"Oh iya, kamu dulu ambil air wudhunya."
Kami pun sholat berjamaah, Rahmat terlihat tenang dan khusyuk dalam sholat, yang merupakan kewajiban setiap muslim. Setelah selesai sholat, kami akhiri dengan doa, Rahmat bermunajat dan terdengar rintihan tangisannya. Aku memahaminya, sebab ini hari pertama ia ditinggal tanpa keluarga kandungnya.
Waktu menunjukan jam delapan malam, kami berdua beranjak untuk makan malam. Masih ada sisa sayur lodeh pemberian Ratih. Kamipun makan bersama dengan lauk seadanya.
Sesekali aku melihat Rahmat melamuni sesuatu, mungkin ia masih terkenang kejadian sore hari ini. Aku berusaha untuk memecahkan lamunannya, apabila dibiarkan pasti akan berkelanjutan dan tidak baik untuk keadaan jiwa Rahmat.
"Makanan ini enak, ya?" iseng aku bertanya.
"Enak sekali, Kak. Seperti masakan Ibu, tapi masakan Ibu lebih enak." Jawab Rahmat.
Ternyata benar, ia sedang memikirkan ibunya. Rahmat terlihat tegar dan berusaha untuk menutupi kesedihannya.
"Besok Kakak antar kamu untuk daftar ke sekolah ya, makanya nanti besok kamu harus udah mandi pagi." Nasihatku.
"Mandi pagi? Dingin sekali, Kak." Manja Rahmat.
"Memang Mamet suka mandi jam berapa?"
"Jam delapanan."