dokter hanya ada di kota.